NU Melawan Pengasong Kebencian, Ini Pengakuan Mantan PM Australia
Alexander Downer, mantan Perdana Menteri Australia, mengapresiasi adanya gerakan organisasi Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU) yang secara tegas melawan polarisasi masyarakat di Nusantara. Menurutnya, NU secara tegas melawan pengasong kebencian.
“...Dengan media sosial, sejumlah kecil ekstremis dapat berkomunikasi secara global satu sama lain, di mana pun mereka berada. Seorang perekrut ISIS di Suriah dapat membujuk tiga gadis di London Timur melarikan diri dari rumah untuk bergabung dengan kultus kematian. Dengan mengklik tombol, seorang penyerang di Selandia Baru dapat mengambil inspirasi bejat dari seorang pembunuh massal Norwegia."
Demikian dikatakan Alexander Downer, mantan Perdana Menteri Australia, dikutip ngopibareng.id dari The Sunday Times edisi 17 Maret 2019.
Keterkaitan ini, menurutnya, tidak ada sampai beberapa tahun yang lalu, ketika Osama bin Laden akan berkomunikasi dengan para murid Al-Qaeda dengan kaset selundupan - dan itu berarti bahwa tidak ada masyarakat yang dapat kebal dari jaringan global ekstremisme.
"Memecah jalur komunikasi ini - dan sejauh mungkin menghapus konten ekstremis dari internet - harus menjadi prioritas tinggi bagi pemerintah barat, terutama yang seperti Inggris dan Selandia Baru yang termasuk dalam kemitraan keamanan Five Eyes dan dapat bekerja sama dalam tugas ini," tutur Downer.
"Di Indonesia, misalnya, gerakan Nahdlatul Ulama, dengan keanggotaan hingga 30 juta Muslim, melakukan pekerjaan luar biasa untuk melawan polarisasi masyarakat Indonesia dan memperkuat kohesi sosial. Dengan menantang ajaran lama dalam tradisi Islam yang digunakan untuk membenarkan kebencian dan kekerasan, mereka membuat serangan seperti pemboman Bali di masa depan lebih kecil kemungkinannya.”
Mengapa, misalnya, rekaman mengerikan dari serangan Jumat begitu banyak tersedia di YouTube, Facebook, dan Twitter?
Menurut Downer, hal itu hanya akan mendorong lebih banyak kekerasan.
Hal penting kedua adalah bekerja sama dengan pihak yang tepat yang telah berusaha untuk menghapus ekstremisme - dan menciptakan tekanan atas mereka yang memperburuknya.
"Di Indonesia, misalnya, gerakan Nahdlatul Ulama, dengan keanggotaan hingga 30 juta Muslim, melakukan pekerjaan luar biasa untuk melawan polarisasi masyarakat Indonesia dan memperkuat kohesi sosial. Dengan menantang ajaran lama dalam tradisi Islam yang digunakan untuk membenarkan kebencian dan kekerasan, mereka membuat serangan seperti pemboman Bali di masa depan lebih kecil kemungkinannya.”
Demikian pengakuan Alexander Downer. Ia memberikan komentar, menyusul adanya aksi terorisme di dua masjid saat Shalat Jumat, 15 Maret 2019, di kota Christchuch, Selandia Baru. Dalam aksi terorisme itu, terjadi di Masjid Al Noor di dekat Hagley Park.
Pelaku mengenakan pakaian ala militer membuka tembakan ke arah sekitar 300 jamaah yang menunaikan Shalat Jumat.
Teror itu berlanjut, terjadi di masjid yang terletak di Linwood di pinggiran kota Christchuch. Tercatat 49 orang meninggal dunia dan 20 lainnya mengalami cedera, termasuk dua warga negara Indonesia.
Sejauh ini semua masjid di Selandia Baru diminta ditutup untuk sementara waktu. Salah seorang pelaku serangan diketahui sebagai Brenton Tarrant yang menyiarkan aksinya secara langsung di Facebook Live. (adi)