Ndasmu Preman
Kata ndasmu adalah makian atau umpatan. Kata ganti untuk mengumpat, seperti matamu! Kosa kata yang makin terpinggirkan, karena biasanya diucapkan oleh seorang dari lingkungan bawah, di komunitas para preman misalnya. Itupun terbatas di wilayah sekitar Solo, Yogyakarta dan kawasan Banyumas. Di Jawa Timur mungkin pernah terdengar di wilayah Mataraman; Madiun, Ngawi dan Ponorogo. Tapi hanya sesekali, karena makian ini masuk katagori kasar sekali. Malah sebenarnya umpatan ndasmu sudah nyaris punah, sampai akhirnya diucapkan kembali oleh seseorang yang sedang berkompetisi untuk jadi Presiden RI.
Masyarakat sekitar Jogja dulu akrab dengan makian itu. Untuk makian dengan kata ganti matamu masih lebih sering terdengar, meskipun demikian masyarakat Jogja yang kreatif menggantinya dengan kata dagadu.’ Suku kata ‘ma’ diganti dengan ‘da’, suku kata ‘ta’ diganti ‘ga’, dan ‘mu’ dianti ‘du.’ Kata Dagadu (matamu) malah dijadikan branding produk kaos yang terkenal, sejak lebih 30 tahun lalu. Di Jogja juga sering terdengar seseorang memanggil temannya dengan sebutan dab, artinya mas. Kata ini masih sering terdengar, bahkan berkembang pesat melalui medsos. Tapi pengganti kata ndasmu tidak pernah ada, mungkin karena dianggap terlalu kasar, kecuali di komunitas yang hidupnya lebih sering berada di terminal dan jalanan.
Beda dengan umpatan kata jancuk, yang diucapkan oleh orang Surabaya, Gresik, Sidoarjo, Malang dan sekitarnya. Kata ini meskipun kasar, tetapi diucapkan oleh siapa saja, dari berbagai strata, karena dalam banyak kesempatan justru menunjukkan hubungan akrab antara yang memaki dengan yang dimaki. Umpatan ndasmu tentu juga dikenal oleh orang Jawa Timur, mereka tahu, tapi tidak pernah mengucapkannya untuk mengumpat orang lain.
Dari nama-nama bagian tubuh yang dimiliki manusia, sedikitnya terdapat lima organ yang biasa dijadikan umpatan atau makian dalam bahasa Jawa. Yaitu ‘ndas’ (kepala,) ‘mata’ (mata), ‘rai’ (wajah), 'dengkul' (lutut) dan ‘udel’ (pusar). Ndasmu, matamu, raimu, dengkulmu dan udelmu. Sama-sama umpatan, tetapi paling kasar adalah ndasmu. Kepalamu!
Di Solo dan Yogyakarta, juga dikenal ungkapan pecas ndahe, kata pengganti pecah ndase. Untuk menghindari menyebut kata ndase yang kasar, diplesetkan jadi ndahe, sementara kata pecah diganti dengan pecas. Soal begini Wong Jogja juaranya.
Memang, umpatan memakai kata ganti ndasmu sebaiknya tak lagi ada yang mengucapkan. Baik di kalangan mereka yang terbiasa hidup di jalanan, apalagi mereka yang berada di tempat sangat terhormat. Biarkan saja kata itu terpinggirkan seperti yang terjadi selama ini, dan biarkan saja lambat laun akan punah dengan sendirinya. Kita tidak memerlukan lagi umpatan seperti itu, karena kita bangsa yang beradab. (m. anis)