NU di Antara Hisab dan Rukyat Internasional
Perbedaan Idul Fitri seperti biasanya, menjadi hal yang biasa di kalangan umat Islam di Nusantara. Sikap tenggang rasa menjadikan suasana perbedaan tetap nyaman.
NU, selain mempunyai banyak pakar ilmu hisab, juga melakukan penetapan 1 Syawal dengan rukyatul hilal. Berbeda dengan Muhammadiyah, yang melulu dengan hisab.
Tahun ini, NU agaknya bersamaan dengan keputusan pemerintah. Guna memahami hal itu, pemahaman antara hisab dan rukyat, berikut pandangan Ust Ma'ruf Khozin, Pengasuh Pesantren Raudlatul Ulum Suramadu:
Nahdlatul Ulama (NU), secara Fikih ikut Mazhab Syafi'i. Tentu dalam masalah penentuan awal Ramadan dan Hari Raya menggunakan Rukyat. Haditsnya juga sudah jelas.
Pesantren di kalangan NU yang menggunakan ilmu hisab sudah ada sejak lama. Sebab di antara 4 Mazhab yang mengakomodir ilmu hisab adalah Syafi'iyah, seperti penjelasan:
أَمَّا قَوْلُ الْمُنَجِّمِيْنَ فَهُوَ إِنْ كَانَ مَبْنِيًّا عَلَى قَوَاعِدَ دَقِيْقَةٍ فَإِنَّا نَرَاهُ غَيْرَ مُنْضَبِطٍ بِدَلِيْلِ اخْتِلَافِ آرَائِهِمْ فِي أَغْلَبِ الْأَحْيَانِ وَهَذَا هُوَ رَأْيُ ثَلَاثَةٍ مِنَ الْأَئِمَّةِ وَخَالَفَ الشَّافِعِيَّةُ
“Adapun pendapat ahli hisab, jika berdasarkan kaidah yang akurat, maka menurut kami tidaklah tepat, sebab pendapat mereka pasti berbeda. Ini pendapat beberapa imam, KECUALI MADZHAB SYAFIIYAH (al-Madzahib Arba’ah 1/873)
الشَّافِعِيَّةُ قَالُوْا : يُعْتَبَرُ قَوْلُ الْمُنَجِّمِ فِي حَقِّ نَفْسِهِ وَحَقِّ مَنْ صَدَّقَهُ وَلَا يَجِبُ الصَّوْمُ عَلَى عُمُوْمِ النَّاسِ بِقَوْلِهِ عَلَى الرَّاجِحِ
“SYAFIIYAH berkata: Pendapat ahli hisab dapat diterima bagi dirinya sendiri dan orang yang percaya padanya. Orang lain tidak wajib puasa berdasarkan pendapat yang kuat” (Madzahib al-Arba’ah 1/873)
Unsur Perbedaan
Bedanya dengan pengguna Hisab lainnya, pesantren NU melakukan di lingkungan sendiri, tidak menuntut banyak pada pemerintah dan publikasinya cuma internal alumni pesantren. Tidak pengumuman resmi di media massa.
Kalau Rukyat kenapa tidak ikut secara internasional? Misalnya, bila di Makah atau negara lain berhasil melihat hilal maka berlaku untuk semua umat Islam.
Mazhab Syafi'i menggunakan Rukyat lokal di masing-masing negara atau negara terdekat. Dalil yang disampaikan oleh Imam Nawawi adalah ketika Sahabat Ibnu Abbas bertanya kepada Kuraib tentang hari raya di Damaskus Suriah, bahwa mereka melihat hilal malam Jumat, sehingga hari rayanya di hari Jumat. Sementara Ibnu Abbas di Madinah tidak melihat hilal kecuali di malam Sabtu, sehingga hari rayanya Sabtu.
Kuraib bertanya kepada Ibnu Abbas:
ﺃﻻ ﺗﻜﺘﻔﻲ ﺑﺮﺅﻳﺔ ﻣﻌﺎﻭﻳﺔ ﻭﺻﻴﺎﻣﻪ، ﻗﺎﻝ: ﻻ، ﻫﻜﺬا ﺃﻣﺮﻧﺎ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ
Tidak cukupkah dengan rukyat Muawiyah dan puasanya? Ibnu Abbas menjawab: "Tidak!. Seperti inilah yang diperintahkan oleh Rasulullah shalallahu alaihi wasallam" (HR Muslim)
Imam Tirmidzi yang juga meriwayatkan hadis tersebut berkata:
ﻭاﻟﻌﻤﻞ ﻋﻠﻰ ﻫﺬا اﻟﺤﺪﻳﺚ ﻋﻨﺪ ﺃﻫﻞ اﻟﻌﻠﻢ ﺃﻥ ﻟﻜﻞ ﺃﻫﻞ ﺑﻠﺪ ﺭﺅﻳﺘﻬﻢ.
"Hadis inilah yang diamalkan oleh ulama, bahwa masing masing negara sesuai rukyatnya" (Sunan Tirmidzi)
Juga berdasarkan ketetapan Sayidina Umar,
Syaqiq bin Salamah berkata:
ﺃﺗﺎﻧﺎ ﻛﺘﺎﺏ ﻋﻤﺮ ﺭﺿﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ ﻭﻧﺤﻦ ﺑﺨﺎﻧﻘﻴﻦ ﺃﻥ اﻻﻫﻠﺔ ﺑﻌﻀﻬﺎ اﻛﺒﺮ ﻣﻦ ﺑﻌﺾ ﻓﺈﺫا ﺭﺃﻳﺘﻢ ﺇﻟﻬﻼﻝ ﻧﻬﺎﺭا ﻓﻼ ﺗﻔﻄﺮﻭا ﺣﺘﻰ ﻳﺸﻬﺪ ﺭﺟﻼﻥ ﻣﺴﻠﻤﺎﻥ اﻧﻬﻤﺎ ﺭﺃﻳﺎﻩ ﺑﺎﻻﻣﺲ
Telah sampai sebuah surat kepada kami dari Umar Radhiyallahu Anhu, kami berada di Khaniqain (Iraq) bahwa hilal sebagiannya besar dari sebagian yang lain. Jika kalian melihat hilal di siang hari maka jangan batalkan puasa kalian hingga ada 2 orang Islam yang menyaksikan hilal saat kemarin (Riwayat Al-Baihaqi dan Addaraquthni)
• Debat terus soal ngintip bulan. Kapan sampainya ke bulan menjadi Astronot?
Demikian catatan Ust Ma'ruf Khozin, Ketua Komisi Fatwa MUI Jawa Timur.
Advertisement