Ngaji Digital, Habib Ali al Jufri: Sayang Mimbar Jadi Ajang Hoaks
Ngaji Cyber bersama Habib Ali al Jufri. Ulama karismatik Yaman ini, memnyampaikan contoh dan analisis melalui tim cyber di Tabah Foundation tentang kasus karikatur nabi di Denmark. Mendalam dan aktual dengan situasi perang cyber yang kita hadapi di Indonesia. Setidaknya 5 tahun terakhir.
Tapi ceramah ulama yang berpengaruh di Indonesia, bikin merinding tentang mimbar. Ketika itu, Habib Ali Al Jufri berpesan sesuai yang terima dari gurunya Habib Abdul Qodir. Ketika itu, Habib Ali meminta izin dan memohon nasihat saat hendak naik kali pertama di mimbar Jumat.
Sang guru berpesan, ""Anakku ketahuilah bahwa setiap engkau melangkah naik tangga mimbar, bahwa mimbar itu adalah mimbarnya Rasulullah" Semenjak itu, Habib Ali Al-Jufri merasa selalu gemetar ketika naik mimbar.
"Kini, kami heran bagaimana mungkin mimbar menjadi tempat menyebarkan hoaks, hasutan dan fitnah. Padahal mimbar itu adalah kepunyaan dan mimbar milik Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam (SAW).
Bersama Rais Aam PBNU di Jakarta
Ngaji Cyber bersama Habib Ali al Jufri, dihadiri Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Miftachul Akhyar, dan sejumlah ulama berpengaruh di Jakarta.
Ketua Komisi Fatwa MUI Jawa Timur mempunyai catatan terhadap majelis ilmu yang dielu-elukan kehadirannya di kalangan kaum santri. Inilah catatannya:
Ketika melihat tema:
الدعوة إلى الله في العصر الرقمي في مواجهة تحديات التدين الواقعي والوهمي
Habib Ali Al Jufri seperti menanyakan apa maksudnya? Habib Jindan memanggil adiknya dengan isyarat untuk menjelaskan tema tersebut. Habib Ali menjadi paham setelah diberi pengantar oleh Kiai Zulfa Mustafa, Wakil Ketua Umum PBNU.
Intinya adalah tantangan berdakwah mengajak ke jalan Allah di era digital dalam beragama di dunia nyata dan dunia maya. Di luar dugaan saya ternyata Habib Ali menuntaskan tema ini dengan berbasis data dan pengalaman kiprah dakwahnya di Eropa.
Beliau mengawali dengan statement pembuka:
في العصر الرقمي أكاذيب وخدعات
"Digital ada banyak kebohongan dan tipuan"
Beliau menyampaikan data bahwa di Facebook saja ada 2 miliar akun palsu. Dari akun palsu inilah mampu menggerakkan banyak orang di dunia nyata. Bagi para pemangku kepentingan duniawi, seperti ekonomi dan politik, alat ini sangat penting untuk digunakan. Dari sinilah antar perorangan berubah menjadi benci. Antar bangsa saling bertengkar.
Kasus Kartun Nabi di Denmark
Habib Ali mencontohkan kasus 'kartun Nabi' di Denmark pada 2006 silam. Karena beliau turut serta dalam upaya meredam isu tersebut, beliau menjelaskan bahwa gambar yang menghina Nabi itu diterbitkan di sebuah koran kecil yang tidak terkenal. Setelah 6 bulan kejadian ada seorang Muslim yang baru tahu berita itu lalu menyebarkan berita tersebut di media sosial.
Kabar itu tersiar ke banyak negara, unjuk rasa terjadi di mana-mana, Indonesia, Pakistan dan negara lainnya. Kedutaan Denmark didemo, dituntut meminta maaf. Kita pun menjadi marah lantaran yang dihina adalah Manusia yang paling kita cintai, Rasulullah shalallahu alaihi wasallam. Tapi kita tidak pernah tahu akar persoalannya. Padahal itu semua terjadi untuk kepentingan bisnis dan politik menjelang pemilihan di Denmark. Isu agama adalah senjata yang paling ampuh menjari simpatik.
Di akhir majelis beliau berpesan agar tidak menjadikan digital sebagai sumber ilmu utama, melainkan sebagai media informasi saja. Mencari ilmu tetap di majelis para ulama dan lembaga pendidikan, sembari memegang penuh adab mencari ilmu dari kitab Pendiri NU, Hadratusy Syekh Hasyim Asy'ari.
Demikian semoga bermanfaat. Wallahu a'lam.
Advertisement