Gus Baha' Berduka, Nyai Yuhanidz Noersalim Meninggal Dunia
Innalillahi Wa Inna Illahi Raji'un. Telah meninggal dunia, Nyai Hj Yuhanidz Noersalim, ibunda KH Bahauddin Nursalim (Gus Baha), Rabu pagi, 15 April 2020. Jenazah akan dimakamkan pukul 14.00 WIB, di kompleks Pondok Pesantren Al-Qur'an Desa Narukan Kec. Kragan, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah.
"Semoga amal ibadah almarhumah diterima oleh Allah SWT serta keluarga yang ditinggalkan agar tabah dan sabar dalam menghadapi musibah ini," tutur Ahmad Muhammad, salah seorang santri pengagum Gus Baha.
Sejak beberapa hari terakhir, Gus Baha memang terlihat sedih. Bahkan, sempat beredar foto Gus Baha' ketika menunggui Sang Bunda ketika dirawat di suatu rumah sakit.
Gus Baha' memang telah menjadi perhatian secara luas umat Islam, karena dakwahnya yang disampaikan dengan ceria. Berbeda dengan para juru dakwah yang kerap tampil garang yang banyak beredar di media soal.
Akan halnya hubungan Gus Baha dan ibundanya, ada rahasia yang sempat terungkap sebagai amalan harian Gus Baha. Gus Mahasin, kakak Gus Baha' suatu ketika mengungkapkan:
"Sebenarnya Baha itu tidak memiliki amalan apa-apa, biasa-biasa saja. Shalat ya..biasa tidak lebih, wirid ya..jarang. Tapi.., setiap pagi dia selalu mijiti ibunya, dengan membawa serta istri dan anak-anaknya.."
Gus Baha, kini pengasuh pesantren Alquran di Kragan, Narukan, Rembang, melanjutkan perjuangan ayahandanya. Kiai Nur Salim adalah murid dari Kiai Arwani Kudus dan Kiai Abdullah Salam, Kajen, Pati.
Nasabnya bersambung kepada para ulama besar. Bersama Kiai Nur Salim inilah Gus Miek (KH Hamim Djazuli) memulai gerakan Jantiko (Jamaah Anti Koler) yang menyelenggarakan semaan Al-Qur’an secara keliling. Jantiko kemudian berganti Mantab (Majelis Nawaitu Topo Broto), lalu berubah jadi Dzikrul Ghafilin. Kadang ketiganya disebut bersamaan: Jantiko-Mantab dan Dzikrul Ghafilin.
Mencermati kesan dari para muhibbin atau fans Gus Baha, mengikuti pengajiannya itu menyenangkan. Islam menjadi terasa begitu mudah dan lapang. Ger-geran menjadi bagian tak terpisahkan dari isi ceramahnya yang mendalam dan luas.
Diam-diam, Gus Baha juga menjadi inspirasi bagi para santri pesantren salafiyah (tradisional), bahwa kedalaman ilmu seorang santri, pada akhirnya akan melampaui gelar-gelar akademik.
Gus Baha adalah sosok yang sederhana. Ada cerita tentang pernikahannya yang mungkin bisa menjadi inspirasi bagi para “pejuang Islam” yang masih sorangan wae (jomblo). Ia dijodohkan oleh pamannya untuk menikahi seorang Ning, putri salah seorang pengasuh pesantren Sidogiri.
Sebelum akad nikah, Gus Baha menghadap calon mertuanya untuk meyakinkan bahwa beliau tak salah pilih menantu. Ia menjelaskan dirinya yang jauh dari kemewahan dan hanya bergumul dengan dunia keilmuan. Dijelaskan seperti itu mertuanya malah semakin yakin tak salah pilih. “Klop,” katanya dengan mantap.
Saking sederhanya, sampai saat ini hanya ada satu artikel tentang Gus Baha yang lumayan lengkap dan di-copy paste dalam berbagai media termasuk dirujuk dalam artikel ini. Belum tersedia semacam biografi yang komprehensif yang menjelaskan sosok kiai pesantren yang alim ini.