Nyekar dan Maleman, Tradisi Jelang Akhir Ramadhan
Lebaran sudah di depan mata. Biasanya ada dua tradisi yang dilakukan masyarakat menjelang datangnya Hari Raya Idul Fitri, yakni "Maleman" dan "Nyekar".
Maleman merupakan tradisi untuk membagikan nasi kotak kepada tetangga pun sanak saudara. Pembagian nasi ini sebagai perwujudan lain dari sedekah. Di Jawa Timur, khususnya di Jombang, Maleman dilakukan pada malam ganjil di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Hal ini bertujuan agar bisa bertepatan dengan malam Lailatul Qadar.
Lebih lanjut, nasi kotak yang dibagikan berisi nasi putih, ayam bumbu bali, mie bihun, dan sambal goreng kentang. Menu tersebut biasanya dimasak sendiri. Namun tak sedikit pula yang memesan di ketering.
Salah satu warga Jombang yang melestarikan tradisi ini adalah Saminit. Dia pedagang telur dan sayuran di Pasar Cukir, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang. Saminit setiap tahunnya mengirimkan sekitar 15 bungkus nasi kotak yang dibagikan kepada saudara terdekatnya.
Menurut cerita Saminit, tradisi maleman dilakukannya sebagai wujud rasa syukur kepada Allah. Dia masih bisa "berjumpa" dengan bulan Ramadhan tahun ini.
“Itu sudah tradisi mengirim nasi kotak buat Maleman. Biasanya malam ganjil, tujuan saya buat sedekah saja dan rasa syukur atas nikmat bisa bertemu Ramadhan,” katanya kepada Ngopibareng.id, pada Jumat 22 Mei 2020.
Saminit menjelaskan lebih lanjut, dirinya berharap saat Maleman bisa meraih Lailatul Qadar. "Sebelum Ramadhan juga saya membagikan nasi kotak. Tujuannya untuk menyambut datangnya bulan suci Ramadhan," imbuhnya.
Selain Maleman, tradisi lainnya yang menandakan berakhir bulan Ramadhan adalah Nyekar. Menjelang Lebaran, sebagian besar umat muslim berziarah ke makam keluarga maupun leluhurnya. Tradisi ini sering disebut dengan istilah 'Nyekar'. Tradisi ini tetap lestari secara turun temurun.
Dari pantauan Ngopibareng.id, salah satu makan berlokasi di Desa Kwaron, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, terlihat sekitar dua puluh peziarah memadati makam tersebut.
Para peziarah datang silih berganti. Pemandangan ini terlihat sejak lima hari menjelang Lebaran. Mereka datang secara rombongan maupun berpasangan. Cara berdoanya pun beragam, ada yang memakai pengeras suara. Namun, ada yang membaca sendiri surat Yassin dan Tahlil secara khusyuk.
Selesai berdoa, para peziarah akan menaburkan bunga sebagai penanda bahwa makam tersebut telah dikunjungi keluarganya.
Namun sayang, saat pandemi corona atau Covid-19 seperti saat ini, ada sebagian peziaran yang taat dengan imbauan pemerintah dengan menggunakan masker. Sedangkan sebagian lainnya, tidak menggunakan penutup hidung dan mulut.
Di antara para peziarah adalah pasangan lansia Qoni’ah dan Sutoyo. Warga asli Bandung, Kecamatan Diwek ini mendoakan mendiang ibu, mertua, anak laki-laki kelimanya, kakak kandung.
Tradisi Nyekar, bagi Qoni'ah dan Sutoyo, memiliki makna mendekatkan diri kepada Tuhan melalui bacaan doa yang dipanjatkan di makam.
"Selain menjelang Ramadhan dan Lebaran, kami biasa nyekar setiap malam Jumat legi," ujar pasangan tersebut.
Pasangan Qoni’ah dan Sutoyo membawa buku doa kecil yang dipakai sebagai panduan selama melantunkan ayat-ayat suci. Sayangnya, mereka tidak mengenakan masker.
Mereka beranggapan corona tidak berpengaruh apapun. Bahkan mereka tak takut tertular. Qoni’ah dan Sutoyo juga meyakini jika tidak takut mati lantaran kematian sudah sesuai takdir.
“Saya nyekar hanya untuk mendekatkan diri kepada Allah saja. Sekaligus mendoakan keluarga yang sudah meninggal. Saya juga nggak takut corona karena hidup atau mati sudah ada yang mengatur,” katanya.
Di sisi lain, para peziarah juga tampak memadati Makam Islam Desa Tebuireng yang berlokasi satu kilometer dari makam Desa Kwaron. Menjelang waktu Maghrib tampak seorang pemuda khusyuk memanjatkan doa di depan sebuah makam.
Dia adalah Aulia Yusron, pemuda asli desa Cukir, Kecamatan Diwek. Dia mendoakan arwah ayah kandungnya yang sudah meninggal sejak 2005 silam. Pemuda berkacamata itu biasa nyekar ke makam pada awal dan akhir puasa.
Berbeda dengan peziarah yang lain, Yusron masih memperhatikan protokol Covid-19 dengan mengenakan masker dan membersihkan tangannya pakai hand sanitizer.
“Ini sebagai tradisi sebelum Lebaran, kalau mendoakan secara langsung lebih nyambung. Saya pun memakai masker dan membawah hand sanitizier untuk antisipasi dan sesuai imbauan pemerintan selama pandemi corona,” tuturnya.
Advertisement