OPK Lamongan Tolak RUU Kesehatan Omnibus Law
Organisasi Profesi Kesehatan (OPK) Lamongan berkoalisi menolak RUU Kesehatan Omnibus Law. Bahkan, koalisi dari sembilan lembaga tersebut dalam pernyataannya secara tegas mendesak DPR RI untuk menghapusnya dari program legislasi nasional (Prolegnas) 2023.
Sembilan lembaga itu terdiri, IDI, Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Ahli Teknologi Laboratorium Medik Indonesia (Patelki), Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Tenaga Laboratorium dan Perhimpunan Radiografer Indonesia (PARI), Persatuan Ahli Farmasi Indonesia (PAFI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI).
Alasan penolakan, sebelumnya pemerintah tidak pernah memberitahukan draft RUU tersebut kepada OPK terkait. Mestinya, harus ada sinergitas dan peran aktif dari pemerintah dan DPR Dewan dengan seluruh OPK yang terdaftar dalam Puspronakes.
"Karena, pelaku kebijakan yang dihasilkan adalah para profesi kesehatan," kata Ketua IDI Lamongan, Budi Himawan didampingi masing-masing Ketua OPK Lamongan, Selasa, 22 November 2022.
Apalagi, lanjut Budi Himawan, aturan WHO sudah sangat jelas. Pada dokumen Global Strategy on Human Resources for Health Workfoce 2030 menegaskan, untuk menentukan kebijakan kesehatan, pemerintah harus melibatkan asosiasi profesi, institusi pendidikan, pemberi kerja, hingga masyarakat sipil.
Sehingga, OPK Lamongan meminta pembahasan Omnibus Law harus mengacu kepentingan dan keadilan masyarakat. Penataannya, harus dapat dijadikan sebagai penguatan dari penataan dan perbaikan UU yang sudah ada dan harus melalui kajian akademis yang baik sesuai dengan organisasi profesi terkait
"Aturan WHO itu alasan paling mendasar. Kalau RUU Kesehatan Omnibus Law dipaksakan untuk disahkan, kami khawatir dapat mengakibatkan disharmoni hubungan organisasi profesi kesehatan dengan pemerintah setempat. Karena, banyak sekali perubahan di RUU itu," imbuhnya.
Salah satunya disebutkan, akan ada Surat Tanda Registrasi (STR) bagi seorang dokter yang direncanakan berlaku seumur hidup. Sedang selama ini setiap lima tahun sekali harus diperbarui. Tujuannya dapat memantau kinerja dan profesionalitas yang bersangkutan.
Lebih meresahkan lagi, soal rencana diperbolehkan mendatangkan tenaga dokter dari luar negeri. Sedang dokter di Indonesia masih banyak dan tidak kalah kualitasnya.
"Bukan kami takut bersaing, dokter asing kan belum tentu bisa memahami karakter masyarakat kita. Pastinya, ini nanti terkait dengan pelayanan kesehatan. Dokter di luar negeri itu hanya menang fasilitas," kata Budi Himawan di Sekretariat IDI Lamongan, Jalan Suwoko, Lamongan.
Pernyataan penolakan OPK Lamongan disampaikan secara tertulis. Masing-masing menandatangani surat pernyataan yang akan dikirim kepada masing-masing pimpinannya di pusat.