Nikmati Lobster dan Ikan Bakar di Pantai Pink Lombok, Begini Asyiknya
Keindahan Pantai Pink di Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, sudah kesohor di mana-mana. Tapi menikmati wisata kuliner di pantai yang belum banyak kesentuh infrastruktur itu sungguh belum banyak yang tahu.
Pink Beach alias Pantai Pink merupakan destinasi baru wisata pantai di Lombok. Ia bisa ditempuh melalui perjalanan darat dengan mobil 2 jam lebih. "Namun, jalannya jelek sekali. Melewati hutan yang gersang," kata Iwan Sapta Kusna, pelaku Wsiata kepada ngopibareng.id.
Jarak tempuh dengan kapal boat lebih singkat. Hanya 30 menit perjalanan. Juga bisa menikmati keindahan sejumlah pulau selama perjalanan menuju pantai Pink. Tak hanya itu. Dalam perjalanan lewat laut bisa menikmati obyek bagus, termasuk penangkaran lobster dan mutiara.
Paket Pantai Pink dengan kapal boat lewat dermaga Tanjung Luar. Dermaga ini sebetulnya merupakan dermaga kapal nelayan. Juga tempat pelelangan ikan. Namun, sejak pariwisata Lombok berkembang 2010 lalu, fungsinya berubah menjadi dermaga pariwisata.
Perlu dua jam perjalanan mobil dari Mataram ke Tanjung Luar. Di dermaga ini tersedia persewaan boat dengan segala fasilitasnya. Mulai dari peralatan snorkling sampai dengan layanan makan siang untuk di pantai Pink.
Harga sewa boat Rp 800 ribu. Harga tersebut untuk 3 jam. Satu boat bisa diisi 6 sampai 10 orang. Bisa berombongan maupun keluarga. "Jika mau snorkling dan makan siang harus pesan sendiri," tambah Iwan yang sudah puluhan tahun bergerak di bidang pariwisata ini.
Di Pantai Pink memang masih sangat terbatas fasilitas pendukungnya. Hanya ada beberapa bangunan sederhana untuk tempat makan. Sedang paket makannya dibawa dari Dermaga Tanjung Pura. Per orang Rp 70 ribu dengan menu ikan bakar, kare rajungan, cumi goreng, nasi dan sambal.
Ikan dibakar oleh dua pria yang merangkap menjadi kru boat di Pantai Pink. Jenisnya ikan kakp merah. Jika ingin menambah variasi menu bakar-bakaran ikan bisa mampir ke tempat penangkaran ikan dan lobster di teluk Tanjung Cumi.
Di tempat penangkaran yang ada di tengah laut ini, selain lobster tersedia berbagi jenis ikan laut seperti kerapu, bawal dan semacamnya. Harganya sangat terjangkau bila dibandingkan di Surabaya. Sekilo lobster hanya Rp 600 ribu berisi 9 ekor. Di Surabaya hanya bisa dapt sebiji.
Makan siang di Pantai Pink terasa makin maknyus setelah melakukan snorkling di Gili Petelu. Di pulau kecil ini, boat membuang jangkar di tepi pulau kecil. Di tempat ini bisa melihat kehidupan bawah laut seperti batu karang, ikan matahari dan nemo. Asyik.
Snorkling selama setengah jam di tempat ini cukup menguras energi. Sebab, arus airnya masih cukup keras. Kalau capek bisa istirahat di daratan berpasir diantara dua pulau yang cantik. Airnya pun sangat jernih dan bersih. Tak bikin lengket.
Tidak berbahaya? Nggak. Dua orang kru kapal boat sekaligus menjadi pemandu snorkling, termasuk menarik ke pulau dan kapal dengan pelampung. Mereka juga cekatan untuk membantu naik turun dari kopal yang bertambat di atas air.
Puas dengan snorkling wisata selanjutnya di Pantai Pink. Di pantai inilah makan siang disediakan. Tentu setelah dua krew boat yang merangkap menjadi chef membakar ikan dan lobster yang dibeli dari tempat penangkaran.
Pantai Pink ini sebetulnya lebih indah di pagi hari. Warna pink sangat kelihatan. Warna ini diperoleh dari batu coral dari tengah lut yang berwarna merah. Ia dibawa ombak sehingga menjadi pasir kecil-kecil yang mewarnai pantai. Siang hari, warna pinknya kalah dengan teriknya matahari.
Pemandangan indah pantai pink juga bisa dinikmato dari bukit disamping pantai. Lewat bukit ini, wisatawan dapat foto-foto dengan hamparan laut yang luas. Sementara bukitnya sangt kontras karena gersang.
Setelah puas di Pulu Pink dengan boat menuju pantai Seguli. Pantai ini sering disebut sebagai pantai Pink kedua. Sebab, pantai yang masih perawan ini juga berwarna pink. Banyak turis, termasuk anak-anak yang merasa nyaman di pantai ini karena pasir pantainya sangat lembut.
Eh...hampir lupa. Setelah berangkat dari dermaga Tanjung Pura, para wisatawan umumnya mampir sejenak di pulai pasir. Disebut pulau pasri karena di tengah hamparan luas air laut itu muncul gundukan pasir warna putih yang indah.
Menikmati makan siang dengan total perjalanan pulang balik selama 3 jam sungguh mengasyikkan. Sayangnya, pemerintah belum memberi fasilitas pendukung yang memadai.
Jumlah perahu boat terbatas, tempat bilas dan toiletnya hanya dua. Lingkungan dermaga yang juga tempat pelelangan ikan ini masih terkesan kumuh. Fasilitas semuanya masih hasil inisiatif dan kerja warga setempat.
Belum ada kehadiran pemerintah. Bagaimana ini Pak Menteri Pariwisata Arief Yahya? (arif afandi)