Dari Mabadi Khairu Ummah ke Negara Sejahtera
Para pendahulu dan orang-orang pejuang kemerdekaan Indonesia telah membayangkan betapa Indonesia kelak adalah negara yang sejahtera. Salah seorang di antaranya, adalah President Hoefdbestuur Nahdlatoel Olelama (HBNO) — kini Ketua PBNU— KH Mahfoed Shiddiq, yang mendedahkan konsep Mabadi Khaira Ummah di lingkungan organisasi Islam terbesar di Indonesia itu.
Konsep Masyarakat Sejahtera telah digariskan pula para Founding Fathers Republik Indonesia, yang merumuskan dalam konstitusi negara. Nah, terkait hal itu, berikut pandangan ulama pesantren tentang hal ihwal “Negara Sejahtera”, catatan KH Husein Muhammad. Sebagai sahabat Gus Dur, KH Husein Muhammad, adalah Kiai Pesantren Dar el-Quran Arjawinangun Cirebon. (Redaksi):
Seorang teman bertanya bagaimana sebuah negara digolongkan atau dinilai sebagai negara maju dan sejahtera?.
Aku mencoba menjawab lagi : Masyarakat/bangsa bisa dipandang sejahtera jika memenuhi 9 tanda, gejala atau indikator ini :
Pertama, jika kebanyakan masyarakat berpikir substantif, isi, bukan literalistik/kulit/permukaan.
Kedua, pendidikan dikelola dengan baik, disiplin dan disampaikan melalui metode dialektika, bukan indoktrinasi dan bukan formalistik.
Ketiga, jika tidak banyak undang-undang/regulasi.
Keempat, jika polisi banyak yang nganggur dan tidak banyak pengangguran.
Kelima, jika sedikitnya koruptor.
Keenam jika banyak masyarakat yang bersedekah dan tersenyum.
Ketujuh, jika masyarakatnya lebih aktif, kreatif dan banyak bekerja daripada banyak bicara.
Kedelapan, jika tidak banyak orang yang mengeluh, emosional dan stres.
Kesembilan, jika di mana-mana banyak orang yang membaca buku dan menulis
Nah. Bagaimana Jika yang terjadi di sebuah negara adalah sebaliknya?.
Lalu bagaimana keadaan di negera kita, Indonesia, ini ya?.
Cintailah yang Menaklukannya
Suatu hari seorang laki-laki dari sebuah kampung di Arabia datang ke Madinah. Tidak ada tujuan lain ke sana selain untuk menemui Nabi Saw. Pada saat itu dia sendiri belum pernah melihat wajah Nabi. Dia hanya mendengar nama Muhammad bin Abdullah, nama yang sangat populer dan selalu menjadi perbincangan publik hampir setiap hari.
Tetapi laki-laki tersebut lebih sering mendengar kabar yang sangat negatif atau buruk tentang beliau, seakan tak ada yang positif dari pribadi Nabi. Ia mendengar dari orang lain bahwa Muhammad adalah orang yang menghina tuhan-tuhan kabilah Quraisy dan kabilah-kabilah yang lain.
Muhammad adalah manusia pembohong, tukang sihir dan penipu. Kabar buruk dan hoax tentang beliau itu dia terima begitu saja sebagai kebenaran. Dia mempercayainya.
Hatinya panas membara dan berkobar-kobar penuh kebencian. Ia ingin saja segera menemui Muhammad. Maka iapun berangkat dengan membawa pedangnya yang terhunus yang sudah dia asah beberapa kali. Ia bersumpah akan menghabisi Muhammad, orang yang sangat dibencinya itu, karena telah merusak tatanan kehidupan yang sudah mapan dan berakar di tengah masyarakat sebagai seluruhnya kebaikan.
Dia pun tiba di Madinah. Di sana dia segera mencari orang yang bernama Muhammad anak Abdullah dengan bertanya kepada orang-orang yang dia temui. Manakala dia kemudian bertemu dengan orang yang dipanggil Muhammad itu darahnya segera mendidih, kata-kata kasar, sumpah serapah dan penuh caci maki berhamburan dari mulutnya. Wajahnya merah padam, menyimpan kemarahan luar biasa.
Melihat dan mendengar sikap orang itu Nabi saw hanya tersenyum saja dan tidak mengatakan apa-apa kepadanya. Beliau menyambutnya dengan santun. Senyumnya terus menghiasi wajah tampannya. Dan duh, senyuman Nabi itu ternyata mengembuskan getaran cahaya, dan cahaya itu menerobos jantung dan menyusup ke hati laki-laki tadi. Senyuman itu meluluhkan hati keras laki-laki itu. Beberapa menit kemudian hati laki-laki itu galau, berkecamuk dan berubah.
“Betapa anehnya dia ini. Betapa berbedanya orang ini dari info yang aku terima. Dia begitu baik, begitu santun dan begitu murah senyum tulus”, katanya dalam hati. Hatinya luluh. Keras hati berubah menjadi lembut, kemarahan berubah menjadi simpati dan cinta. Ia lalu menjatuhkan diri di kaki dan pelukan Nabi, sambil menangis tersedu-sedu.
Manakala telah tenang, dia berkata :
وَاللهِ لَقَدْ سَعَيْتُ اِلَيكَ وَمَا عَلَى وَجْهِ الْاَرْضِ اَبْغَضُ اِلَي مِنْكَ. وَأَنِى لَذَاهِبٌ الآن عَنْكَ وَمَا عَلَى وَجْهِ الْاَرْضِ اَحَبُ اِلَي مِنْكَ
“Wahai Muhammad, demi Tuhan aku berusaha menemuimu. Saat itu tak ada orang di muka bumi ini yang paling aku benci, kecuali engkau. Tetapi kini aku berbalik. Tak ada orang yang paling aku cintai kecuali engkau”.
Ada apa gerangan dengan Nabi sehingga ia begitu mudah mampu membalik perilaku orang, dari benci dan dendam kesumat menjadi cinta menggelora?. Tidak ada apapun kecuali karena dia mencinta laki-laki itu dengan seluruh hatinya.
مُحَمَّد لَا يَتَكَلَّفُ الْحُبَّ بَلْ لَا يَبْذُلُه اِنَّمَا يَبْذُلُ الحبُّ عِنْدَ مُحَمد نفْسِه
“Muhammad tidak merekayasa mencintai. Tetapi cinta yang melekat di dalam diri Nabi lah yg menaklukkan jiwa laki-laki itu”.
Dengan kata lain, cinta kepada manusia, siapapun, merupakan karakter, jiwa dan darah daging Nabi.
Dr. Khalid Muhammad Khalid dalam bukunyanya “Insaniyah Muhammad” mengatakan :
وَقَلْبُ مُحَمَّدٍ مَفْتُوحٌ دَائِماً لِكُلِّ النَّاسِ – الأَصْدِقَآءَ والأَعْدَآءَ
“Hati Muhammad selalu terbuka bagi semua orang : para sahabatnya dan para musuhnya”.
(Lebij jauh Baca buku : "Lisan al Hal").