Nikah Beda Agama, Pemberkatan di Gereja Lanjut Akad Nikah
Media sosial heboh setelah beredar foto-foto pernikahan beda agama yang terjadi di Kota Semarang, Jawa Tengah. Dalam foto tersebut, mempelai perempuan beragama Islam dan mengenakan hijab, sementara mempelai pria yang mengenakan jas beragama Nasrani.
Dalam salah satu foto, seorang pastor berdiri di tengah-tengah kedua mempelai dengan latar belakang gambar salib dengan patung Yesus. Diyakini gereja tersebut adalah milik umat Katolik.
Achmad Nurcholis, konselor nikah beda agama tersebut dalam media sosialnya menjelaskan perihal foto-foto yang beredar. "Perbedaan itu menyatukan, bukan memisahkan," tulis Achmad Nurcholis di akun Facebooknya @Ahmad Nurcholis. Unggahan tersebut diposting ulang akun Instagram @rumahtanggaislami.
Nurcholish tergabung dalam lembaga Indonesian Coference on Religion and Peace (ICRP) yang dikenal bisa membantu pernikahanw beda agama serta konsultasi pernikahan. Dia lalu merinci awal mula kedua mempelai bertemu dan menikah. Sementara, melansir Viva.co.id Menurut Nurcholis pernikahan beda agama di Semarang, Jawa Tengah itu adalah yang ke 1.424.
Pada 2020, ICRP mencatat menikahkan hampir 800 lebih pasangan beda agama di Indonesia. Mengetahui hal ini, kendati nikah beda agama kontroversial di Tanah Air pada realitanya masih banyak yang memilih jalan ini.
Konselor Pernikahan Kasih Jalan Nikah Beda Agama
Konselor pernikahan Achmad Nurcholis mengatakan, prosesi pemberkatan pernikahan beda agama tersebut dilakukan di Gereja St. Ignatius Krapyak, Kota Semarang.
"Iya betul, pernikahannya kemarin Sabtu (5 Maret 2022). Pernikahan itu memang dilakukan dengan dua tata cara, secara Islam dan Katolik. Saya menjadi saksi pernikahan tersebut," ungkap Nurcholis.
Pasangan yang viral tersebut rutin melakukan konseling pernikahan selama dua tahun.
"Keduanya bisa menikah dengan dua tata cara, biasanya konseling dulu dengan saya. Sejak 2 tahun sudah intens komunikasi dan pertemuan dengan saya. Yang muslim perempuan, yang Katolik laki-lakinya," jelas Nurcholis.
Menikah Beda Agama
Nurcholis menjelaskan, pernikahan beda agama itu dilangsungkan dengan dua tata cara untuk mendapatkan pengesahan sesuai dengan agama dan keyakinan masing-masing. Persyaratannya pun hampir sama dengan pernikahan satu agama.
"Umumnya 99,9 persen pasangan beda agama menikah melakukan dengan dua tata cara dalam rangka untuk mendapat pengesahan menurut agama atau keyakinan masing-masing. Syaratnya akad dan pemberkatan. Kalau secara administratif ada pengantar RT RW kelurahan, melampirkan KTP, KK, akta lahir sama seperti pernikahan pada umumnya," kata Nurcholis tanpa merinci apakah pasangan itu juga memiliki buku nikah yang diakui negara.
Nurcholis menjelaskan, kedua mempelai juga tetap memegang teguh keyakinan masing-masing. "Enggak ada yang pindah, tetap di agama masing-masing," tutupnya.
Nurcholis menjelaskan, pernikahan beda agama bukanlah sesuatu yang mustahil. Ia bahkan telah membantu 30 pasangan beda agama untuk bisa menikah di Kota Semarang.
"Memang dimungkinkan karena di agama apa pun, kan selalu ada 2 pandangan. Ada yang membolehkan, ada juga yang melarang. Bagi mereka yang mengikuti pandangan yang membolehkan tentu pernikahan tersebut bisa dilaksanakan. Saya sudah mendampingi sekitar 30 pasangan yang beda agama," jelas Nurcholis.
Nama Nurcholis sebenarnya tidak asing. Dia kerap menjadi jembatan perkawinan beda agama. Nurcholis merupakan aktivis Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP).
“Setiap orang punya hak untuk memilih pasangan, cara menikah, berkeluarga, punya keturunan dan sebagainya. Nah, itu kan yang sebagian besar pasangan tidak mendapatkannya. Di sini kami hanya membantu prosesnya saja,” paparnya.
Fatwa MUI soal Perkawinan Beda Agama
Soal perkawinan beda agama ini, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa pada 28 Juli 2005. Fatwa itu ditandatangani oleh KH Ma'ruf Amin, Wapres sekarang.
Fatwa itu menetapkan:
1) Perkawinan beda agama adalah haram dan tidak sah.
