Ngaku Tak Bersalah, 6 Pesilat Gugat Polres Mojokerto Kota
Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia cq Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur (Kapolda Jatim) cq Kepala Kepolisian Resor Mojokerto Kota (Kapolresta Mojokerto) cq Satuan Reserse Kriminal Resor Mojokerto Kota (Kasat Reskrim) cq Kepala Satuan Unit 3 Pidana Umum Reserse Kriminal Resor Mojokerto Kota cq Kepala Unit 1 Pelayanan Perempuan dan Anak Resor Mojokerto Kota, digugat praperadilan di Pengadilan Negeri Mojokerto oleh enam tersangka kasus pengeroyokan dan penganiayaan pesilat.
Sidang dengan hakim tunggal, Syufrinaldi digelar terbuka untuk umum di ruang Candra Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto, Senin 18 Desember 2023. Pihak Kapolres Mojokerto Kota diwakili Kanit Pidum Satreskrim Polres Mojokerto Kota, Ipda Sugianto bersama anggota lainnya berjumlah tiga orang. Sementara para penggugat diwakili kuasa hukumnya Pidel Kastro Hutapera.
Sidang yang digelar pukul 09.30 WIB itu juga berbeda dengan beberapa sidang lainnya, karena sidang ini dijaga ketat petugas gabungan dari Polres Mojokerto dan Polsek Sooko, baik di dalam maupun di luar ruang sidang.
Diketahui enam pesilat ditetapkan tersangka oleh Polres Mojokerto Kota setelah dinyatakan terbukti melakukan pengeroyokan dan penganiayaan pesilat lain di Dusun Clangap, Desa Mlirip, Kecamatan Jetis, Senin 30 Oktober 2023 dini hari.
Dari enam tersangka itu, empat di antaranya masih di bawah umur. Mereka adalah, AAP 17 tahun warga Dusun Jetis Desa Sumberagung Kecamatan Jatirejo Mojokerto, AJA 15 tahun warga Dusun Tirim Desa Tampungrejo Kecamatan Puri Mojokerto, FMP 17 warga Bedang Mirip Kecamatan Jetis Mojokerto dan MD 16 tahun warga Desa Mirip Kecamatan Jetis Mojokerto.
Sementara dua tersangka dewasa adalah Willy Dhanny Setiawan 25 tahun warga asal Desa Tangunan Kecamatan Puri Mojokerto dan Muhammad Rio Alviansyah 20 tahun warga Dusun Sukorame Desa Penompo Kecamatan Jetis Mojokerto.
Kuasa Hukum para penggugat, Pudel Kasto Hutapera menyatakan, praperadilan diajukan karena menganggap penyidik kepolisian Polres Mojokerto Kota tidak maksimal melakukan upaya pembuktian terhadap kasus yang dialami kliennya.
"Ada empat (Permohonan), pertama sah tidaknya penangkapan, sah tidaknya penahanan, sah tidaknya penetapan tersangka dan yang keempat memohonkan ganti rugi kepada pemohon," kata Kuasa hukum ke enam tersangka, Pidel Kastro Hutapera kepada wartawan usai sidang di PN Mojokerto.
Menurut advokat asal Surabaya itu, penyidik terlalu cepat untuk menetapkan para kliennya sebagai tersangka. Polisi disebut belum mempunyai alat bukti yang kuat menurut hukum. Sehingga mengenai penangkapan hingga penetapan tersangka yang tidak terdapat cukup bukti dinilai tidak sah. "Paling tidak mereka sudah mengantongi dua alat bukti permulaan. Apakah laporan pemohon dan ataukah ada bukti yang lain, ini yang kami tidak lihat, hanya sebatas laporan saja," terangnya.
"Sama saja (penetapan tersangka) apalagi kalau sudah mengenai penetapan tersangka paling tidak benar-benar sudah memiliki dua alat bukti yang kuat. Dua alat bukti yang kuat ini yang belum kami dapatkan dari termohon (Polres Mojokerto Kota), makanya kami tetap mengajukan praperadilan," tambahnya.
Untuk diketahui polisi meringkus enam pemuda yang mengeroyok dua pesilat di Dusun Clangap, Desa Mlirip, Jetis, Mojokerto. Menurut polisi pengeroyokan itu dipicu sentimen karena kedua korban berasal dari perguruan silat berbeda.
Saat itu kedua korban dalam perjalanan pulang setelah ikut unjuk rasa di Polres Mojokerto, Jalan Gajah Mada, Mojosari pada Minggu 29 Oktober 2023 malam. Ketika melintas di Jalan Raya Mlirip depan PT Ajinomoto, korban berpisah dengan rombongannya, Senin 30 Oktober 2023 sekitar pukul 01.00 WIB.
Korban adalah Dimas Wahyu Firmansyah 19 tahun warga Desa Sumput, Driyorejo, Gresik. Saat itu, Dimas membonceng temannya, Chandra Ditya dan Salsa menggunakan sepeda motor Honda PCX warna merah W 2099 NBL.
Enam pelaku pengeroyokan itu diringkus 1 jam setelah kejadian pengeroyokan. Supriyono mengatakan para pelaku ditangkap di Jalan Dusun Clangap pada Senin 30 Oktober 2023 sekitar pukul 02.00 WIB. Para pelaku dijerat dengan pasal 170 dan atau pasal 351 KUHP tentang Pengeroyokan dan Penganiayaan.
Polisi juga menyita barang bukti 1 sepeda motor korban, 3 sepeda motor para pelaku, 14 pecahan batu, 1 sandal jepit, 1 ponsel milik Chandra, 2 ponsel milik pelaku, 4 jaket dan hoodie, 1 topi, serta 1 alat pemukul seperti palu.
"(Bukti) Itu yang diperlihatkan kepada kami untuk penetapan tersangka, tapi menurut kami belum cukup kuat untuk penetapan tersangka. Ada berupa benda tumpul seperti palu, dan ada batu-batu juga yang entah itu dipungut dari jalan pada saat mereka ditangkap itu lah yang dipertunjukkan kepada kami," terang Pidel Kastro.
Ditambahkan Pidel, polisi terlalu cepat untuk menetapkan para kliennya sebagai tersangka. Padahal mereka (kliennya) tidak tahu sama sekali peristiwa penganiayaan dan pengeroyokan itu terjadi. "Mereka ada di Balai Desa Mlirip, walaupun ada pawai dari perguruan lain mereka ada di situ, mereka tidak tahu kejadian itu di mana. Tiba-tiba ada para termohon (polisi) datang menyisir daerah itu karena mereka berkumpul di situ langsunglah mereka dibawa ke Polres (Mojokerto Kota)," terangnya.
Hakim Tunggal Syufrinaldi yang menyidangkan perkara gugatan praperadilan tersebut memberikan kesempatan bagi termohon atau pihak Kepolisian Polres Mojokerto Kota untuk membuat kesimpulan dan mengajukannya pada sidang berikutnya, Selasa 19 Desember 2023.
Advertisement