Obat Sirup Tak Boleh Sementara, Ini Kendala yang Ditimbulkan
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melarang sementara waktu penggunaan obat sirup untuk anak-anak. Aturan ini sudah berjalan selama empat hari. Aturan ini untuk menanggapi kasus gangguan ginjal misterius pada anak. Diduga, obat sirup mengandung cemaran etilen glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG).
Kini, dokter dan faskes meresepkan obat racikan atau puyer sebagai penganti obat sirup. Kondisi ini, menurut dokter spesialis anak, dr Benny Herlianto SpA dari National Hospital Surabaya, agaknya menimbulkan beberapa kendala, terutama bagi anak-anak.
Obat Puyer Lebih Pahit dari Sirup
Beralihnya obat sirup ke puyer ibaratkan kembali ke zaman lampau. Dulu, semua obat adalah racikan. Anak-anak yang terbiasa mengonsumsi obat sirup dengan rasa manis akan kesulitan mengonsumsi puyer yang rasanya pahit.
"Masalah terutama bagi anak-anak ya, karena puyer itu meskipun dikasih gula rasanya tetap pahit. Lebih ke arah efikasinya," katanya.
Jam Pelayanan akan Lebih Lama
Ketika obat-obatan untuk anak-anak beralih ke puyer atau racikan, maka apoteker butuh waktu lebih lama untuk membuatnya. Hal ini tentu berakibat pada jam pelayanan yang molor.
"Sebab obat puyer harus diracik dan tentunya butuh waktu," imbuh dokter Benny.
Risiko Kesalahan Meracik Obat juga Bisa Terjadi
Dokter Benny mengungkapkan, obat racikan membutuhkan waktu dan beberapa orang untuk meraciknya. Bisa saja terjadi kesalahan dalam meracik obat. "Karena kalau diracik butuh beberapa tangan kan, proses peracikannya itu lebih rawan. Jadi memang risikonya ada," terangnya.
Sebenarnya, obat sirup ini adalah obat yang dosisnya sudah sesuai takaran. Dengan dihentikan sementara penggunaannya, ada beberapa kendala di lapangan yang muncul, khususnya bagi anak-anak.
"Mulai dari pasien susah minum obat, jadinya obat diminum tidak teratur. Jam pelayanan lebih lama dan lainnya, meski demikian untuk kebaikan bersama tetap dijalankan tidak menggunakan obat sirup dulu sampai pengumuman lebih lanjut," tandasnya.
Advertisement