Penegakan Hukum Bobrok, Negara pun Hancur
Pembangunan di Indonesia seolah tiada henti. Jargo "Revolusi Mental" pun terus digaungkan. Seiring dengan itu, sayangnya, kasus korupsi dan praktik rasuah tetap berlangsung.
Terbukti dengan masih banyak pejabat negara dan penggede di negeri ini, tertangkap karena Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ada pandangan menarik tentang pentingnya penegakan hukum di tengah arena merajalelanya korupsi. Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md membawakan orasi ilmiah di gelaran Sidang Terbuka Senat Wisuda Ke-40 Universitas Komputer Indonesia (Unikom), di Bandung, Jawa Barat, Sabtu, 9 Desember 2023. Berikut di antara catatannya:
Pentingnya penegakan hukum terlebih kasus korupsi. Kalau tidak (adanya penegakan hukum), negara mengalami disorientasi. Ketika dibiarkan akan terjadi distrust atau ketidakpercayaan masyarakat kepada negara. Dari 1.250 koruptor, ada 84 persen berasal dari kalangan sarjana. Koruptor ini, tidak intelek dan tak punya moralitas dan integritas untuk bertanggung jawab terhadap masyarakat.
Orang yang ilmunya dalam, pasti punya moral dan integritas. Karena dia selalu beriman kepada Allah. Tidak melakukan tindakan destruktif, kalau di pemerintahan, bersih dari korupsi dan intrik politik yang merugikan masyarakat dan bangsa.
Intelektual yang Bermoral
Para lulusan sarjana wajib menjadi intelektual yang bermoral karena mendapat ijazah dan ilmu saja tidak cukup. Orang bisa jadi sarjana, tapi belum tentu intelektual. Sarjana itu ijazah. Skill ada, tapi belum menggambarkan moralitas. Intelektual itu menggambarkan watak pendidikan bermoral.
Memang, materi orasi ilmiah ini pun berisi konten akademik bukan orasi politik praktis elektoral. Saya tegaskan ini orasi ilmiah, bukan orasi politik elektoral. Yang hadir di sini sudah punya pilihan sesuai hati nurani masing-masing.
Kepada para wisudawan itu kami meminta mereka tidak sekadar menjadi sarjana, tetapi komplit dengan intelektualitasnya. Punya tanggung jawab moral memajukan bangsa dan negara yang sesuai konstitusi, mencerdaskan kehidupan bangsa.
Bukan hanya otak, tetapi watak. Selain itu, kita perlu perhatikan syarat untuk menuju Indonesia Emas pada 2045, yaitu pertumbuhan ekonomi merata, pemberantasan korupsi, penegakan hukum, dan demokrasi berkualitas.
Soal pertumbuhan ekonomi yang merata, pendapatan per kapita saat 2045 diharapkan sudah mencapai 23.300 dolar AS, sedangkan sekarang baru 4.600 dolar AS. Selain itu, angka partisipasi pendidikan nanti, 74 persen lulusan SMA masuk ke Perguruan Tinggi dengan mudah, sementara saat ini baru 11 sampai 13 persen. Maka pertumbuhan ekonomi rata-rata harus mencapai 6 persen menuju 2045.
Saat ini, Indonesia dihadapi banyak persoalan. Pentingnya penegakan hukum. Kalau tidak, negara mengalami disorientasi. Ketika dibiarkan akan terjadi distrust atau ketidakpercayaan masyarakat kepada negara.
Ketika terus berlangsung, terjadilah disobedience, atau perlawanan. Maka akan berlanjut pada disintegrasi. Inilah urutannya hancurnya negara.
Banyak negara hancur karena penegakan hukumnya bobrok. Saat terjadi ketidakadilan, menurut dia rakyat pasti melawan. Sementara itu, soal pemberantasan korupsi, indeks persepsi korupsi Indonesia masih di angka 34 dari 100.
Jangan Main-main soal Pemberantasan Korupsi
Korupsi masih berlangsung dari pusat hingga ke daerah di berbagai lembaga. Pemberantasan korupsi itu jangan sampai main-main. Kalau penegakan hukum ditegakkan, 50 persen masalah selesai.
Syarat selanjutnya, adalah demokrasi yang berkualitas. Demokrasi harus benar, bukan transaksional dan jauh dari kata teror dan keputusan yang diambil harus terbuka.
Dan terakhir, toleransi dijaga. Indonesia ini paling jamak dan plural. Jumlah suku 1.360. Agama semua dengan seluruh sekte dan alirannya ada. Bahasanya 762 bahasa daerah.
OTT dan Barang Bukti
Kami perlu meluruskan pernyataannya yang menyebut terkadang KPK melakukan OTT tanpa bukti yang cukup. Yang dimaksud adalah KPK terkadang kurang bukti saat menetapkan seseorang sebagai tersangka kasus korupsi, bukan saat OTT.
Saya ralat dan perbaiki, bukan OTT, tapi menetapkan orang sebagai tersangka, buktinya belum cukup sampai bertahun-tahun itu masih tersangka terus. Itulah sebabnya dulu di dalam revisi UU itu muncul agar diterbitkan SP3 bisa diterbitkan oleh KPK.
Contoh, sampai saat ini masih banyak yang ditetapkan sebagai tersangka, tapi belum juga disidangkan karena buktinya belum cukup.
Kami berpandangan, situasi tersebut dapat merugikan orang. Tapi sekarang masih banyak tuh yang tersangka-tersangka, buktinya selalu belum cukup, belum selesai dan sebagainya, itu kan menyiksa orang itu tidak boleh. Hal ini harus diperbaiki agar tidak ada lagi orang yang tersandera dengan status tersangka tapi tidak pernah dibawa ke pengadilan.
OTT yang dilakukan KPK sudah baik karena lembaga antirasuah itu selalu berhasil membuktikan hasil OTT-nya di persidangan. Itu saya akui, tapi kalau OTT KPK oke, bagus, enggak ada satu pun orang di-OTT KPK selama ini lolos, kalau OTT pasti masuk, bisa membuktikan itu yang dilakukan. *