Nur Muhammad dalam Tradisi Tasawuf, Begini Respon Muhammadiyah
Dalam tradisi tasawuf, seluruh makhluk Allah diyakini berasal dari Nur Muhammad. Ada banyak versi memang penjelasan tentang Nabi Muhammad dalam kerangka kosmologi. Abdul Karim Al-Jili dalam Kitab Insan Kamil, menganggap Nur Muhammad sebagai sesuatu yang qadim. Ibnu ‘Arabi menganggapnya qadim dalam kapasitasnya sebagai ilmu Tuhan dan hadits ketika ia berwujud makhluk.
Meski ada perbedaan, pada dasarnya dalam tradisi tasawuf sepakat bahwa Nur Muhammad telah ada sebelum adanya segala sesuatu di alam ini. Keyakinan mereka ini merupakan bentuk penghormatan kepada Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam (SAW). Sebab posisi Muhammad sebagai nabi dan rasul dapat dikatakan sebagai miniatur makhluk mikrokosmos karena pada diri beliau merupakan tajalli Tuhan paling sempurna.
Di kalangan pesantren, khususnya yang mendalami tasawuf dan praktik tarekat, Nur Muhammad diyakini sebagai bentuk penghormatan tertinggi kepada Nabi Muhammad SAW dan, karena itu, selalu ada anjuran mengucapkan dan membaca Shalawat Nabi setiap waktu.
Di kalangan pesantren dianjurkan bershalawat dengan menata niat:
Pertama, Dalam memenuhi perintah Allah untuk bershalawat;
Kedua, Dalam ikhtiar membayar hak Rasulullah SAW,
Ketiga, Berharap adanya Syafaaat dari Rasulullah SAW pada saat di Hari Kemudian; dan
Keempat, Shalawat menjadi wasilah dimudahkan doa-doa agar terkabul.
Pandangan Muhammadiyah
Namun, apakah benar seluruh alam semesta ini berasal dari Nu Muhammad?
Dalam Fatwa Tarjih yang terdapat di Majalah Suara Muhammadiyah No. 23 tahun 2006 menjelaskan bahwa jika kisah tentang Nur Muhammad sebagai asal usul alam semesta sesuai dengan al-Quran atau as-Sunnah al-Maqbulah, maka dapat diterima.
Sebab Al-Quran telah menjelaskan bahwa manusia diciptakan dari tanah, kemudian dari nutfah, termasuk juga para khalifah yang empat: Sayidina Abu Bakar bin Abi Qahafah radhiyallahu ‘anhu (RA), Sayidina Umar bin Khathab RA, Sayidina Utsman bin Affan RA, dan Sayidina Ali bin Abi Thalib Karamallahu wajhahu.
Bagi Muhammadiyah, Nabi Muhammad SAW adalah teladan dan model manusia paripurna. Keyakinan apapun yang berkaitan dengan Nabi haruslah bersumber dari Al-Quran atau Hadits.
Menurut Ketua PP Muhammadiyah Prof Syafiq A Mughni, di luar dua sumber itu hanya spekulasi atau imajinasi, yang dalam bahasa Antropologi disebut dengan mitos (myth), dan dalam bahasa Islam disebut dengan takhayyul (hayalan) atau khurafat (cerita yang sumbernya tidak jelas).
Pemikiran spekulatif atau imajiner seperti itu menarik untuk dikaji, tetapi tidak perlu dipercaya.
Advertisement