NU Tak Pernah Bicara Figur Capres-Cawapres, Ini Penjelasan Kiai Said Aqil
"Siapa pun yang datang meminta restu ke PBNU akan kita doakan, demikian juga cawapres," kata Kiai Said Siroj.
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (NU) Kiai Said Aqil Siroj mengatakan, organisasi Islam yang dipimpinnya tak akan pernah membicarakan figur atau dukungan kepada calon presiden dan wakil presiden. NU juga bukan partai politik yang bisa memberikan dukungan atau sikap politik.
"Siapa pun yang datang meminta restu ke PBNU akan kita doakan, demikian juga cawapres," kata Kiai Said, tanpa menyebut detail siapa yang datang, pada ngopibareng.id.
Namun demikian, sebagai organisasi massa terbesar yang memiliki 91 juta orang anggota, NU berharap calon presiden dan wakil presiden memiliki sikap yang baik. Di antaranya adalah berkapasitas, bersih, berani, dan sportif.
Saat disinggung munculnya wacana untuk mengusung Kiai Said menjadi calon wakil presiden mendampingi Presiden petahana Joko "Jokowi" Widodo, alumnus santri Lirboyo Kediri ini kembali tertawa.
"Saya ndak ada potongan jadi cawapres," ujarnya, yang belum lama ini mendirikan Said Aqil Siroj Institute (SAS Institute).
Dengan pernyataan tersebut, sekaligus Kiai Said menepis kabar yang berkembang bila PBNU telah memberikan rekomendasi empat nama kepada Presiden Joko Widodo. Yang mengherankan, nama Kiai Said pun muncul bersama Kiai Ma'ruf Amin, Muhaimin Iskandar dan Romahurmuzy. Sedang Prof. M Mahfud MD tidak tercantum.
"...sebagai organisasi massa terbesar yang memiliki 91 juta orang anggota, NU berharap calon presiden dan wakil presiden memiliki sikap yang baik. Di antaranya adalah berkapasitas, bersih, berani, dan sportif."
Soal Ijtima Ulama
Terkait Ijtima Ulama, Kiai Said minta masyarakat memahami kriteria ulama. Ia tak ambil pusing dengan Ijtima yang dilakukan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama bersama tokoh nasional. Forum itu dinilai tak mewakili ulama di Indonesia.
Kiai Said Aqil Siroj pun ketawa saat dimintai tanggapan tentang Ijtima yang dilakukan GNPF Ulama yang membahas calon presiden dan wakil presiden 2019 di Hotel Menara Peninsula Jakarta. Bahkan Kiai Said sempat tak tahu apa itu GNPF. Helmy Faishal Zaini, Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal Indonesia yang berasal dari NU, kemudian memberi penjelasan.
Kiai Said Aqil yang sempat bingung dengan istilah GNPF langsung tertawa usai mengetahui jika yang dimaksud adalah alumnus gerakan 212. Menurut dia, mereka yang tergabung dalam GNPF bukanlah ulama.
"Ulama yang mana, yang tukang pidato itu? Ulama itu Kiai Djazuli (Ahmad Djazuli Utsman), Kiai Dimyati, Kiai Mustofa Bisri," kata Kiai Said.
Karena tak mengakui sebagai ulama, Kiai Said menolak mengomentari pertemuan GNPF bersama pimpinan partai politik tersebut. Dia justru meminta masyarakat tak keliru memahami kriteria ulama agar tak menimbulkan kesalahpahaman.
Dalam catatatan ngopibareng.id, sejumlah tokoh politik menghadiri undangan GNPF Ulama di Hotel Menara Peninsula, Jakarta, belum lama ini. Mereka adalah para ulama alumni gerakan 212 yang tengah membicarakan calon presiden untuk diusung dalam pilpres 2019.
Beberapa tokoh politik yang hadir antara lain Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto yang tiba pertama kali. Disusul politikus Partai Keadilan Sejahtera Ahmad Heryawan, Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Sandiaga Uno, Gubernur DKI Anis Baswedan, Ketua Umum Partai Bulan Bintang Yusril Ihza Mahendra, serta Ketua Umum Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan.
Selain itu, Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera Salim Segaf Al-Jufri, Ketua Umum Partai Berkarya Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Sugiyono dan Fadli Zon, Sekretaris Jenderal Partai Amanat Nasional Eddy Soeparno, dan Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera turut di antara peserta Ijtima. Mereka pun datang memenuhi undangan GNPF.
Ijtima Ulama ini membahas soal kriteria pemimpin bangsa yang terdiri atas kriteria umum dan khusus. Kriteria umumnya adalah beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT Yang Maha Kuasa, memiliki ilmu, dan kompeten dalam penyelenggaraan negara yang konsisten dengan pembukaan UU 1945.
Lantas kriteria khususnya adalah memiliki keberpihakan kepada pribumi dan umat Islam, mampu menjaga kedaulatan negara, melindungi segenap bangsa dan negara dari intervensi pihak asing, serta bebas dari komunisme, liberalisme, sosialisme, kapitalisme, dan aliran sesat. (adi)
Advertisement