NU dan Konsekuensi Logis Pancasila Final
Representasi Islam moderat di Indonesia adalah Nahdlatul Ulama sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia. Selain itu, menyusul kemudian Parsyarikatan Muhammadiyah.
NU adalah satu-satunya ormas Islam yang menyatakan Pancasila sebagai Asas Dasar dan Filsafat Negara pada 1984, di tengah kecamuk kekuatan Islam yang menolak asas tunggal di masa rezim Soeharto. Itulah keputusan ulama pesantren, dipelopori para ulama dan kiai sepuh, seperti KH Achmad Siddiq, KH Masjkur, KH Ali Ma'shum Krapyak, KH As'ad Syamsul Arifin, dll.
Berikut KH Husein Muhammad, ulama aktivis, memberikan catatan selintas tentang hal itu:
Komitmen kita kepada Pancasila, Negara Bangsa dan Konstitusi RI meniscayakan kita untuk memandang dan memperlakukan semua warga negara secara sama atas hak-hak Konstitusionalnya. Hak hidup, hak beragama/berkeyakinan, kehormatan diri, hak berekspresi dan lain-lain.
Oleh karena negara tidak boleh membuat kebijakan hukum diskriminatif atas dasar apapun. Para pejabat negara lebih wajib menjalankan prinsip kesetaraan hukum tersebut. Ini konsekuensi logis.
Pancasila Final
Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) ke-27 pada 1984 di Situbondo, telah menghasilkan keputusan keagamaan yang bersejarah. Para ulama NU menegaskan kembali penerimaannya atas Pancasila sebagai ideologi Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan status final.
Penerimaan NU atas Pancasila benar-benar sudah dipikirkan oleh NU secara matang, mendalam dan atas dasar legitimasi teks-teks keagamaan.
K.H. Achmad Siddiq, konseptor utama keputusan Muktamar 1984 ini, dalam makalahnya yang disampaikan pada Muktamar mengatakan bahwa “Sila Ketuhanan Yang Maha Esa mencerminkan pandangan Islam tentang ke-Esa-an Allah, yang dikenal dengan sebutan Tauhid” dan bahwa “pencantuman anak kalimat “Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa” pada Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, menunjukkan kuatnya wawasan keagamaan dalam kehidupan bernegara kita sebagai bangsa”.
K.H. Achmad Siddiq pada akhirnya menyimpulkan: “Dengan demikian, Republik Indonesia adalah bentuk upaya final seluruh nasion teristimewa kaum Muslimin untuk mendirikan negara di wilayah Nusantara. Para ulama dalam NU meyakini bahwa penerimaan Pancasila ini dimaksudkan sebagai perjuangan bangsa untuk mencapai kemakmuran dan keadilan sosial. (Baca: Muktamar Situbondo, 1984).
Respon Dawam Rahardjo
Adalah nenarik, Prof Dawam Rahardjo, memberikan respon positif atas pandangan Kiai Achmad Siddiq itu. Katanya : “Cara dia membahas dan memecahkan hubungan antara Pancasila dan Islam tidak saja sistematis, tetapi juga logis tanpa nada apologi. Keterangannya itu bisa dimengerti oleh Pemerintah karena menggunakan terminologi politik modern. Tetapi rakyat juga bisa memahami dan juga menerima argumentasinya karena didasarkan pada metodologi pembahasan fiqih yang dikenal masyarakat,”.
Aku ingin menambahkan. Komitmen kita kepada Pancasila, Negara Bangsa dan Konstitusi RI meniscayakan kita untuk memandang dan memperlakukan semua warga negara secara sama atas hak-hak Konstitusionalnya. Hak hidup, hak beragama/berkeyakinan, kehormatan diri, hak berekspresi dan lain-lain. Para pejabat Institusi-institusi negara lebih wajib menjalankannya".
Selamat Hari Lahir Pancasila!
(01.06.2021/HM)