Operasi Gempur, Setoran CHT Anjlok 8,93 Persen
Di masyarakat secara luas, terus beredar produk rokok ilegal. Rokok tanpa cukai menyebabkan masalah pendapatan bagi pemasukan negara. Meski bagi masyarakat kecil, justru produk tersebut bisa dibeli dengan harga murah.
Selain itu, fakta terjadinya praktik korupsi menyebabkan setoran atas setoran cukai hasil tembakau (CHT) menurun. Sejumlah fakta cukup mengejutkan, di luar kasus korupsi yang menggila akhir-akhir ini, termasuk adanya Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Belum lama ini, KPK menahan Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Tanjungpinang Den Yealta. Ia ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara korupsi pengelolaan kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas Tanjungpinang tahun 2016 - 2019.
Duduk perkara kasus ini berawal dari Ditjen Bea Cukai mengirimkan evaluasi penetapan barang cukai di kawasan Tanjung Pinang sekitar akhir 2015. Di kawasan pelabuhan dan perdagangan bebas tersebut memiliki ketentuan kuota rokok yang meroket 693 persen dari jumlah yang sudah ditentukan. Perinciannya, dengan ketentuan besaran hanya 51,9 juta batang, namun selama DY menjabat besaran kuota rokok yang diterbitkan sebesar 359, 4 juta. Dengan demikian, realisasi jumlah kuota hasil tembakau telah melebihi dari kebutuhan wajar setiap tahunnya.
Pada sisi lain, Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan kembali memusnahkan rokok ilegal yang nilainya ditaksir mencapai Rp7 miliar di wilayah Kudus, Jawa Tengah. Kepala Kantor Bea Cukai Kudus Mochammad Arif Setijo Noegroho mengemukakan, rokok ilegal yang telah dimusnahkan itu terdiri dari 6.159.130 batang sigaret kretek mesin (SKM) dan 840 batang sigaret kretek tangan (SKT).
Bila ditotal nilai jutaan batang rokok tersebut bisa mencapai Rp7 miliar. Rokok yang dimusnahkan itu adalah rukok tanpa pita cukai atau rokok polos dan sisanya itu ditempel pita cukai palsu siap edar. Semua itu dimusnahkan setelah perkara ini inkracht atau berkekuatan hukum tetap.
Pendapatan Menurun
Fakta-fakta inilah yang menyebabkan setoran cukai hasil tembakau (CHT) anjlok 8,93 persen per Juli 2023. Guna memahami hal itu, berikut keterangan Menteri Keuangan Sri Mulyani:
Kementerian Keuangan mencatat realisasi penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) hingga Juli 2023 (year-to-date/ytd) mencapai Rp111,23 triliun. Realisasi penerimaan CHT tersebut turun 8,93 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu (year-on-year/yoy).
Penurunan terutama dipicu oleh produksi kumulatif hasil tembakau yang tercatat turun 3,69 persen secara tahunan hingga Mei 2023. Realisasi cukai hasil tembakau turun 8,93 persen, ini karena produksi sampai dengan Mei yang turun 3,69 persen.
Selain itu, tercatat tarif rata-rata tertimbang hasil tembakau hanya naik 2,02 persen dari yang seharusnya 10 persen, terutama disebabkan oleh penurunan produksi sigaret kretek mesin (SKM) dan sigaret putih mesin (SPM) golongan 1.
Perkembangan tersebut menyebabkan penerimaan cukai secara total turun sebesar 8,54 persen pada Juli 2023.
Sejalan dengan itu, Operasi Gempur rokok ilegal terus dilakukan karena ada kecenderungan tindakan ilegal terkait hasil tembakau.
Kemenkeu mencatat rata-rata barang hasil penindakan (BHP) rokok ilegal secara mingguan mencapai 15,89 juta batang pada periode Mei hingga Juni 2023.
Jumlah tersebut meningkat jika dibandingkan dengan rata-rata BHP pada periode Januari-April 2023 yang mencapai 14,75 batang rokok.
Ini menggambarkan frekuensi dari kegiatan ilegal di bidang produksi dan penjualan rokok meningkat.
Untuk diketahui, operasi gempur memberikan capaian sebesar 32,9 persen dari total penindakan nasional, sedangkan BHP mencapai 27,8 persen dari total BHP nasional.
Penindakan cukai yang semakin intensif melalui operasi gempur tersebut disebutkan mampu memberikan efek deterrent dalam menekan peredaran barang kena cukai ilegal di area pemasaran.
Langkah ini juga mendorong peningkatan permintaan yang pada akhirnya akan memacu peningkatan produksi rokok legal. Operasi gempur telah berdampak pada meningkatnya produksi SKM dan SPM golongan II, serta sigaret kretek tangan (SKT) golongan I, II, dan III pada Mei dan Juni 2023. *