Opak Gambir Khas Kediri Resep Warisan Leluhur Cocok untuk Lebaran
Di usianya yang sudah senja bukan menjadi batasan bagi Umi Mustadiyah untuk tetap melanjutkan usaha kuliner warisan keluarga yang dirintis secara turun temurun.
Di rumahnya RT 02 Kelurahan Bujel Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri, Umi Mustadiyah meneruskan usaha kuliner dengan memproduksi opak gambir.
Setiap hari banyak pelanggan yang datang ke rumahnya untuk memesan opak gambir bikinan ibu dua anak tersebut.
Pelanggan yang datang tidak hanya datang dari wilayah Kediri, melainkan juga dari luar kota seperti Jakarta.
Ada juga seorang TKI asal Kediri yang membeli dalam jumlah besar untuk dibawa ke tempat kerjanya di luar negeri.
Ada beragam varian rasa opak gambir yang dijual, diantaranya durian, pisang, jahe, nangka dan original.
Harganya pun masih terjangkau. Satu pack opak gambir berat 250 gram dijual seharga Rp15.000.
Umi Mustadiyah mengaku, pas lebaran Idul Fitri ini merasa kewalahan untuk melayani pesanan dari para pelanggan.
"Terkadang ada juga pelanggan yang mendadak tiba-tiba pesan. Tenaganya sudah nggak mampu mas, karena semua saya kerjakan sendiri tanpa bantuan orang lain," katanya.
Nenek 67 tahun itu menambahkan, keterampilannya membuat opak gambir dipelajarinya dari orang tuanya dulu. Ia mengaku sejak duduk dibangku sekolah dasar sudah diajari membuat opak gambir.
Bahan dasar yang dipergunakan membuat opak Gambir antara lain tepung tapioka ,terigu, telor, gula, garam dan kelapa.
Setiap hari bahan tepung yang dipakai untuk memasak menghabiskan sekitar 2,5 kilogram menghasilkan produksi 15 packing opak Gambir.
Proses produksi mulai dilakukan mulai pukul 05.00 WIB. Ia menjamin, semua bahan yang dipakai tanpa menggunakan pengawet.
Ia menilai yang membedakan opak gambir buatan Kediri dengan opak gambir daerah lain dari rasanya. Opak Gambir Kediri rasanya lebih enak, gurih dan manisnya tidak terlalu berlebihan.
Meskipun tanpa pengawet, Umi Mustadiyah berani menjamin kue buatannya tersebut bisa bertahan hingga 8 bulan, asalkan kemasannya tidak rusak.
"Semua bahan yang kita gunakan alami tanpa pengawet. Kalau pakai pengawet rasa manisnya beda. Sampean lihat sendiri peralatan yang kita pakai semuanya tradisional. Termasuk memasaknya pakai kayu arang, rasanya beda lebih lezat ketimbang pakai minyak," ungkapnya.
Setiap hari bahan tepung yang dipakai untuk memasak menghabiskan sekitar 2,5 kilogram. "Dulu masih muda, saya bisa buat opak gambir sampai 6 kilo gram lebih pada saat lebaran. Sekarang sudah tua tidak kuat. Saya hanya mau melayani pesanan saja," katanya.
Umi Mustadiyah bersyukur dari usaha berjualan opak gambir bisa menyekolahkan kedua putrinya hingga lulus jenjang perguruan tinggi.
"Saya termasuk generasi ke tiga. Awalnya nenek saya, kemudian diteruskan ibu saya dan sampai ke saya," katanya.
Advertisement