Natal Nasional Ketua PGI: Masyarakat Kehilangan Cinta Kasih
Natal Bersama Nasional 2021 telah berlangsung secara di Gereja GPIB Immanuel Jakarta, pada 27 Desember 2021. Pada acara yang digelar secara virtual,
Pendeta Gomar Gultom menyampaikan khotbah sedangkan Kardinal Suharyo memanjatkan Doa Syafaat.
Sejumlah penyanyi memeriahkan acara yang disiarkan melalui beberapa kanal youtube dan zoom.
Ketua Umum Persekutuan Gereja Indonesia ( PGI ) Gomar Goltom dalam khotbah Natal Nasional yang juga dihadiri Presiden, mengingatkan sisi buruk orang yang terlalu mencintai dirinya sendiri.
Orang yang terlalu mencintai dirinya dan tidak mau berbagi cinta dengan orang lain, merupakan gambaran masyarakat saat ini, dalam dunia psikologi dinamakan narsistik.
"Inilah yang merongrong kehidupan kita, terlalu mencintai diri sendiri. selalu ingin diutamakan, tetapi engggan mengutamakan orang lain. Ingin diperhatikan, tapi sulit memperhatikan; butuh dicintai tapi enggan mencintai," kata Pendeta Goltom.
Akibat narsis tersebut terjadi resesi cinta kasih. Terlalu banyak orang yang membutuhkan cinta kasih, tetapi sangat sedikit orang yang bersedia mencintai. demand dan supply tidak imbang, ujarnya.
Inilah yang menyebabkan makin surutnya persaudaraan otentik dalam kehidupan masyarakat. Cenderung makin berupaya hanya hidup untuk diri dan kelompoknya, bahkan tak segan mengorbankan yang lain.
Sering persaudaraan terbangun atas perhitungan untung-rugi, selalu mengukur dari kepentingan diri. Maka persaudaraan menjadi sangat mekanik, tidak lagi atas dasar kepedulian yang eksistensial.
Di tengah realitas sedemikianlah kita kini mendengarkan seruan Natal: “Cinta Kasih Kristus yang Menggerakkan Persaudaraan.” kata Gultom.
Makna seruan Natal itu adalah cinta kasih Allah akan dunia ini, atau cinta kasih Kristus akan jemaat, diwujudkan melalui tindakan konkret, dan tindakan itu berupa pengorbanan.
Cinta-kasih seperti itulah yang diharapkan bisa menggerakkan kita dalam membangun persaudaraan. Yakni cinta kasih yang tidak hanya sebatas perasaan, tetapi diwujudkan tindakan konkret. Dan, yang menjadi ukuran pertama bukannya memperoleh, tetapi adalah kerelaan memberi, bahkan keberanian berkorban.
Cinta kasih dengan kerelaan memberi dan keberanian berkorban seperti itulah yang dikehendaki dari kehidupan kita melalui perayaan Natal ini. Hanya cinta kasih sedemikianlah yang dapat menggenggam hati yang terasing, yang bisa menjembatani keretakan dan mengutuhkan perpecahan, serta mengangkat derajat manusia yang selama ini terhina dan terjajah hak-haknya.
Hidup dalam cinta kasih sedemikian, yang mewujud dalam keinginan kuat untuk memberi dan berkorban, saat ini menjadi panggilan krusial di tengah kegersangan cinta kasih; terutama di tengah persoalan bangsa kita kini; ketika makin banyak orang yang cenderung hanya mengutamakan diri dan kelompoknya.
Panggilan mengasihi sedemikian
Hal seperti ini kita juga saksikan dalam perjalanan bangsa kita. Sejarah sudah menunjukkan, negeri yang kaya ini meninggalkan kepiluan bagi sebagian masyarakat yang dilindas oleh pembangunan, karena digadaikan untuk didikte oleh bangsa-bangsa lain.
Dan, cinta-kasih sedemikian mengundang kita untuk juga mau berkorban; keluar dari kecintaan atas diri sendiri sehingga pada gilirannya mau dan mampu menggerakan persaudaraan demi kehidupan yang adil dan damai sejahtera.
Di masa pandemi ini, ada banyak orang yang tak bisa merayakan natal sebagaimana kita kini. Pandemi ini menyebabkan banyak orangtua yang kehilangan pekerjaan tak mampu membawa makanan pulang ke rumah untuk anak-anaknya, banyak keluarga yang menderita karena masalah finansial, sebagian lainnya kini terpaksa isolasi, banyak yang kesepian dan tertekan.
Kita menghadapi suasana natal kali ini dalam situasi yang berbeda dengan orang-orang yang seberuntung kita. Kita menghadapi badai yang sama, namun kita tidak berada dalam kapal yang sama.
Presiden Joko Widodo menyampaikan sambutan perayaan nasional secara virtual tentang pentingnya kepekaan sosial dan hidup gotong royong.