Obituari: Najib Amrullah, Seniman Pesisir Tuban
Oleh : Kharisma Nanda Zenmira*
Najib, lahir di tepian pesisir Tuban, 19 April 1968, adalah seorang seniman yang menjalin harmoni dengan ombak dan angin laut sejak awal hayatnya. Keakrabannya terhadap kuas dan warna telah mengalir dalam dirinya sejak masa kecil, membentuk jiwa seninya yang tiada berhenti mengalir. Baginya seni lukis adalah seperti riak-riak halus yang terukir pada pasir, menciptakan kisah-kisah lautan yang tak terucapkan.
Lukisan-lukisannya adalah cerminan sentuhan pesisir, refleksi ruhnya laut dalam ekspresi bebas. Dalam setiap sentuhannya, ikan-ikan berlarian dalam gelombang warna yang tak terduga. Sapuan ekspresionistiknya merangkul pemandangan bawah laut, mengundang kita untuk menyelami perasaan yang mendalam. Ia bukan sekadar menciptakan gambar, tetapi juga merangkai simfoni warna yang memanggil jiwa para pemirsa. Ia telah mengajak kita menyaksikan pesisir melalui lensa perasaannya sendiri, menyoroti harmoni kehidupan lautan yang menyatu dalam lukisan-lukisan yang mencengangkan.
Najib memperkaya ilmu kesenian di Universitas Sebelas Maret Solo. Di sinilah bermula perjalanannya dalam meniti karir seni. Langkah-langkahnya membentang seperti garis-garis kuas, merentangkan wawasan dalam setiap goresan warna. Sejak era 90-an, jejak-jejak pamerannya telah memberi warna bagi panggung seni rupa.
Setelah merampungkan pendidikannya, Najib mengambil keputusan yang berani untuk membangun landasan karir seninya di Solo. Di kota yang berdenyut seni tersebut, ia meresapi inspirasi dan mengembangkan keahliannya. Namun, seperti sebuah aliran sungai yang mengikuti medan, tak lama kemudian, Najib memilih untuk mencari suasana baru. Ia melangkah ke Jakarta, pusat gemerlap dan dinamika seni yang lebih besar, mencari nuansa yang bisa memberi warna pada kreativitasnya.
Namun, hidup adalah perjalanan yang terus berputar, dan setelah enam tahun memagari hasratnya di ibu kota, ia memilih untuk mengembalikan akar keluarganya. Seperti balik ke pelukan yang nyaman, Najib bersama istri dan empat anaknya kembali ke kampung halaman, Tuban. Di bawah langit yang pernah menyaksikan pertumbuhannya, di antara tanah yang telah menyimpan jejak langkahnya, ia menemukan kedamaian baru. Dalam pelukan kampung, Najib melanjutkan perjalanannya dalam seni dengan mengecat cerita-cerita baru, merangkai kenangan, dan mewarnai harapan. Saat di Tuban, Najib sempat menjadi pengurus di Dewan Kesenian Jawa Timur (DKJT). Namun karena ada suatu dan lain hal, akhirnya ia mengundurkan diri.
Beberapa kota yang pernah disemayami pameran oleh Najib, antara lain Solo, Surabaya, Tuban, Malang, Yogyakarta, Jakarta. Ia telah menyelenggarakan pameran tunggal 10 kali yang diselenggarakan di beberapa kota yaitu Solo, Surabaya, dan Jakarta. Pameran terakhirnya bertajuk ‘Di Sebuah Kelokan Tajam’ yang diselenggarakan di Galeri Raos Batu pada 17-22 Desember 2022. Sebanyak 23 karya lukisan yang dipajang dalam ruang pamer. Pada lukisan-lukisan tersebut, Najib menjadikan terapi untuk menghilangkan kesedihan atas kehilangan ibu dan istrinya.
Najib adalah seorang seniman sejati, bukan hanya pada kanvasnya, tetapi juga dalam dunia maya. Laman webnya adalah bukti konkret bagaimana seni dapat berpadu harmonis dengan teknologi. Dalam setiap klik dan gesek layar, karya-karyanya berbicara, mengajak pengunjung untuk merasakan kedalaman setiap goresan. Sehingga, melalui alunan digitalnya yang teratur, ia tetap hadir di antara kita, menerangi batin dengan keindahan yang telah ia torehkan.
“Dia memang luar biasa mempertahankan eksistensi kesenimanannya, unik dan menggebu-gebu. Sisi baiknya, ketika dia memperjuangkan sesuatu, contoh seperti tentang seni rupa, ia sangat teguh pendirian. Apabila terjadi gesekan tidak masalah”, tutur Muchlis Zahidy, sahabat Najib.
Tentang memperjuangkan sesuatu, sepeninggalan Ibu dan istri Najib yang berjarak hanya 1 hari akibat virus corona yang mengguncang peradaban dunia. Sambil menata hati untuk tetap tegar setelah ditinggal orang-orang terkasihnya, Najib harus memperjuangkan kehidupan 4 orang buah hatinya.
“Dia sering mengajak keluar bersama dengan 4 anaknya. Di tahun terakhir ini, dia menjadi sosok ayah dan Ibu yang totalitas”, terang Muchlis.
Najib memulai berbisnis kaligrafi dan kerajinan. Serta membuka peluang bisnis untuk anak-anaknya. Seperti membangun warung kecil di rumahnya, agar tidak berlarut dalam kesedihan. Ia juga telah membangun kolam wisata kecil di belakang rumah, walau belum sepenuhnya selesai.
Di mata sahabat-sahabatnya, Najib adalah sosok yang agamis. Pandai membaca Al-Qur’an, serta sering tampil mengenakan peci dan sarung. Hal ini karena Najib lahir dari keluarga salah satu tokoh agama pada era Soeharto.
“Ini gaya foto yang paling dia sukai”, tutur Muchlis.
Najib Amrullah, dengan kuas dan bakatmu, telah mewarnai dunia ini dengan keindahan yang tak akan pernah pudar. Karya-karyanya akan selalu menjadi bukti keabadiannya dalam sejarah seni. Semoga dalam keabadiannya, dia menemukan kedamaian yang diperjuangkan dalam setiap sentuhan kuas. Pergilah dengan tenang, menuju tempat di mana cinta dan karya seni abadi bersatu. Selamat bertemu dengan Ibu dan istri tercinta di alam keabadian.
“Anak-anakku 3 sudah pada gadis, tapi yang bontot masih SD. Sudah.. Gitu saja (emoji tersenyum)”, merupakan pesan terakhir Najib Amrullah 2 hari sebelum kepergiannya, 19 Agustus 2023.
*Kharisma Nanda Zenmira, penulis seni tinggal di Purwosari- Kab.Pasuruan
meninggal