NU dan Muhammadiyah Jagalah Masjid, Waspadai Aliran Wahabi Salafi
Ormas Islam moderat, seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah diminta untuk menjaga masjid-masjid sebagai basis pergerakan dakwah. Terutama Nahdlatul Ulama, jangan sampai kehilangan masjid atau diambil alih kelompok lain.
“NU dan Muhammadiyah dan jangan sampai kehilangan masjid dan tempat peribadahan yang sudah kita bangun dengan wasathiyah Islam. Kalau dibangun dengan Salafi dan Wahabi, tidak cocok dengan kita,” kata Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD.
Menurut tokoh asal Madura ini, pemahaman Wahabi dan Salafi tidak cocok berada di Indonesia. Mantan Ketua MK ini hanya mengatakan, Wahabi dan Salafi bisa berkembang di negara asalnya karena sesuai dengan tempatnya.
“Ya, gak cocok di kita, apakah boleh? Boleh di sana. Karena hukum itu sesuai dengan kebutuhan waktu, lokal dan tempatnya,” kata dia, dalam acara seminar Pra Muktamar Muhammadiyah, belum lama ini.
Perlu diketahui, Wahabi adalah pemahaman Islam yang mengajak ummat untuk kembali ke ajaran Islam murni yang hanya berdasarkan kepada Al-Qur’an dan Hadis. Ajaran ini mengharamkan segalah bentuk praktik-praktik bid’ah, syirik dan khurafat.
Gerakan Wahhabi dimulai sebagai gerakan revivalis di wilayah terpencil dan gersang di Najd. Dengan runtuhnya Kesultanan Utsmaniyah setelah Perang Dunia I, dinasti Al Saud menjadi penyokong utama Wahhabisme, dan menyebar ke kota-kota suci Mekkah dan Madinah.
Memahami salafi adalah berasal dari istilah “salaf”. Secara terminologi sosial, salaf berasal dari “Salaf as-Shalih” yang merujuk pada tiga golongan generasi peradaban Islam terdahulu. Para sahabat, tabi’in dan atba’it tabiin. Ciri khas dari kelompok ini, segala sesuatu amalan sunnah ditanyakan: "Mana dalilnya?".
Mereka berbeda dengan Ahlussunnah Waljamaah di Indonesia. Sebagaimana dipraktikkan Nahdlatul Ulama (NU), amaliyah ibadahnya berdasar Al-Quran dan Hadits, Ijma' dan Qiyas. Dalam berfikih menganut Empat Mazhab dalam Islam, seperti Imam Syafii, Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Hanafi dan Imam Maliki.
Penjelasan Pendiri NU
Menurut Hadratusy Syaikh KH. Muhammad Hasyim Asy’ari dalam kitabnya Ziyadah at-Ta’liqat, Ahlussunnah wal Jama’ah adalah :
أما أهل السنة فهم أهل التفسير و الحديث و الفقه فإنهم المهتدون المتمسكون بسنة النبي صلى الله عليه وسلم والخلفاء بعده الراشدين وهم الطاءفة الناجية قالوا وقد اجتمعت اليوم في مذاهب أربعة الحنفيون والشافعيون و المالكيون والحنبليون
“Adapun Ahlussunnah wal Jama’ah adalah kelompok ahli tafsir, ahli hadis, dan ahli fikih. Merekalah yang mengikuti dan berpegang teguh dengan sunnah Nabi dan sunnah khulafaurrasyidin setelahnya. Mereka adalah kelompok yang selamat. Ulama mengatakan : Sungguh kelompok tersaebut sekarang ini terhimpun dalam madzhab yang empat yaitu madzhab Hanafi, Syafi’i, Maliki, dan Hanbali.”
Dalam kajian akidah/ilmu kalam istilah Ahlussunnah wal Jama’ah dinisbatkan pada paham yag diusung oleh Abu Hasan al-Asy’ari dan Abu Mansur al-Maturidi, yang menentang paham Khawarij dan Jabariyah (yang cenderung tekstual) dan paham Qadariyah dan Mu’tazilah (yang cenderung liberal).
Dalam kajian fikih, istilah Ahlussunnah wal Jama’ah disisbatkan pada paham Sunni yaitu merujuk pada fikih 4 (empat) madzhab (Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali) yang berbeda dengan paham fikih Syi’iy, Dzahiriy, Ja’fariy.
Dari situlah kemudian NU menjadikan Ahlussunnah wal Jama’ah sebagai asas oraganisasi, yaitu dalam bidang aqidah mengikuti Abu Hasan Asy’ari dan Abu Mansur al-Maturidi. Sedangkan dalam bidang fikih mengikuti salah satu dari fikih 4 (empat) madzhab yaitu madzhab Syafi’i (Syafi’iyyah).
Mahfud MD juga menegaskan tentang negara yang didirikan oleh Nabi Muhammad. Kata dia, saat ini hukumnya haram mendirikan negara seperti yang didirikan oleh Nabi.
“Karena apa, karena Nabi itu Rajanya, penguasany Nabi, hukumnya itu langsung dari Allah. Jalau ada orang hukum zina lalu turun ini hukumannya. Kalau sekarang mau ngga ada Nabi kan, haram. Oleh sebab itu kalau anda memaksakan bentuk negara seperti nabi berarti mau bentuk nabi baru,” kata Mahfud MD.