Nostalgia Kesetiaan, Kitab Setinggi Dada
Apel Akbar kader kader Nahdlatul Ulama (NU) pada 17 Oktober 2017 di Tawangmangu, Karanganyar Surakarta dihadiri sekitar 40 ribu kader. Kegiatan mulai pukul 10 malam sampai pukul 08 pagi. Diisi dengan qiyamul lail dan zikir sampai Subuh.
Setelah itu dilanjutkan dengan bacaan Al-Quran dan shalat Subuh plus bacaan shalawat secara berjamaah . Selanjutnya diakhiri dengan Apel Kesetiaan Kader kepada Jam’iyah dan kiai-kiai NU dan NKRI.
Turut hadir utusan dari purnawirawan TNI-AD (PP-AD) antara lain Letjen Kiki Syahnakri, Letjen Soekarno dan seorang perwira tinggi TNI AD lain (lupa namanya).
Komentar ketiga Perwira Tinggi tersebut "Ternyata kader NU mempunyai kesiagaan dan disiplin tinggi sehingga siap bergerak membela bangsa dan negara khususnya terorisme dan bangkitnya kembali komunisme" katanya - tinggal dibagi senjata mereka siap tempur karena terbukti mereka tahan udara dingin di puncak gunung sepanjang malam hingga pukul 8 pagi yang menunjukkan tingginya mental dan moril yang membaja.
Mentalitas Kader Santri
Mungkin ada info yang belum banyak diketahui khalayak bahwa “ketika itu datang utusan dari San’a, ibukota Yaman menghubungi dan menemui tokoh radikalis di Surakarta, suatu keinginan untuk memindahkan universitas di San’a yang mengajarkan ajaran Islam ekstrem/ متطرفين " ke Surakarta: tetapi tidak terlaksana karena grogi melihat antusiasme dan mental baja kader-kader muda dan para kiai NU peserta apel”.
"Aku Bangga Menjadi NU!" dan demikian juga seluruh peserta apel akbar saya yakin sama seperti saya.
Derap gerak batin bergetar dan ber-nostalgia disertai rasa rindu, setiap kali mengingat Apel Akbar ala NU tersebut. Dengan semangat “Apel Akbar Tengah Malam hingga Pagi di pegunungan Tawangmangu” Kita Kader NU siap mengamankan negara dan menyelamatkan bangsa Indonesia. “حب الوطن من الايمان “.........
Catatan Kecil
Sekali-kali (kami) memakai dasi supaya agak keren karena sedang acara nikah anak saya ke-4 dengan gadis marga Lubis. Dasi pernah diharamkan para ulama pada masa penjajahan khususnya pada era perjuangan kemerdekaan sebagai ekspresi politik “non-kooperasi" melawan penjajah dengan landasan kaidah fiqh : من تشبه بغيرقوم فهو منهم (barang siapa meniru (kebiasaan) suatu kaum (Belanda), maka ia bagian dari kaum tersebut.
Pilih capres dan cawapres yg punya komitmen kuat melawan korupsi.
Adab dan Akhlak
Adab dan akhlak. Saya mempunyai kebiasaan yang menurut sejumlah teman-teman sejawat dan anak buah ketika masih menjabat (di Badan Intelejen Negara, BIN) dianggap aneh. Setiap membawa buku selalu saya bawa setinggi dada, bukan dibawa sambil melenggang seperti berjalan biasa dengan tangan mengayun setinggi pantat.
Kebiasaan itu mulai sejak kecil ketika menjadi santri di Madrasah Ibtidaiyah Al-Huda (Maarif NU - Golan Tepus, Kudus) sebagai tatacara atau disiplin membawa Al-Quran dan kitab kitab lainnya.
Di pesantren dan madrasah diajarkan adab dan akhlak sekaligus. Adab merupakan moralitas yang merujuk pada ilmu pengetahuan, sedangkan akhlak moralitas yang merujuk pada agama. Idealnya mereka yang beradab baik semestinya berakhlak baik.
Dalam zaman komputer terjadi persoalan ketika adab oke tetapi akhlaknya ko: Pejabat tinggi dengan banyak gelar kecebur korupsi dan anaknya yang juga pintar akhlaknya bejat -- kumpul kebo dengan teman kuliahnya.
Alhamdulillah sejak di Madrasah Ibtidaiyah saya mendapatkan bimbingan dan pelajaran akhlak. Antara lain dari kitab yang disusun dalam bentuk syair dalam bahasa Jawa sehingga mudah diingat dan sering dilantunkan secara bersama atau sendirian. Kitab Jawahirul Adab fii Khuluq At-Tullab, karangan Kiai Nawawi bin Abdul Hamid, Kajen-Bulumanis Pati dalam bahasa Arab yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa oleh Kiai Muhammad Zubairy Ibnu Zein, Paras, Muncar. Pada bait syair pertamanya masih hafal.... حمدا لمن علمنا خير الادب. Dan seterusnya.[]
DR KH As'ad Said Ali
Pengamat sosial politik, Mustasyar PBNU periode 2022-2027, tinggal di Jakarta.
Advertisement