Netanyahu Sebut Al Jazeera Medianya Teroris, akan Ditutup
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyebut akan segera menutup kantor Al Jazeera di Israel. Ia menuduh media yang fokus memberitakan perang Israel di Gaza, sebagai medianya teroris.
Tuduhan Netanyahu
Pernyataan itu disampaikan Netanyahu setelah parlemen Israel, Knesset, meloloskan undang-undang yang memungkinkan memberangus media, jika dianggap "mengancam keamanan negara".
Legislasi dengan suara mayoritas di Knesset itu disahkan pada Senin, 1 April 2024.
Setelah undang-undang disahkan, Netanyahu menuduh Al Jazeera terlibat "aktif" dalam serangan Hamas pada 7 Oktober 2024 lalu, lewat akun X atau Twitternya.
Netanyahu Pembohong
Dalam pernyataan resminya dilihat di akun Instagram, Al Jazeera menegaskan cuitan Netanyahu sebagai tuduhan yang berbahaya. "Netanyahu tak bisa menemukan bukti atas upaya pembungkaman yang berkelanjutan pada Al Jazeera, melainkan dengan menunjukkan kebohongan dan fitnah atas media dan wartawan kami," kata Al Jazeera, dilihat Selasa 2 April 2024.
Media yang berbasis di Qatar itu juga meminta pertanggungjawaban pada Netanyahu atas keamanan kru dan pekerja media, pasca pernyataan bohong tersebut. Dalam pernyataannya, Al Jazeera menyebut Israel telah melakukan upaya sistematis untuk membungkam Al Jazeera.
Dimulai dari pembunuhan jurnalis perempuan Shireen Abu Akleh saat meliput demonstrasi di Tepi Barat tahun 2022, pembunuhan Samer Abudaqa, Hamzah Dahdouh, serta serangan yang disengajata serta penangkapan jurnalis dan intimidasi di lapangan, selama perang Gaza.
Kecaman CPJ
Pimpinan Eksekuttif Komite Perlindungan Jurnalis (CPJ), Jodie Ginsberg, menegaskan langkah Israel membungkam Al Jazeera sebagai tindakan yang meresahkan.
"Kami melihat bahasa seperti ini dari Netanyahu dan pejabat Israel, di mana mereka menuduh jurnalis sebagai kriminal dan teroris," katanya.
CPJ mendokumentasikan sebanyak 95 jurnalis tewas sejak konflik 7 Oktober meletus di Gaza.