NU Bukan Bawahan Majelis Ulama, Ini Penjelasan Kiai Said
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Said Aqil Siroj menegaskan, dirinya ataupun NU bukan bawahan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Maka, MUI tidak punya hak untuk memerintah dirinya.
Kiai Said pun mengatakan bahwa Ketua Umum PBNU harus nekat saat ini dan tidak boleh takut dengan siapapun demi kepentingan umat.
“Saya atau NU bukan bawahan Majelis Ulama, bukan bawahan Majelis Ulama. Enggak ada hak perintah-perintah saya. Majelis Ulama adalah forum silaturahmi, bukan induknya NU,” ujar Kiai Said, dikutip sesuai pernyataan yang beredar di medsos, Senin 14 September 2020.
“Paham mboten? Sekali-kali kayak saya begitu lho nekat. Ketua PBNU itu harus nekat, enggak boleh takut sama siapapun,” lanjutnya.
Pernyataannya bukan tanpa alasan. Terkait imam harus dari NU didasari keprihatinan atas kemampuan khatib atau pengkhotbah saat ibadah Salat Jumat yang masih minim.
Kiai Said mengklaim bahwa tidak jarang terdapat sejumlah khatib yang isi khotbahnya berisi caci maki.
Seperti isi ceramah dari seorang pengkhotbah yang menyebut mantan presiden dan juga tokoh NU, KH. Abdurrahman Wahid alias Gus Dur yang mengatakan buta mata dan hati.
“Khatib sekarang itu baca Al-Quran-nya plentang plentong. Makanya saya bilang kemarin khatib kalau bukan dari NU itu salah semua. Pada marah, biarin,” ujarnya, seperti dilansir dakwahnu.
Wakil Organisasi Keagamaan Dunia ini menjamin jika khatib dari NU tidak akan menyampaikan khotbahnya dengan caci maki apalagi provokasi.
Kiai Said memaparkan, seorang khatib telah memiliki adab dan etikanya sendiri, yaitu tidak berisi hoaks, provokasi, atapun kampanye. Selain itu, khotbah umumnya juga tak terlalu panjang.
“Ya secara alami akan tahu, kalau jebolan pesantren lima tahun ngerti itu khotbah harus bagaimana. Jangan isinya provokasi, jangan hoaks, apalagi sebut nama. Enggak boleh caci maki, apalagi kampanye,” tegas Kiai Said.