Omah Boso, Kepedulian IRT Terhadap Pendidikan Anak di Surabaya
Uchrowiyah Winarsih, salah satu ibu rumah tangga, warga Mulyorejo, Surabaya ini peduli dengan anak-anak zaman sekarang yang tak lepas dari gadget.
Kepedulian itu diwujudkan dengan mendirikan tempat belajar yang diberi nama Omah Boso. Omah Boso yang didirikan ini berfungsi sebagai wadah anak-anak usia sekolah untuk belajar bahasa Inggris.
Uchro, sapaannya mengatakan, awal berdirinya Omah Boso ini dari keinginannya supaya anak-anak usia sekolah pintar di sekitar rumahnya senang belajar bahasa Inggris ketimbang bermain gadget. Apalagi saat Indonesia dilanda pandemi Covid-19, anak-anak lebih banyak menggunakan gadget saat belajar di rumah.
Uchro mendermakan halaman depan dan ruang tamu rumahnya yang terletak di Jalan Mulyorejo Tengah III Nomor 8 sebagai tempat belajar. Rumah berukuran 4,5 x 19 meter tersebut, sebagian ruangannya difungsikan sebagai tempat belajar anak-anak usia sekolah SD hingga SMP di sekitar lingkungannya.
Tak ada yang istimewa dari rumah seorang ibu berusia 49 tahun tersebut. Apalagi rumahnya berada di tengah pemukiman padat penduduk dan masuk ke gang kecil. Tapi begitu banyak manfaat yang bisa dirasakan anak-anak dan warga di lingkungan tersebut.
"Semua berawal dari pandemi yang membuat caruk marut pendidikan. Saya prihatin dengan anak-anak di kampung setiap hari hanya bermain gadget. Kalaupun zoom, itu hanya 2 jam saja, selebihnya mereka Tik Tokan," ujar perempuan kelahiran Surabaya, 17 Agustus 1973 ini.
Dari rasa prihatin tersebut, ia ingin mengajak anak-anak untuk berhenti bermain gadget 1 sampai 1,5 jam. "Dengan cara apa mengajak mereka belajar sambil bermain. Terutama belajar bahasa Inggris," imbuhnya.
Ibu tiga orang anak tersebut merasa perlu melakukan sesuatu bagi lingkungannya terutama dalam bidang pendidikan, karena rata-rata anak berasal dari keluarga dengan penghasilan menegah ke bawah.
"Rata-rata memang anak-anak di lingkungan saya dari keluarga MBR(masyarakat berpenghasilan rendah), yang katanya uang lebih baik dibuat yang lain dari pada dibuat les bahasa Inggris. Untuk itu, saya rasa perlu anak-anak diberikan wadah seperti Omah Boso," jelas lulusan IKIP Surabaya ini.
Pembelajaran yang dilakukan pun tidak bersifat formal, melainkan belajar sambil bermain. Anak-anak diajak untuk menambah kosakata bahasa Inggris dari benda-benda di sekitarnya.
Mendapat Bantuan Pengajar Dari Mahasiswa Unair.
Kata Uchro, awal mendirikan Omah Boso mengaku kebingungan untuk tenaga pengajar. Mengingat ada 22 anak yang ikut kegiatan dengan usia beragam mulai dari SD hingga SMP. Akhirnya, ia terbantu dengan adanya kegiatan KKN mahasiswa Unair.
"Waktu itu ada informasi dari kelurahan kalau akan ada mahasiswa Unair yang KKN di sini. Saya bilang mau tidak bantu saya untuk Omah Boso dan mereka antusias dengan hal itu," ceritanya.
Namun, ada kendala baru yang muncul. Mahasiswa Unair yang menjadi sukarelawan mengajar hanya selama satu bulan saja. "Tapi mahasiswa ini tidak benar-benar meninggalkan anak-anak.Mereka masih ada yang datang untuk mengajar. Tapi ya jadwalnya tidak teratur karena harus menyesuaikan jadwal kegiatan mereka juga," katanya.
Tapi bagi Uchro kendala itu tak membuatnya harus menutup Omah Boso-nya. Ia kemudian meminta bantuan ketua RW yang merupakan seorang guru bahasa Inggris untuk menjadi relawan mengajar.
Saat memasuki 8 bulan usia Omah Boso, kesulitan relawan pengajar belum terselesaikan hingga ia berpikir untuk menutup Omah Boso. Tapi, disisi lain ia merasa kasihan pada anak-anak yang masih semangat belajar.
"Di situ banyak yang menyemangati saya, jangan ditutup kamu harus semangat, eman," kata Uchro menirukan ungkapan dari teman-temannya.
Bantuan Datang Dari Staf Khusus Kemensos.
Lantas, ia bertemu dengan temannya yang punya jaringan di Kementerian Sosial. Hingga akhirnya salah satu staf khusus Kemensos berkunjung ke rumahnya untuk menawarkan bantuan.
Kemensos memfasilitasi kerja sama Omah Boso dengan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Muhammadiyah Surabaya. "Jadi nanti silabus dan pengajar akan dibantu oleh UM Surabaya," katanya.
Saat disinggung alasan melakukan kegiatan ini, Uchro mengungkapkan, ada dorongan dari hatinya untuk membantu anak-anak di lingkungan rumahnya agar pintar, terutama dalam pelajaran bahasa Inggris.
"Saya berharap ini bisa jadi bekal untuk saya nanti (bekal di akhirat). Karena hanya ini yang bisa saya lakukan. Mau nyumbang uang pun saya tidak punya. Saya ingin anak-anak saya menjadi pintar dan tidak diremehkan orang lain," harapnya.
Tanda Tangan Kerjasama Dengan UM Surabaya.
Hari yang dinantikan Uchro pun tiba. UM Surabaya melakukan penandatanganan kerja sama di kantor Kelurahan Mulyorejo. Selama tiga tahun ke depan Omah Boso mendapat silabus dan pengajar dari UM Surabaya.
"Untuk pelatihan dan pembelajaran di Omah Boso akan kami siapkan silabus dan pengajarnya. Pengajarnya tidak hanya mahasiswa tapi juga ada dosen sebagai pembimbingnya," kata Dekan FKIP UM, Dr Ratno Abidin.
Ungkapan Hati Salah satu Murid Omah Boso.
Nayla Carissa Nasywa, salah satu siswa Omah Boso memperkenalkan diri dalam bahasa Inggris. Perkenalan itu dipamerkan saat penandatanganan kerja sama antara Omah Boso dan UM Surabaya.
Selama hampir satu tahun belajar di Omah Boso, kemampuan berbahasa Inggrisnya terus membaik dan nilai pelajarannya naik.
"Senang bisa belajar di Omah Boso. Sekarang saya sudah bisa bahasa Inggris di kelas dan bisa mengajari teman-teman saya. Nilai bahasa Inggris saya 8," ungkap siswa SMPN 45 Surabaya ini.