NU dan Muhammadiyah: Yang Menang Jangan Jumawa, yang Kalah Legawa
Menjelang pelaksanaan perayaan demokrasi, Pemilu tanggal 14 Februari 2024, para tokoh tengah merapatkan diri. Mereka melakukan deklarasi dan imbauan agar Pilpres berlangsung damai dan aman.
Dua organisasi kemasyarakatan Islam besar Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, berharap pemilihan presiden tetap kondusif hingga seluruh prosesnya selesai.
NU dan Muhammadiyah mendorong agar pemilihan presiden bisa berlangsung dengan jujur, adil, dan transparan sesuai asas pemilu yang telah disepakati bersama.
“Kami gembira kampanye berjalan lancar, tak ada insiden yang mengganggu proses politik ini. Harapan kita tetap lancar sampai selesai, apa pun hasilnya kita terima,” kata Sekretaris Jenderal PBNU Saifullah Yusuf di Jakarta, Jumat (9 Februari 2024) di Jakarta.
Wujud Kedaulatan Rakyat
Sekjen PBNU tersebut, melakukan pertemuan khusus dengan Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu'ti di Jakarta. Kedua tokoh organisasi Islam moderat di Indonesia, menyatakan harapannya akan keberlangsungan pesta demokrasi dengan nyaman dan damai.
Gus Ipul, sapaan akrabnya, tidak memungkiri bahwa suhu politik memanas selama proses pilpres ini berjalan, akan tetapi semua pihak bisa menempatkan diri dengan baik dan memaklumi sebagai bagian dari dinamika politik.
Jika ada imbauan oleh sementara kalangan dan harapan agar pemilu bebas dari pelanggaran, Gus Ipul, melihat hal itu lumrah.
“Saya sekian kali berkontestasi di pemilu dan selalu ada imbauan agar tidak ada kecurangan,” katanya.
Instrumen yang ada, kata Gus Ipul, dapat digunakan oleh pihak yang tidak puas dengan jalan menempuh jalur-jalur yang sudah disiapkan oleh konstitusi.
Melanjutkan Gus Ipul, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengatakan semua pihak harus menerima apa pun hasil pemilihan presiden sebagai hasil pilihan rakyat dan wujud kedaulatan rakyat.
Ia pun berpesan agar pihak yang menang maupun yang kalah bisa bersikap patut dan menempatkan kepentingan bangsa di atas kepentingan pribadi atau kelompok.
“Yang menang jangan jumawa, yang kalah legawa. Setelah pemilu kembali bersatu,” katanya.
Menurut Mu’ti akan bagus bila setelah pemilihan presiden ada proses rekonsiliasi dan akomodasi sehingga tidak ada istilah “the winner takes it all”, yang menang mengambil semuanya sementara yang kalah disingkirkan.
“Saya kira itu bukan bagian dari karakter dan sistem politik kita. Kita tidak mengenal pemerintah yang berkuasa dan partai yang oposisi. Semua adalah bagian dari pilar demokrasi Indonesia,” ujarnya.
Gus Ipul dan Abdul Mu’ti berharap tidak ada pihak yang mengerahkan massa manakala terjadi perselisihan hasil pemilihan presiden dan menyerahkannya pada mekanisme hukum.