"Negeriku Sedang Dilahap Rayap"
Karya: Taufik Ismail
Kita Hampir Paripurna
menjadi Bangsa Porak- Poranda,
Terbungkuk Dibebani Hutang
dan Merayap Melata Sengsara di dunia.
Pergelangan Tangan dan Kaki Indonesia “DIBORGOL” di Ruang Tamu Kantor Pegadaian Jagat Raya.
Negeri kita “Tidak Merdeka Lagi”,
Kita sudah jadi Negeri Jajahan Kembali.
Selamat Datang dalam
“Zaman Kolonialisme Baru,”
Saudaraku.
Dulu penjajah kita “Satu Negara”,
Kini penjajah kita “Multi-Kolonialis”
banyak bangsa.
Mereka “Berdasi Sutra”,
Ramah-Tamah luar biasa
dan Banyak Senyumnya.
Makin banyak kita
“Meminjam Uang,
Makin Gembira”
karena “Leher Kita
Makin Mudah Dipatahkannya”.
Bergerak ke kiri “Ketabrak Copet”
Bergerak ke kanan “Kesenggol Jambret”,
Jalan di depan “Dikuasai Maling’,
Jalan di Belakang penuh “Tukang Peras”,
Yang di atas “Tukang Tindas.”
Lihatlah PARA MALING itu
kini mencuri secara Berjamaah.
Mereka berSaf-Saf Berdiri Rapat,
Teratur Berdisiplin dan Betapa Khusyu’.
Begitu rapatnya mereka berdiri
susah engkau menembusnya,
Begitu Sistematis.
Itukah rezim yang kalian banggakan dan di bela-bela.
Lalu dari sisi mana hebatnya rezim sekarang ini.
Taufiq Ismail adalah sastrawan Angkatan '66, lahir di Bukittinggi, 25 Juni 1935, tapi dibesarkan di Pekalongan, Jawa Tengah. Ayahnya adalah seorang ulama Muhammadiyah terkemuka, K.H. Abdul Gaffar Ismail, dan ibunya, Tinur Muhammad Nur.
Dengan latar belakang keluarga seperti itulah Taufiq dikenal sebagai penyair yang bernafaskan keagamaan. Selain itu, Taufiq juga seorang kolumnis, serta menulis lirik untuk lagu-lagu kelompok Bimbo asal Bandung.
Taufiq Ismail adalah anak sulung dari tiga bersaudara, adiknya bernama Ida Ismail dan Rahmat Ismail. Dari perkawinannya dengan Esiyati Yatim, Taufiq dikarunia putra tunggal Bram Ismail, M.B.A. yang bekerja di PT Unilever, melanjutkan karier ayahnya yang juga pernah bekerja di perusahaan Amerika Serikat itu selama 12 tahun sejak tahun 1978.