Nostalgia Wukuf di Arafah dan Mabid di Mina
Pada 1986, atasan saya Deputy Luar Negeri KA- BAKIN, Pati berbintang dua, Soenarso Jayusman melaksanakan ibadah haji sebagai tamu Kepala Intelijen Arab Saudi, Prince Turky bin Saud Al Faisal.
Saya ketika itu bertugas sebagai Kepala Post BAKIN di Riyadh, sehingga mendampingi beliau sejak kedatangan - sampai kepulangannya. Beliau tidak langsung pulang ke Jakarta tetapi mampir ke Harare, Zimbabwe dalam rangka pertemuan KTT negara-negara Non-Blok.
Kami bersama rombongan cukup besar sekitar 250 orang dari berbagai negara sebagai tamu Intelijen Arab Saudi. Kebetulan kami satu tenda besar di Arafah bersama intelijen dari berbagai negara. Salah satunya delegasi dari RRC. Sesuai aturan saya tidak boleh menjalin kontak langsung dengan delegasi RRC tersebut, karena waktu itu belum ada hubungan diplomatik dan intelijen dengan negara tersebut.
Saya laporkan hal itu kepada Pak Soenarso Jayusman dan kemudian menghubungi Head quarter di Jakarta. Selanjutnya beliau memberi perintah kepada saya, “tanya apa misi mereka di Arab Saudi, tetapi ingat jangan melakukan kontak langsung”.
Saya sangat senang dan bangga mendapat perintah tersebut, sebagai tantangan dan sekaligus untuk menunjukkan kemampuan saya.
Diplomasi dan Haji
Saya mencari waktu yang tepat untuk menanyakan hal itu kepada salah satu perwira intelijen Arab Saudi. Ketiga target keluar kemah, saya segera mengikuti dengan cepat. Sambil berjalan saya berbicara tentang delegasi RRC tersebut. Saya membuka pembicaraan dengan pujian bahwa kami berbahagia bisa satu tenda dengan delegasi Muslim RRC. Perwira intelijen Arab Saudi itu menjawab bahwa mereka bukan intelijen, tetapi teknisi militer rudal produksi RRC yang dibeli oleh Arab Saudi sudah sekitar 9 bulan.
Segera saya laporkan informasi tersebut kepada Pak Narso. Beliau langsung mengangkat dua jempol tangannya sambil berkata bahwa informasi yang kamu dapat hari ini mengandung intellijen yang sangat berharga. Selama ini Arab Saudi hanya membeli senjata dari Blok Barat khususnya AS, Perancis dan Inggris. Tetapi secara diam-diam Arab Saudi, mulai melirik senjata dari Blok-Timur. What next, kata beliau serius. Ini memperkuat sinyalemen kemungkinan akan berakhirnya Perang Dingin.
Pak Soenarso Jayusman terkenal sebagai perwira tinggi (Pati) yang sangat cerdas dan menjadi idola para perwira muda. Khusus bagi saya, beliau seperti bapak sendiri, karena mendidik saya sejak dini menjadi anggota BAKIN dan kemudian memberi tugas ke Arab Saudi ketika baru 8 tahun menjadi anggota BAKIN.
Pengalaman di padang Arafah dan berlanjut bersama dalam satu tenda dengan rombongan RRC sebagai tamu intelijen Saudi pada waktu mabit di Mina, merupakan pengalaman spiritual yang luar biasa. Hati dan pikiran kami menjadi saling mendekat satu sama lain.
Setelah itu, saya tidak bertemu dengan teknisi rudal tersebut, tetapi kami melewati dan melihat dari dekat tempat tugas mereka di Hafr Al Batn yang terkenal sebagai daerah militer terletak di tengah antara Riyadh dengan perbatasan Arab Saudi - Kuwait dan Iraq.
Analisis Pak Soenarso Jayusman ternyata benar terbukti pada awal 1990an Perang Dingin antara Blok-Barat vs Blok-Timur mulai mencair. Demikian juga, sejak awal 1990an, hubungan diplomatik Indonesia-RRC mulai mencair sehingga menjadi normal kembali.
Arafah dan Mina, selain memberikan pengalaman spiritual yang luar biasa bagi saya dan pada waktu yang bersamaan memberikan jalan baru untuk langkah kami ke depan; keduanya saya mendapatkan; semakin mantabnya keimanan dan semakin matangnya dalam melakukan kegiatan dan asesmen intelijen.
Mungkin langkah yang kami lakukan itu mengotori ibadah kami, semoga Allah SWT mengampuni kekhilafan kami sewaktu beribadah di Arafah dan Mina. Sebaliknya semoga yang saya lakukan tersebut bermanfaat bagi Indonesia dan RRC. Nyatanya demikian, tidak lama kemudian hubungan Jakarta - Beijing dibuka.
Catatan Ringan
Hari-hari menjelang Idul Adha 1445 H. Bulan di langit biru, alangkah indahnya malam ini. Kita bayangkan berada di tanah suci sedang bersiap-siap untuk menuju ke padang Arafah pada Sabtu pagi (15 Juni 2024).
Berada di padang Arafah dari pagi hingga senja hari dalam musim panas dengan cuaca pada bulan Agustus sekitar 40 sampai 45 C dalam rangka wukuf (salah satu ritual haji) dan tinggal di kemah (tenda) sehari penuh.
Kita bisa membayangkan 3 sampai 4 juta manusia dengan pakaian putih-putih berdoa di tengah padang Arafah. Semua jamaah setara tanpa pandang bulu si kaya atau miskin, pejabat atau rakyat biasa, dan seterusnya.
Setelah sholat maghrib jemaah haji mulai bergerak secara serentak dengan tetap memakai pakaian ihram, ...menuju Muzdalifah - Mina, dan seterusnya.
Alhamdulillah beberapa kali saya dan keluarga melakukan ibadah haji karena pernah hidup di sana. Subhanallah walhamdulillah...
DR KH As'ad Said Ali
Pengamat sosial politik, Mustasyar PBNU periode 2022-2027, tinggal di Jakarta.
Advertisement