Ngaji Tasawuf: Mengurangi Sesuatu yang Mubah & Pendidikan Formal
Pesantren sebagai lembaga pendidikan khas Islam di Nusantara, melakukan pelbagai terobosan penting. Tetap memelihara khazanah lama, kitab kuning dan praktik tasawuf, juga mengembangkan diri dengan menempkatkan pendidikan formal sebagai bagian yang terintegrasi aktivitas para santri.
Berikut merupakan catatan-catatan Ust Ma'ruf Khozin, Ketua Komisi Fatwa MUI Jawa Timur, yang tengah merintis berdirinya Pondok Pesantren Raudlatul Ulum Suramadu, dengan memfasilitasi pendidikan formal.
Mengurangi Sesuatu yang Mubah
Dulu saat ngaji Tasawuf ada anjuran mengurangi hal-hal yang diperbolehkan:
ﻭﺃﻣﺎ اﻷﻭﺭﻉ ﻓﻬﻮ ﻣﻦ ﻳﺘﺮﻙ ﺑﻌﺾ اﻟﻤﺒﺎﺣﺎﺕ ﺧﻮﻑ اﻟﻮﻗﻮﻉ ﻓﻲ اﻟﺸﺒﻬﺎﺕ.
"Wirai adalah orang yang meninggalkan hal-hal yang boleh karena takut terjatuh ke barang syubhat/ sesuatu yang tidak jelas halal- haramnya" (Syarah Al-Kabir Ad-Dardiri, Bab Qadha' 131)
Sekarang konsep wirai memiliki landasan rasionalnya, yaitu bertambahnya kegemukan, naiknya lemak buruk, tensi darah dan penyakit lainnya. Jadi bila memiliki sifat hati yang wirai akan terhindar dari kesemuanya, insyaallah.
Memiliki kelebihan memang bagus, kecuali kelebihan timbangan badan. Kalau istri pengecualian. Semakin gemuk istri menandakan suksesnya suami membahagiakan istrinya. Makanya jalan-jalan supaya lebih sehat.
Di Sini Kami Berjumpa
Saya tidak pernah tahu di mana saya akan lahir. Allah menghendaki saya lahir di tengah-tengah pondok putri Raudlatul Ulum, Ganjaran Gondanglegi, Malang. Baratnya rumah ada musala putri, timurnya rumah ada asrama pondok putri.
Di musala putri ini saya sering mencuri pandang wajahnya. Saya melakukan itu karena belum menemukan hukum potong tangan karena curi-curi pandang. Hingga Abah hendak memondokkan saya, saya pun mengajukan syarat: "Saya mau mondok kalau ditunangkan dengan santriwati ini". Abah pun menuruti keinginan saya. Itu terjadi pada tahun 1995.
Ada perjalanan panjang serta pasang surut gelombang cinta, namun Alhamdulillah pada 2002 kami berjodoh. Benar kata penyair Arab:
ﻧﻘﻞ ﻓﺆاﺩﻙ ﺣﻴﺚ ﺷﺌﺖ ﻣﻦ اﻟﻬﻮﻯ • ﻣﺎ اﻟﺤﺐ ﺇﻻ ﻟﻠﺤﺒﻴﺐ اﻷﻭﻝ
Pindahkan hatimu kemanapun sesuai keinginan hatimu. Tidak ada cinta kecuali untuk kekasih yang pertama
ﻛﻢ ﻣﻨﺰﻝ ﻓﻲ اﻷﺭﺽ ﻳﺄﻟﻔﻪ اﻟﻔﺘﻰ • ﻭﺣﻨﻴﻨﻪ ﺃﺑﺪا ﻷﻭﻝ ﻣﻨﺰﻝ
Betapa banyak tempat di bumi yang disenangi pemuda. Tapi kerinduannya yang abadi ke tempat yang pertama.
Pendidikan Formal Di Pesantren
Awal membangun PPs Raudlatul Ulum Suramadu saya melakukan sowan ke banyak kiai di Bangkalan. Terkhusus pada Dzuriyah Syaikhona Kholil Bangkalan dan beberapa kiai yang lain.
Di samping meminta doa, yang tak terduga adalah masukan baik berupa saran atau ilmu dari beliau-beliau. Kepada KH Zubair Muntashor saya menghaturkan izin dan doa. Dari putranya, Lora Fathur Rozi saya mendapat dawuh: "Saat ini lembaga pendidikan seperti pesantren bukan lagi mementingkan maslahat, tapi meminimalisir madarat".
Beliau memberi gambaran seorang anak sekolah formal dari rumah dan sekolah formal di pondok, madaratnya lebih kecil di pondok, karena tetap dijaga dengan aturan, menjaga kedisiplinan dan semacamnya. Sementara jika dari rumah terkadang anak pamit ke sekolah tetapi masih mampir ke mana-mana dan sulit terkontrol.
Karena saya lama di Bahtsul Masail langsung teringat para kiai yang menerapkan perkataan Imam Al-Ghazali di bagian akhir bahwa menjauhkan madarat hakikatnya mendatangkan kemaslahatan:
ﻧﻌﻨﻲ ﺑﺎﻟﻤﺼﻠﺤﺔ اﻟﻤﺤﺎﻓﻈﺔ ﻋﻠﻰ ﻣﻘﺼﻮﺩ اﻟﺸﺮﻉ ﻭﻣﻘﺼﻮﺩ اﻟﺸﺮﻉ ﻣﻦ اﻟﺨﻠﻖ ﺧﻤﺴﺔ: ﻭﻫﻮ ﺃﻥ ﻳﺤﻔﻆ ﻋﻠﻴﻬﻢ ﺩﻳﻨﻬﻢ ﻭﻧﻔﺴﻬﻢ ﻭﻋﻘﻠﻬﻢ ﻭﻧﺴﻠﻬﻢ ﻭﻣﺎﻟﻬﻢ
Maslahat yang kami maksud adalah menjaga tujuan syariat. Dan tujuan syariat dari manusia ada 5, melindungi agama mereka, raga mereka, akal mereka, keturunan mereka dan harta mereka
ﻓﻜﻞ ﻣﺎ ﻳﺘﻀﻤﻦ ﺣﻔﻆ ﻫﺬﻩ اﻷﺻﻮﻝ اﻟﺨﻤﺴﺔ ﻓﻬﻮ ﻣﺼﻠﺤﺔ، ﻭﻛﻞ ﻣﺎ ﻳﻔﻮﺕ ﻫﺬﻩ اﻷﺻﻮﻝ ﻓﻬﻮ ﻣﻔﺴﺪﺓ ﻭﺩﻓﻌﻬﺎ ﻣﺼﻠﺤﺔ.
Setiap hal yang mengandung perlindungan terhadap 5 hal ini disebut maslahat. Dan setiap yang merusak terhadap 5 hal tersebut adalah keburukan. Menghindarkan keburukan adalah sebuah kemaslahatan (Al-Mustashfa, 174)
"Bismillah manut kepada para guru untuk mendirikan Madrasah Tsanawiyah Formal. Sekaligus mengharap para santri lulusan pesantren yang menjadi sarjana sesuai keahlian untuk bergabung mengamalkan ilmunya di pesantren ini."
Demikian catatan Ust Ma'ruf Khozin. Semoga bermanfaat.
Advertisement