2) Perkawinan laki-laki muslim dengan wanita Ahlu Kitab, menurut qaul mu’tamad, adalah haram dan tidak sah.
Sah di Mata Negara
Melansir Kompas.com, setidaknya ada dua acara untuk menyiasati pernikahan beda agama. Cara pertama salah satu pihak melakukan “perpindahan agama sementara” dan mengikuti upacara perkawinan yang sah berdasarkan salah satu agama. Hal tersebut akan memenuhi syarat perkawinan yang sah menurut pasal 2 ayat 1 undang-undang tersebut.
Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 2 ayat (1) disebutkan: "Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu".
Cara kedua bisa ditempuh berkat Putusan MA No. 1400 K/Pdt/1986 yang memperbolehkan Kantor Catatan Sipil untuk melangsungkan pernikahan beda agama. Di Indonesia sendiri terdapat dua lembaga yang bertugas mencatat pernikahan, yakni Kantor Catatan Sipil dan Kantor Urusan Agama. Pasangan beda agama bisa mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.
MA membolehkan pasangan beda agama menikah, karena pasangan dianggap tidak menghiraukan peraturan agama sehingga tidak ada halangan untuk menikah secara sah.
Menikah Agama dalam Islam
Menurut cendekiawan Muslim Quraish Shihab, Islam sejatinya membolehkan pernikahan Muslim dan non-Muslim. Asalkan, pengantin laki-laki adalah Muslim sedangkan wanitanya adalah ahli kitab.
“Alquran membolehkan laki-laki Muslim menikah dengan ahli kitab (Yahudi atau Kristen) tetapi tidak sebaliknya. Karena dikhawatirkan laki-laki non-Muslim ini yang menikah dengan Muslimah bisa jadi dia (istri) dipaksa (pindah agama),” ujar Quraish Shihab seperti dikutip dari akun Youtube Najwa Shihab yang diunggah pada September 2018.
Tetapi, ulama-ulama sekarang termasuk Buya Hamka, menyarankan melarang Muslim menikah dengan non-Muslim. “Biarlah Muslim kawin dengan Muslimah, supaya dekat budaya dan nilai-nilainya, jangan sampai Muslim menikah dengan wanita non-Muslim, lalu dia terpengaruh (oleh) wanitanya,” ujar Buya.
Melalui kanal YouTube, Pengasuh Pondok Pesantren Al-Bahjah Cirebon, Buya menuturkan kesepakatan ulama adalah melarang wanita Muslim menikah dengan laki-laki non-Muslim. “Pernikahan silang beda agama, jika wanitanya Islam maka mutlak kesepakatan ulama (ijma') tidak sah. Pernikahannya dianggap tidak sah dalam syariat, biarpun dicatatan sipilnya ada,” imbuhnya.
Dalam syariat, pernikahan yang tidak sah maka hukumnya apabila berhubungan suami-istri maka dianggap sebagai zina. “Jika seorang wanita Muslimah dan lakinya non-Muslim. Ini harga yang sudah tidak boleh ditawar,” katanya.
Negara di Dunia Legalkan Pernikahan Beda Agama
Melansir bphn.go.id perkawinan di Inggris yang menganut sistem hukum common law. Di mana negara tidak mensyaratkan adanya persamaan agama bagi para pihak yang akan melangsungkan perkawinan. Pada awalnya, hukum perkawinan yang ada menggunakan hukum gereja. Hal tersebut menimbulkan banyak protes dari kelompok aliran lainnya.
Sehingga, perkawinan dianggap tidak sekedar urusan keagamaan melainkan urusan publik. Sehingga, dengan cara ini, agama apa pun yang dianut para pihak tidak dihiraukan lagi. Orang yang beragama ataupun tidak beragama, dapat melaksanakan perkawinan sipil, dan dapat dicacatkan secara asah dengan memenuhi prosedur yang telah ditetapkan.
Senada dengan Inggris hukum perkawinan di Canada tidak menjadikan persamaan agama sebagai sarat sah perkawinan. Sahnya perkawinan di Canada adalah: a. berbeda jenis kelamin b. memiliki kemampuan seksual c. tidak ada hubungan pertalian darah atau keturunan d. tidak terikat dengan perkawinan sebelumnya e. adanya perjanjian.
Di ASEAN, Singapura merupakan salah satu negara yang memperbolehkan perkawinan beda agama. Singapura merupakan negara sekular menjadi netral dalam permasalahan agama, dan tidak mendukung orang beragama maupun orang yang tidak beragama. Singapura mengklaim bahwa mereka memperlakukan semua penduduknya sederajat, meskipun agama mereka berbeda-beda. Singapura juga tidak memiliki agama nasional.
Terakhir Tunisia. Pada 2017, pemerintah Tunisia menghapus larangan wanita menikahi pria non-Muslim. Peraturan terbaru itu diumumkan langsung oleh perwakilan kepresidenan.