Nobel untuk NU dan Muhammadiyah, Ini Argumentasi Para Tokoh
Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah merupakan representasi Islam moderat di Indonesia. Dua ormas Islam terbesar di negeri ini, patut untuk menerima Nobel Perdamaian. Hal itulah yang mendapat dukungan dari sejumlah tokoh dan pelbagai kalangan.
Aktivis Toleransi Antar-Umat Beragama Romo Antonius Benny Susetyo mendukung NU dan Muhammadiyah menerima Nobel Perdamaian.
Menurut Romo Benny, panggilan akrabnya, NU dan Muhammadiyah berjasa menjaga NKRI serta perdamaian di Indonesia dan dunia secara nyata melalui wujud Islam Rahmatan lil Alamin.
“Usulan itu tepat karena NU dan Muhammadiyah menjaga keragaman dan kemajemukan bangsa ini dari ancaman kekerasan dan ideologi terorisme. Upaya menjaga perdamaian secara konkret dijalankan lewat aktualisasi Islam rahmat perdamaian. Dua organisasi tersebut berjasa menjaga NKRI dan perdamaian di Indonesia serta dunia khususnya merawat agama untuk perdamaian dan kemajemukan,” tuturnya, Rabu 23 Januari 2019.
“Usulan itu tepat karena NU dan Muhammadiyah menjaga keragaman dan kemajemukan bangsa ini dari ancaman kekerasan dan ideologi terorisme. Upaya menjaga perdamaian secara konkret dijalankan lewat aktualisasi Islam rahmat perdamaian. Dua organisasi tersebut berjasa menjaga NKRI dan perdamaian di Indonesia serta dunia khususnya merawat agama untuk perdamaian dan kemajemukan,” kata Romo Benny.
Sebelumnya, Guru Besar Antropologi Universitas Boston Amerika Serikat Robert W Hefner telah mengajukan nominasi penghargaan Nobel Perdamaian bagi dua organisasi Islam di Indonesia Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah pada 4 Januari 2019 dan sudah diterima panitia Nobel.
Menurut profesor yang juga dikenal sebagai Indonesianis ini, peran besar Muhammadiyah dan NU yang terabaikan di luar negeri kini mulai diperhatikan bahkan keduanya disebut cukup layak mendapat Nobel karena kontribusinya dalam membangun demokrasi dan perdamaian di Indonesia.
Indonesia, kata Hefner, tidak sekadar dipandang sebagai negara paling demokratis di Asia Tenggara. Bahkan, Indonesia disebut negara paling demokratis di antara negara-negara dunia ketiga (nonblok).
"Level itu merupakan buah dari perjuangan Muhammadiyah dan NU. Reformasi pendidikan Islam yang diimpikan dari sebagian besar Muslim dunia, sudah kedua lembaga itu lahirkan di Indonesia sejak lama," kata Hefner.
Sementara itu, akademisi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta A Bakir Ihsan mengaku setuju atas pengajuan tersebut karena kedua organisasi Islam terbesar di Indonesia ini mempunyai kontribusi besar bagi eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Intinya setuju usulan tersebut karena NU dan Muhammadiyah sebagai civil society sudah punya sumbangsih besar bagi eksistensi NKRI yang warganya heterogen, beragam baik dari segi suku, agama, etnis, dan lainnya,” kata Bakir.
Ia mengemukakan, NU melalui gerakan kulturalnya, yakni lewat berbagai pesantrennya menjadi basis kohesivitas sosial
Begitu juga Muhammadiyah yang dinilainya mempunyai karya nyata melalui amal usahanya. Amal usaha itu tidak hanya dinikmati oleh umat Islam, tetapi juga seluruh masyarakat dari berbagai agama.(adi)