Obituari Edo Abdullah: Kontemplasi Lelaki Melukis Ragam Kebaikan
Oleh: Ady Amar, Kolumnis.
Perjalanan waktu begitu cepat, seakan tak menyisakan sedikit ruang untuk bisa menghela nafas. Lebih 40 tahun persahabatan kami dibangun, serasa begitu cepat mesti diakhiri. Meski rasanya tak ingin disudahi. Banyak hal yang kita rencanakan pupus oleh perpisahan selamanya.
Tidak ada yang tahu siapa mendahului siapa, pun tak ada yang bisa memilih takdirnya untuk diundur barang sebentar, meski ada tuntutan pekerjaan yang belum diselesaikan.
Tak menunggu waktu meski tak diinginkan, tapi memastikan waktu yang tepat menurut perhitunganNya, bahwa kehidupan mesti disudahi. Jika waktunya tiba, maka tak ada yang bisa menghalangi maut menjemput mencabut roh anak manusia yang terpilih lebih awal menuju kematian. Dan, sahabatku itu mesti mendahului dipanggilNya, Senin (14 Agustus 2023).
Kabar duka itu datang sekitar pukul 22.15. Sahabat Abdullah Ali Lahji meninggal dunia. Dikirim via WhatsApp, sambil memintakan maaf jika ada salah khilafnya, seperti lazimnya berita kematian. Adalah Latif Lahji, adik dari Abdullah, yang mengirimkan berita duka itu, selang 15 menit setelah kematiannya, yang sekitar pukul 22.00.
Menerima kabar itu perasaan sedih-sumpek menggelayuti pikiran. Malam itu mata tak bisa dipejamkan barang semenit pun. Saya putuskan untuk berangkat Selasa pagi. Berharap bisa melihat perpisahan terakhir dengannya. Berharap pula bisa mensholatinya, dan mengantar ke peristirahatan abadinya. Bersyukur keinginan itu kesampaian dalam membersamainya, mensholati dan menguburkannya bersama dengan jamaah lainnya.
Tinggal berdomisili di Bekasi. Hidup rukun dalam kesederhanaan bersama istri, Marwiyah, yang setipe dengannya, ramah dan santun. Dikaruniai 4 anak, 3 lelaki dan satu perempuan: Kindi Adam, Ahmad Royyan, Ghozi Faizul Haq, dan Nasywa Abdullah. Anak-anaknya tumbuh sebagai pribadi yang baik, dan mengecap pendidikan yang cukup. Ada kebiasaannya yang setiap wisuda anaknya, selalu ia mengirimkan foto wisuda sebagai tanda kebahagiannya. Mengajak saya sebagai karibnya untuk merasakan kebahagiannya.
Ia lebih dikenal dengan nama Edo Abdullah ketimbang Abdullah Lahji, atau apalagi nama yang menyertakan sang ayah, Abdullah Ali Lahji. Saya pun memanggilnya dengan Edo. Bukannya ia tak bangga dengan namanya, tetap ia menyertakan Abdullah di belakang nama panggilannya, Edo.
Edo Abdullah dikenal sebagai salah satu disain grafis ternama di eranya, khususnya untuk sampul (cover) buku, yang dimulai pada akhir 80-an sampai awal 2000-an. Entah berapa belas atau bahkan puluh penerbit memakai jasanya, dan entah berapa ribu judul buku-buku genre agama Islam khususnya, yang olehnya dipercantik tampilannya. Tidak seperti era penerbitan sebelumnya, buku tampil apa adanya. Edo bisa dibilang salah satu maestro disain grafis, disamping beberapa nama lagi bisa disebut, diantaranya Gus Balon (Bandung).
Keakraban saya disamping perkawanan sejak ia tinggal di Surabaya, juga diikat dengan kerjasama memakai jasanya. Dalam beberapa tahun ini Edo memutuskan tidak lagi menerima jasa mendesain cover buku, kecuali tetap setia "mendampingi" buku-buku yang saya terbitkan.
