Nyala Yoes Wibowo
Nyala Api menjadi tema yang pas bagi pameran tunggal lukisan karya Yoes Wibowo. Betapa tidak? Sebagai perupa ia betul-betul bernyala, berani, menembus batas dalam unjuk karya. Meletupkan api baru dalam karya seni.
Ada dua batas yang ditembus sekaligus. Batas psikologis dan batas geopolitik. Masih jarang perupa asal Jawa Timur yang berani pameran tunggal di Yogyakarta. Yoes Wibowo melakukannya. Perupa yang kini tinggal di Desa Semambung Pasuruan.
Diakui atau tidak ada psikologi superioritas dan inferioritas diantara perupa Yogyakarta dan Jawa Timur. Yogyakarta sebagai sumbu kebudayaan Jawa dianggap lebih superior. Sementara Jawa Timur lebih inferior. Tidak hanya dalam seni rupa, tapi juga kesenian lainnya.
Meski makin lama makin cair, perupa Yogyakarta menduduki strata sosial lebih tinggi dibanding daerah lainnya. Apalagi, Yogyakarta juga menjadi pusat pendidikan seni yang bisa menambah nilai superioritas atas wilayah lainnya.
Secara geopolitik juga ada batas yang ikut menyumbangkan psikologi itu. Meski Jawa Timur pernah menjadi pusat kekuasaan lewat kerajaan Majapahit, namun ia tidak meninggalkan jejak fisik kebesarannya. Sementara Yogyakarta, keraton Mataram masih eksis sampai sekarang.
Yoes mengakui ada batas itu. Ia bercerita dalam group whatsapp yang isinya para perupa Jawa Timur pernah ada yang nyeletuk siapa diantara mereka yang berani pameran tunggal di Yogyakarta. “Langsung saya jawab berani. Dan ini pembuktian keberanian saya,” katanya usai pembukaan pameran Nyala Api.
Mungkin Yoes Wibowo bukan orang pertama yang berani menembus dua batas itu. Tapi, melalui Nyala Api yang menjadi pilihan titel pameran tunggalnya, ia betul-betul mengobarkan api keberanian sebagai perupa. Keberanian menembus batas imajinasi psikologis dan sosiologis dunia kesenian.
Yoes yang dulu dikenal sebagai sketser dan pelukis mural memang sangat serius. Transformmasi yang sungguh-sungguh. Dari perupa yang --meminjam istilah kuratornya sekaligus pemilik galery Sitok Srengenge-- "menye-menye" ke periode perupa terbaik dan serius. Dengan karya yang menginterpretasi sejarah.
Yoes berani menginterpretasi relief yang ada pada candi-candi di Jatim ke dalam goresan cat air di atas kertas. Ia menelusuri relief-relief candi. Lalu relief yang menggunakan media batu itu diterjemahkan dalam karya lukis penuh warna ke dalam media kertas dengan warna cat air.
Di mata Sitok, kerja keras Yoes ini patut diapresiasi. Karena ia menginterpretasikan sejarah yang menempel di candi ke dalam media baru. Dengan demikian, katanya, Yoes bisa menyambungkan sejarah masa lalu dengan generasi sekarang.
Yoes tidak hanya mewarnai relief yang berwarna kusam. Tapi juga menginterpretasi relief itu menjadi lebih hidup. Karena itu, Sitok berharap agar pameran tunggal Yoes Wibowo lewat Nyala Api ini bisa menumbuhkan kesadaran baru terhadap sejarah leluhur kita.
Bisa juga disebut Yoes sebagai orang seni sedang menginterpretasikan karya seni. Jelas relief di Candi adalah karya seni. Meski, ia dibikin untuk mencatat sejarah tentang seorang tokoh. Juga sebagai ekspresi pendarmaan untuk kepentingan beribadat. Secara antropologi, candi jelas menjadi bagian dari sejarah yang merefleksikan kehidupan pada zaman dibuatnya.
Pengajar UGM Andi Putranto menyebut relief pada candi sebagai ekspresi seni dan religi. Relief di candi mengandung makna simbolis. Ia bisa dalam bentuk cerita maupun hias. Cerita bisa diambil dari kitab ajaran agama maupun kitab purana atau purwacerita. Apapun itu semua, di balik relief itu selalu mengandung makna simbolik.
Dalam kaitan ini, pameran lukisan yang merupakan reinterpretasi relief candi ini merupakan kerja seni sekaligus sejarah. Yoes bisa disebut sebagai seniman yang sedang manarasikan sejarah dan simbol-simbol masa lalu dalam bahasa kekinian. Bahasa kekinian itu berupa narasi lukisan. Membuat narasi yang kusam menjadi ekspresif.
Ide inilah yang menjadikan ia bisa menembus batas psikologis dan geopolitik di dunia kesenian, termasuk senirupa. Yoes dengan karya-karyanya ini layak tampil dalam panggung besar yang selama ini bikin banyak perupa ragu bisa menembusnya. Yoes telah menembus batas dan akan membuatnya makin besar jika tak berhenti sampai di sini.
Kali ini, dia menginterpretasikan relief candi ke dalam media kertas dan cat air. Meski ia telah berhasil memperlakukan cat air dari sekadar lukisan cat air yang biasa, namun tetap ada batas karena ukuran kertas yang terbatas. Ia perlu mengekplorasi lagi media lain dalam karya-karya berikutnya. Misalnya, mengaplikasikan karya seni relief candi ke dalam kanvas.
Rupanya ia sudah memikirkan itu. Tampaknya ia sudah menyusun agenda baru untuk menampilkan karya baru setelah pameran Nyala Api di galeri milik Sitok Srengenge ini. Ia membocorkan telah menyiapkan sebuah pameran lagi di Sangkring Art Space Yogyakarta milik maestro Putu Sutawajaya.
Yang pasti Nyala Api Yoes Wibowo bukan sekadar pameran seni. Ia adalah pameran keberanian dari seorang perupa dari Jatim untuk menembus batas yang selama ini ada dalam alam bawah sadar banyak seniman kita. Harus banyak lagi perupa seperti Yoes yang berani menembus batas seperti ini. (Arif Afandi)