Mencicipi Semangkok Tauwa Hangat Jahe Cak Yudi
Semangkok tauwa campur hangat berisikan santan kental, kacang, dan kacang hijau. Tercium aroma jahe segar dalam semangkok tauwa racikan Cak Yudi. Sepintas terlihat seperti bubur, makanan khas yang disajikan dari gerobak di Jalan Raya Darmo Harapan, Surabaya itu menggugah selera.
Pada sendok pertama, terasa asin santan bercampur dengan manisnya kuah jahe dan lembutnya kacang hijau. Saat memotong tauwa, teksturnya lembut dan terasa gurih di mulut. Terlebih kacang yang disajikan empuk, tak sulit bagi gigi segala umur untuk melumatnya. Di tenggorokan terasa hangat jahe. Untuk menghabiskan seporsi tauwa campur hanya dibutuhkan sekitar 15 kali sendokan.
Tauwa Cak Yudi sudah memiliki pelanggan sendiri. Dalam hitungan menit, terlihat mobil datang silih berganti. Ada yang bungkus tauwa, namun ada juga yang makan langsung.
Dari kejauhan terlihat dua gerobak yang didominasi warna hijau, selaras dengan seragam keempat penjualnya. Yang membuat mudah dikenali adalah banner kuning kecil bertuliskan Cak Yudi cs.
Siang yang mendung itu, Samsul Arifin, salah satu pekerja Cak Yudi, mengenakan topi hitam dan menghisap rokok, menyambut Ngopibareng.id pada Kamis, 27 Februari 2020.
Menurut Samsul, tauwa merupakan makanan tradisional China yang dikonsumsi sehari-hari. Makanan berbahan dasar jahe ini dikonsumsi untuk stamina, baik ketika cuaca hujan maupun kemarau.
Tauwa dan semua bahan yang ada di gerobak ini, dimasukkan dalam bejana yang terbuat dari stainless steel. Terdapat tungku arang menyala di bawah gerobak, menjaga agar kuah tetap hangat.
15 Tahun Jualan Tauwa
Saat dihubungi melalui telepon, Cak Yudi, pria asli Lamongan itu menceritakan sudah berkeliling selama dari 15 tahun. Kala itu ia menjajakan tauwanya dengan sepeda onthel.
Ia mengaku, per porsi tauwa yang dibanderol Rp7 ribu itu memiliki rasa yang berbeda dengan yang lain. Keunikannya di dapat dari pengalaman turun temurun. Yang menjadi daya tarik tauwanya adalah santan. Jika santan biasanya cair, tauwa Cak Yudi sengaja dibuat kental. “Ini dibuat kental karena rasanya asin dan menarik orang. Kalau cair cepat basi dan asinnya tidak bisa meresap,” katanya.
Tentu, rasa yang khas itu tak didapat begitu saja. Yudi mengisahkan awal mula dirinya berjualan tauwa. “Dulunya sejak 1998 saya jualan keliling pakai sepeda. Ya daerah sekitar Darmo situ Mbak” kata Yudi, Sabtu 29 Februari 2020.
Pemilik nama Yudiono itu berkeliling untuk mencari pelanggan yang mayoritas orang China. Ia mulai berkeliling dari pukul 06.30 pagi hingga 18.00 sore. Rutenya dimulai dari Darmo Satelit, Tanjung Sari, Dukuh Kupang, Bukit Emas hingga Graha Famili.
Sebelum berjualan tauwa, bapak dua anak itu mengaku telah berjualan bakso selama tiga tahun, hingga tahun 1995. Namun ia memilih berhenti karena ingin lebih mandiri. Ide berjualan tauwa berasal dari kedua orangtua dan bapak mertuanya. Dari merekalah Cak Yudi, begitu sapaan akrabnya mendapatkan resep tauwa.
“Resepnya dari mulut ke mulut. Orangtua dan Bapak Mertua saya jualan tauwa. Bapak mertua di aera Simo,” tuturnya.
Tauwa Ciptakan Lapangan Kerja
Setelah lima belas tahun lebih berkeliling dan mendapatkan pelanggan tetap. Bapak dua anak itu memutuskan untuk nekat mangkal. Ini berawal dari rasa keinginannya untuk mencoba. Walau sebenarnya dia sudah sering melewati jalan tersebut, sebelumnya dia tidak pernah terpikir untuk mangkal.
“Saya sebenarnya sering lewat sini tapi nggak kepikiran. Setelah lama keliling saya nekat dan pingin mencoba mangkal, ingin tahu gimana hasilnya,” katanya
Walau setahun pertama berat karena pembeli belum banyak dan dicemooh karena tidak berjualan keliling, beruntungnya tahun selanjutnya tauwa semakin lama semakin banyak pembeli.
Mengetahui potensi bisnisnya yang berkembang, ia dibantu keempat keponakannya dalam berjualan. Sekarang, Cak Yudi hanya menunggu di rumah. Ia dibantu sang istri dalam memasak.
“Sejak tiga tahun mangkal itu mulai ramai, akhirnya saya mikir buat ngajak saudara saya berjualan. Biar mereka yang jualin saya yang masak. Enak, sudah nggak susah seperti dulu,” katanya.
Jaga Kepercayaan Pembeli
Pria yang akrab disapa Cak Yudi ini mengaku tidak menggunakan brosur untuk promosi. Ia hanya mengandalkan kabar dari pelanggannya. “Ini promosinya ya mulut ke mulut. Yang sudah pernah beli memberitahu ke teman dan keluarganya. Saya nggak punya brosur,”ujarnya.
Di era digital, Cak Yudi pun tak punya media sosial untuk sarana promosi. Meski begitu, pria yang suka bercanda itu tidak takut kalah saing. Ia memiliki rahasianya tersendiri. Yakni dengan mengutamakan kualitas dagangannya. Selain itu, Cak Yudi juga menjaga kepercayaan pelanggan dengan menghasilkan makanan yang berkualitas dan tidak menggunakan bahan campuran yang buruk bagi tubuh.
“Kejujuran yang utama dalam berjualan. Saya tidak menambahi aneh-aneh. Saya juga pasrah ke yang Maha Kuasa,”ucapnya.
Di sisi lain, perubahan cuaca tidak memperngaruhi omzet penjualan tauwa. Baik musim hujan atau kemarau, pembeli tetap ada saja. Setiap harinya, tauwa ini ada sejak pukul 06.30 hingga 17.00 sore. Dalam sehari berjualan, Yudi bisa menghabiskan 200 porsi tauwa campur. Selain itu, setiap harinya ia membutuhkan jahe delapan kilogram, kacang delapan kilogram, maizena tiga kilogram, gula putih 20 kg, kedelai delapan kilogram, dan kelapa lima biji.
Advertisement