Niat Jadi Investor Mahasiswa IPB Kebelit Pinjol
Oleh: Djono W. Oesman
Siapa tidak ingin kaya? Ratusan mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) ingin cepat kaya, malah terlilit utang pinjol. Rektor IPB, Arif Satria kini mencatat korban. Sebagian lapor polisi.
----------
Wakapolresta Bogor Kota, AKBP Ferdy Irawan kepada wartawan, Selasa, 15 November 2022, menjelaskan, ini bukan penipuan pinjol (pinjaman online). Melainkan, mahasiswa investasi, dananya dari utang pinjol. Lalu kebelit.
"Modusnya, para korban (mahasiswa) ditawari inves di bisnis milik terlapor, inisial SAN. Dengan janji keuntungan sepuluh persen per bulan. Para korban tertarik, mereka inves, dananya dari utang pinjol. Ternyata janji itu palsu. Maka, korban terbelit utang pinjol."
Jumah korban simpang-siur. Menurut mahasiswa, mereka ada 331 orang yang utang pinjol untuk investasi tersebut. Tapi 126 orang kesulitan bayar utang, sehingga dikejar debt collector.
Jumlah yang lapor ke Polres Bogor Kota 29 orang. Selebihnya, ada yang lapor ke pihak rektorat IPB, ada juga yang diam saja, atau ngumpet karena dikejar debt collector.
Apakah terlapor sudah dimintai keterangan polisi? "Belum, karena kita baru terima laporan di akhir Oktober. Jadi, para korban ini ada juga yang sudah menerima sebagian dari pada hasil sepuluh persen yang dijanjikan oleh terlapor, tetapi sebagian besar belum menerima," kata AKBP Ferdy.
Kronologi diceritakan mahasiswa kepada pers, begini:
Awal Januari 2022, orang yang mengaku pengusaha online perempuan berinisial SAN, menawari para mahasiswa untuk investasi ke perusahaan milik SAN. Perusahaan SAN butuh investasi.
Dijanjikan oleh SAN, para mahasiswa investor akan diberi keuntungan 10 persen dari nilai investasi, per bulan. Minimal investasi Rp3 juta. SAN menganjurkan, caranya gampang. Utang saja ke pinjol.
Sampai di sini, sebenarnya sudah tidak logis. Mengapa SAN tidak langsung utang sendiri ke pinjol? Bunga pinjol rata-rata 4 persen per bulan. Jauh lebih kecil dibanding dia memberi keuntungan 10 persen kepada para mahasiswa.
Tapi, ternyata para mahasiswa gembira mendapat tawaran itu. Karena paham, ada selisih (laba) sekitar enam persen per bulan. Dari spread (beda) antara bunga pinjol dengan keuntungan dari SAN.
Para mahasiswa ramai-ramai utang ke pinjol. Utangan langsung cair. Kilat. Lalu oleh para mahasiswa, uangnya ditransfer ke SAN.
Ada yang Rp3 juta, ada yang berani Rp13 juta. Mahasiswi Silvia Nuraeni inves Rp16 juta. Pikir mereka, semakin tinggi investasi, semakin tinggi pula penghasilan.
Lalu, sebagai investor, para mahasiswa tinggal menunggu akhir bulan. Kagak usah kerja. Berharap bakal ditransfer SAN keuntungan 10 persen dari nilai investasi. Lalu bayar bunga pinjol 4 persen. Laba 6 persen. Beres.
Ternyata, dari ratusan investor itu ada yang memang menerima keuntungan dari SAN. Tapi sebagian besar, tidak menerima. Nah, mereka yang tidak menerima ini ribut. Karena mereka dikejar-kejar debt collector. Lapor polisi.
Kok, mahasiswa enggak mikir? "Soalnya kami tergiur para senior pada inves. Dan, dibuatkan grup WA, ramai pada inves," kata mahasiswi yang ogah disebut nama.
Polisi kini menunggu. Pihak rektorat menunggu. Inventarisir problem.
Rektor IPB Arif Satria kepada pers, Senin, 14 November 2022 mengatakan, pihak kampus sudah mempelajari kasus ini. Akan mengambil langkah cepat. Ada empat langkah yang akan dilakukan.
Pertama, membuka posko pengaduan dari para mahasiswa yang menjadi korban. Jumlah korban ratusan, tapi tepatnya masih simpang-siur.
Kedua, memilah-milah tipe kasus. Apakah semuanya sama, utang online untuk investasi ke SAN, atau mungkin ada yang bentuknya beda.
Ketiga, IPB menyiapkan bantuan hukum untuk mahasiswa yang tertipu usaha online dalam kasus ini.
Keempat, IPB akan melakukan peningkatan literasi keuangan untuk para mahasiswa.
Sementara proses itu berjalan, argo tagihan dari pinjol terus bergulir. Ada penalti. Bunga berbunga.
Sebenarnya, niat mahasiswa itu ideal. Kalau bisa dapat duit tanpa kerja, ngapain kerja? Paling enak itu. Disebut Financial Freedom, seperti di buku Robert T. Kiyosaki yang best seller itu.
Robert T. Kiyosaki dalam bukunya: "Rich Dad's Cashflow Quadrant: Rich Dad's Guide to Financial Freedom" (2011) membagi cara hidup orang dalam empat kuadran.
1) Employee. Golongan pegawai, baik negeri maupun swasta. Orang golongan ini berkata: “Saya mencari pekerjaan yang aman, dan terjamin. Bayaran tinggi, tunjangan bagus. Setiap tahun naik gaji. Kalau tua dapat pensiun."
Golongan ini, kata Kiyosaki, pencari aman. Umumnya berharap kerja dalam waktu singkat, bayaran tinggi. Buat perempuan, ada cuti hamil dan berbagai fasilitas lain.
2) Self Employed. Atau wiraswasta. Mereka menjadi bos atas diri mereka sendiri. Kalau bekerja keras, hasilnya semakin banyak. Misal, jualan makanan, atau dagang apa pun.
Orang jenis ini mengerjakan semuanya sendiri. Kalau usaha membesar, dibantu pegawai. Tapi, orang jenis ini tidak mendelegasikan tugas kepada karyawan. Mereka jadi bos, sekaligus pekerjanya.
3) Business Owner. Atau pengusaha. Orang golongan ini berkata, “Saya mencari CEO untuk menjalankan perusahaan saya. Sedangkan saya mikir, cara membesarkan perusahaan ini.”
Bedanya dengan golongan nomor dua, golongan ini mendelegasikan pekerjaan kepada ahlinya. Tentu, bermodal karena harus menggaji karyawan.
4) Investor. Inilah golongan dengan tingkat tertinggi. Mereka tidak kerja, tidak bisnis. Melainkan selalu mengincar perusahaan yang diprediksi bakal berkembang. Kalau ketemu, maka mereka menanamkan uang di perusahaan milik orang lain itu.
Investor hidup happy. Uang mereka bekerja sendiri, untuk menghasilkan uang lebih banyak lagi. Disebut Financial Freedom.
Nomor empat inilah yang diincar ratusan mahasiswa-mahasiswi IPB itu. Ingin kaya, kagak pake kerja.
Beda antara mahasiswa itu dengan teori Kiyosaki, pada kepemilikan modal. Investor yang sebenarnya adalah pinjol. Lha, kok ada calon investor utang ke investor. 'Kan jadi mbulet.