Dalam lima tahun belakangan ini, Edo kembali ke habitatnya semula sebagai pelukis. Konsen hanya melukis. Edo memang alumni Fakultas Seni Rupa, IKIP Jakarta. Edo ikut pameran lukis di sana-sini, meski belum menghasilkan apa yang semestinya ia dapatkan. Edo agak terlambat memulainya, meski karya lukisannya tidak bisa dipandang remeh. Lukisan karyanya boleh disebut berkelas. Lewat kontemplasinya yang dalam ia hasilkan karya lukis yang cenderung lebih esoteris sufistik, meski bukan kaligrafi, juga tidak lantas disimbolkan dengan kubah masjid dan tasbih.
Sulit bisa menyebut seni lukis Edo Abdullah beraliran apa, abstraktif. Saya lebih suka menyebutnya aliran abstrak dekoratif. Indah jika diletakkan di dinding, menjadi enak di pandang. Dengan penggunaan warna pastel lembut dan terkadang warna menyolok sebagai aksentuasi tegas pada bidang tertentu, menjadi penuh warna.
Edo Abdullah lelaki yang sebenar-benar sederhana. Tepat jika disebut sederhana organik. Hidup tidak dibuat-buat menjadi apa adanya. Tapi Edo juga lelaki penuh warna dalam kehidupan kesehariannya. Aktif dalam kehidupan kemasyarakatan dan politik di seputaran Bekasi. Sehingga di rumah duka tampak beberapa karangan bunga dari tokoh politik lokal, khususnya Partai Amanat Nasional (PAN), di mana ia pernah berkhidmat. Meski belakangan ini ia tidak lagi aktif, tapi agaknya perkawanan akrab menyebabkan ia masih mendapat penghargaan selayaknya.
Terlihat di rumah duka tidak putus sejak pagi kawan dan handai taulan bertakziah, dan tidak sedikit pula yang mensholatkan dan mengantar ke pemakaman. Edo aktif sholat 5 waktu di masjid dekat kompleks rumahnya. Sehingga keluarga memutuskan agar jenazah disholatkan di masjid itu.
Setelah sholat Dhuhur dan menjelang sholat jenazah, ketua takmir berdiri memberi sambutan tepat di depan jasad jenazah yang membujur kaku. Katanya, Allahyarham Bapak Abdullah adalah salah satu orang yang berinisiatif menjadikan mushola ini menjadi masjid. Juga disebutnya bahwa Allahyarham sebagai pengurus periode pertama yang aktif, dan sampai saat ini didapuk sebagai panasehat.
Saya, dan tentu jamaah lain merasakan ketakjuban ruhani melihat sosok Allahyarham yang demikian itu. Semoga jadi amalan pemberat timbangan menuju surgaNya.
Oh iya, satu lagi kesaksian yang saya lihat dan dapati, itu tentang amalan Allahyarham yang terpuji, yang sulit dicari pembandingnya. Suatu waktu saya mampir ke rumahnya melihat hasil disain cover buku yang saya pesan, seperti yang saya lakukan jika ke Jakarta saya sempatkan mampir ke Bekasi. Sambil saya bawa amplop haknya atas pekerjaannya. Hal biasa jika ia tidak lihat isinya, hanya ucapan terima kasih dan amplop diletakkan di bufet ruang tamu.
Tidak lama kemudian ada seorang kawannya datang mengucap salam dan hanya berdiri di luar pintu, dan dengan keramahannya Edo mempersilakan masuk. Tamu itu menolak karena buru-buru, dan gak lama Edo masuk lalu membuka amplop tadi menghitung dan memberikan sebagian pada tamunya, berusaha tanpa saya tahu. Saya tanya, untuk apa uang tadi. Jawabnya, dia butuh untuk anaknya. Lho, bukannya uang itu untuk bayar semesteran. Karena sebelumnya, Edo katakan bahwa amplop dari saya tadi untuk bayar semesteran salah satu anaknya. Jawaban Edo mencengangkan saya, bahwa kawan yang datang itu sangat butuh, dan ia mustahil bisa menolaknya. Subhanallah.
Selamat jalan sahabat terbaikku "Edo" Abdullah Ali Lahji, in Syaa Allah surga menantimu. Dan, maafkan jika karibmu ini hanya mampu bercerita sebagian kecil dari kisah kebaikanmu yang begitu banyak dan beragam, dan bisa jadi luput dari ingatan. *
Advertisement