Ngebor Kopi Yuk...
Menyeruak hits sebuah kedai kopi di Surabaya. Kopi Bor nama hits-nya. Kedai Simple nama bawaan aslinya. Di gang kecil dia, bukan di mall atau di ruko. Ada di Jalan Embong Sawo, sebelah persis Kantor Kelurahan Embong Kali Asin. Cukup dekat dengan ikon Surabaya Bambu Runcing, lumayan jauh dari ikon Surabaya yang lain; Tunjungan Plaza.
Kedai hits ini pemilikya Pasutri. Mereka selalu berpasangan kala sedang ngebor kopi, bak film lama yang begitu melegenda. Pasti ingat bukan? Judul lakonnya Galih dan Ratna. (Film Galih dan Ratna ini beberapa waktu lalu dibesut ulang dengan gaya kekinian dengan pelakon baru. Namun, tetap saja, legenda lama menyeruak dihadirkan.)
Sedikit menegaskan, foto gaya ngebor di atas bukan Galih dan Ratna yang sedang diimajinasikan, melainkan faktual Galih dan Ratna yang senyatanya. Hanya namanya saja yang beda. Mereka adalah Hasan dan Yanti.
Hasan asli Sampang, sedang Yanti asli pendatang dan kemudian menjadi warga Surabaya. Hasan Madura, Yanti Wonorejo Gang III. Hasan tetangga Bupati Sampang, Yanti adalah tetangga bekas Walikota "Bonek" Surabaya, Cak Narto Sumoprawiro. Sama-sama tetanga, berjodoh, lalu bikin kedai kopi.
Hasan dan Yanti memang bak Galih dan Ratna. Berpasangan setia melahap kerasnya pertarungan perekonomian. Yanti bekas karyawan konsultan pajak, Hasan karyawan lepas penyedia layanan tv kabel. Masing-masing lantas berhenti dan akhirnya berjuang untuk mandiri. Pilihan mandirinya adalah dunia kopi. Dunia hitam nan asyik. Dunia yang boleh jadi juga gelap, keras, kasar, dan awur-awuran.
Penjual kopi buanyak, sebanyak kutu beras dalam karung di gudang beras yang jelek kualitas. Namun Galih dan Ratna satu ini ogah disebut kutu. Apalagi kutu dalam kopi. Maka mereka menciptakan ritme asyik dalam mengopikan pelanggan Kedai Simple yang dipilotinya.
Tidak ada kopi hitam disana. Adanya kopi jenis specialty menurut daya tangkap pemahamannya. Semua kopi ada nama, termasuk nama petani dan daerah asal panen kopinya. Ada juga sih kopi saset, namun bertengger di bawah rak-rak tempat korah-korah.
Hasan memang bak Galih. Tapi boleh dong dia juga punya idola. Boleh jadi idolanya adalah Inul Daratista. Inul si Ratu Goyang Ngebor yang fenomenal itu. Maka, dia ambil bor, lalu ditancapkan bor itu ke hand grinder miliknya. Kemudian mengeborlah dia dengan koleksi kopi spesialty-nya.
Jadilah kopi digiling dengan bantuan alat bor kreasinya. Kopinya asyik. Ritme ngopi di tempat nyempil ini juga oke, inner ngopinya juga spektakuler dengan sentuhan sensasional.
"Kalau aku ngebor Mbak Inul, pasti istriku marah. Kalau ngebor tembok orang pasti didor polisi, karena dikira pencuri. Nah ngebor yang ini lebih asyik, kita bisa ngebor sama-sama malah. Untung sedikit demi sedikit tak apalah, siapa tahu bisa seperti peribahasa, lama-lama pasti buncit," kata Hasan suantai.
Jangan salah, kelihatannya memang sedikit demi sedikit, si kedai nyempil pula. Bahkan harus rela senggolan bokong kalau ada yang lewat dan geser tempat duduk. Tapi, Kopi Aceh Gayonya sehari bisa habis 1kg, Robusta Lampung 1,5kg, Robusta Sumbertangkil Malang Selatan 0,5kg, Kopi Bajawa dan Flores masing-masing 0,5kg untuk dua hari, Andungsari dan kopi Toraja setengah kilogram dalam setengah hari.
Jika estimasi kopi satu kilogram jadi 60 cups kopi seduh, pasangan Galih dan Ratna Madura Surabaya ini tak kurang harus membuat kopi sebanyak 250 cups sehari. Satu cups 8 ribu rupiah, berapa omset kasar dalam sehari? Sampeyan hitung sendiri ya... widikamidi