Netizen Indonesia Barbar Sedunia, Umat Islam Perlu Beri Teladan
Netizen Indonesia dikenal paling bar-bar sedunia. Demikian, rilis survei Microsof soal Digital Civility Index (DCI) pada 2020 lalu.
Dari hasil survei yang melibatkan 16.000 responden di 32 negara itu, kualitas kesopanan netizen Indonesia menempati urutan ke-29 dari 32 negara.
Di Asia Tenggara, netizen Indonesia menempati posisi pertama untuk kualitas paling tidak sopan. Bila dicermati, corak polah netizen yang barbar itu terjadi seputar Pilpres 2019, baik sebelum dan sesudahnya.
Sementara itu, secara global, justru Belanda menjadi negara dengan netizen paling sopan alias ranking pertama. Sementara di Asia Tenggara dan juga di Asia secara umum, Singapura berada di posisi teratas dan keempat secara global.
Singapura tercatat naik empat peringkat, menggantikan Malaysia yang sebelumnya ada di peringkat tersebut. Adapun Indonesia menempati ranking ke-29 dari 32 negara yang diteliti Microsoft sehingga posisinya terbawah di Asia Tenggara, menurun 8 poin dengan skor 76.
Hal ini berdasarkan laporan tahunan terbaru Microsoft yang antara lain mengukur tingkat kesopanan netizen atau pengguna internet dengan tajuk 2020 Digital Civility Index (DCI). Netizen Indonesia termasuk yang diteliti dan menempati rangking bawah.
"Studi tahunan kesopanan digital ini penting untuk meningkatkan kesadaran dan mendorong interaksi positif secara online," sebut Liz Thomas selaku Regional Digital Safety Lead, Asia-Pacific, Microsoft yang dikutip dari Mashable, dikutip Selasa 25 Mei 2021.
Respon Muhammadiyah
Menanggapi hal itu, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir menganggap penting bagi Muhammadiyah untuk lebih giat menebarkan dakwah pencerahan dan menguatkan nilai-nilai Islam sebagai agama peradaban melalui berbagai aktivitasnya.
Kaji Pemikiran Keislaman Para Tokoh
“Di sinilah pentingnya kita terus mengkaji pemikiran-pemikiran Keislaman kita secara bayani, burhani dan irfani. Sebagai bagian dari realitas yang bersifat revolusi sains dan teknologi itu, kita juga berhadapan secara praksis dengan apa yang kita sebut sebagai simulakra (dunia tipuan) media sosial saat ini,” jelasnya.
Dalam forum Halalbihalal PP Muhammadiyah 1442 H, belum lama ini, Haedar menganggap media sosial bagaikan pisau bermata dua.
Manfaatkan Kepentingan Dakwah
Satu sisi mampu bermanfaat untuk kepentingan dakwah, ilmu pengetahuan, interaksi yang lebih canggih, namun pada sisi yang lain mampu mereduksi akal budi dan keadaban.
“Dan disebutkan, 68 persen (ketidaksopanan) justru dilakukan oleh yang sudah berusia dewasa. Yang banyak dikembangkan adalah hoaks dan segala macam kebencian dan diskriminasi,” tuturnya.
Tak Larut dalam Medsos
Haedar pun berpesan agar warga Muhammadiyah tidak ikut larut dalam keriuhan di media sosial dengan cara-cara yang tidak menggambarkan sikap dan akhlak yang tercerahkan.
"Poin ini penting bagaimana kita sebagai organisasi dakwah menghadirkan dakwah yang membawa dan membangun keadaban publik. Normatifnya kita sudah tahu, paham bahwa Islam itu agama yang mengajarkan akhlakul karimah tapi kemudian bagaimana penerjemahannya dalam tablig dan dakwah,” tuturnya.