Normalisasi Hubungan Arab Saudi - Iran
Hubungan bilateral antara Arab Saudi - Iran mengalami pasang surut setelah Ayatollah Rohullah Khomeini berkuasa di Iran sejak Februari 1979. Negara negara Arab umumnya mengangap Iran sebagai ancaman sebagai akibat kebijakan ekspor revolusi. Pada 1987 saya menyaksikan demonstrasi 4000 jamaah haji Iran di halaman Masjid al-Haram yang mengakibatkan 400 orang meninggal dunia karena bentrok dengan aparat keamanan dan sejak itulah hubungan Arab Saudi - Iran menurun.
Perseteruan yang dilatar belakangi oleh faktor geopolitik dan ekonomi (kebijakan harga minyak dunia) dan persaingan Syiah - Sunni tersebut mencapai puncaknya pada 2016. Hubungan diplomatik kedua negara putus, setelah massa Iran menduduki kedubes Arab Saudi di Teheran, sebagai protes atas tewasnya Sheikh Nimr Al Nimr, seorang ulama Shiah Arab Saudi dalam bentrokan dengan masa di Provinsi Al Ahsa, kawasan pantai Timur Arab Saudi.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk mendamaikan kedua negara tersebut, tetapi selalu gagal dan baru pada April 2023 kedua negara sepakat untuk membuka kembali hubungan diplomatik. RRC (Republik Rakyat China) menjadi mediator, sehingga menjadi pertanyaan; Kenapa RRC?. Jawabannya, selain RRC - Arab Saudi - Iran mempunyai kepentingan bersama khususnya ekonomi, juga disebabkan oleh terjadinya pergeseran geopolitik kawasan Timur Tengah.
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump yang berhaluan Ultra-Liberal dengan slogannya “The American First“ melancarkan perang dagang terhadap RRC. Kemudian dilanjutkan oleh penggantinya Pres Joe Biden yang kemudian menarik seluruh pasukan AS dan multinasional dari Afghanistan secara sepihak pada September 2021 dan membiarkan pemerintah Afghanistan dikalahkan oleh Taliban . Geopolitik berubah, citra AS dan Barat menurun drastis karena kebijakan mundur dari Afghanistan secara tidak terpuji.
RRC Mengisi Kekosongan
RRC mengisi kekosongan pengaruh yang ditinggalkan sekutu AS dan Barat tersebut. Sesungguhnya hubungan strategis Arab Saudi - RRC sudah berlangsung sejak pertengahan 1980-an, tetapi tidak di ekspose. Pada musim haji 1986 , ketika saya bertugas di Arab Saudi saya melihat rombongan jamaah haji China sedang mabit di Mina. Mereka adalah tamu pemerintah Arab Saudi cq teknisi yang sedang memasang “roket jarak menengah“ yang bisa mencapai Israel. Bagi RRC, Arab Saudi mempunyai nilai strategis terutama sebagai suplai minyak untuk industri RRC yang mulai mengembangkan industrinya..
RRC juga mempunyai kepentingan serupa dengan Iran dalam hal kebutuhan minyak untuk industrinya. Dan sejak tampilnya rezim Islam Iran, RRC mengisi kekosongan kekuatan (vacum of power) yang ditinggalkan oleh AS sejak 1979. RRC mendapatkan momentum menjadi mediator Arab Saudi - Iran, manakala Pres J Biden menuduh putera Mahkota Mohammad bin Salman terlibat atas tewasnya wartawah J Kashogy.
Rapproachment Arab Saudi - Iran tampaknya akan mempunyai pengaruh signifikan terhadap konflik Israel - Palestina. Sebabnya selama ini pengaruh Iran terhadap Syria sangat besar. Disamping itu pengaruh Iran di Libanon cukup besar khususnya terhadap milisi Hizbullah yang selama ini tidak bisa dikalahkan oleh tentara Israel.Tidak ada perdamaian tanpa partisipasi Syria karena Syria adalah negara garis depan.
Selain itu, Iran juga mempunyai pengaruh besar terhadap Hamas di Gaza. Dalam hal ini sejak 15 tahun terakhir Iran secara rutin menyelundupkan persenjataan canggih ke jalur Gaza tanpa bisa diditek oleh Israel.Tidak akan perdamaian Palestina - Israel, tanpa melibatkan Iran dan Syria. RRC mengambil keuntungan di Timur Tengah, ketika AS / NATO meremehkan kekuatan militer dan ekonomi RRC.
DR KH As'ad Said Ali
Pengamat sosial politik, Mustasyar PBNU periode 2022-2027. Tinggal di Jakarta.
Advertisement