Nasyiatul Aisyiyah Bertekad Cegah Stunting, Ini yang Diwujudkan
Ketua Umum Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah (PPNA), Diyah Puspitarini, mengatakan, stunting adalah masalah kurang gizi kronis. Hal itu disebabkan kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi. Mulai pada saat janin masih berada di dalam kandungan dan baru nampak saat anak telah berusia dua tahun.
Menurut Diyah, NA sebagai bagian dari Muhammadiyah perlu untuk mengajak Pimpinan Pusat untuk bersama-sama dalam menghadapi masalah stunting ini. Karena selain Muhammadiyah memiliki banyak jaringan kader dan lembaga serta sarana-prasarana yang tersebar di seluruh Indonesia.
“Masalah stunting dinilai cukup strategis karena Indonesia adalah negara penyumbang nomor 5 anak Stunting di dunia,” tuturnya, dalam keterangannya diterima ngopibareng.id.
Selama ini, NA telah melakukan berbagai cara dalam usaha sosialiasi dan kampanye terhadap pencegahan Stunting. Di antaranya adalah berbagai macam pendekatan, termasuk kajian tematik dan mengusahakan agar Tarjih melakukan kajian khusus di dalam bidang fikih mengenai masalah stunting.
Hal itu diungkapkannya saat mengadakan kunjungan ke gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah di Jakarta, menemui Pimpinan Pusat Muhammadiyah guna mengajak PP Muhammadiyah turut bekerjasama dalam melakukan pencegahan gizi buruk atau Stunting di Indonesia, belum lama ini.
Mewakili Pimpinan Pusat, hadir Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti dan Ketua PP Muhammadiyah Dadang Kahmad, menemui rombongan dari PPNA.
Menanggapi hal tersebut, Abdul Mu’ti menjelaskan bahwa sebagian persoalan stunting bermuara pada kultur dan pemahaman agama masyarakat, sehingga perlu dibangun mindset yang akademik melalui edukasi publik.
“Ungkapan kultural itu penting untuk diperhatikan, supaya tidak ada tuduhan sekuler dan lain-lain karena hanya melakukan dari sudut pandang medis, jadi NA harus kreatif,” ujarnya.
Kendati program gerakan peduli Stunting pada anak ini sudah diluncurkan sejak Tanwir Nasyi’atul Aisyiyah di Banjarmasin pada November 2017, Mu’ti mendukung langkah-langkah NA. Sebab, dalam kaitannya membangun umat dan generasi bangsa, Stunting cukup menghambat perkembangan bangsa.
“Secara pragmatis, Stunting berpengaruh pada tinggi badan. Orang yang terkena Stunting ketika dewasa sebagian besar pendek dan gemuk. Tentu sulit jika ingin menjadi tentara atau yang lain. Belum lagi seperti dikatakan tadi rata-rata IQ anak yang mengalami Stunting lebih rendah 11 persen,” sambungnya.
Mu’ti menekankan perlunya memperluas variasi metode dan program. Menurutnya, jika berbasis komunitas, pencegahan Stunting dapat lebih efektif ketimbang melalui kajian tematik.
Selain itu, Mu’ti menyarankan agar NA membuat semacam buku kecil yang mudah dibaca dan dipahami oleh masyarakat.
“Ketersediaan bahan-bahan tertulis secara mudah harus jadi agenda,” imbuhnya.
“Kalau ini jadi program nasional, disertai dengan pelatihan, penyuluhan, maka cangkokannya banyak. Artinya NA harus bekerjasama dengan banyak pihak. NA harus membuka jaringan yang membuka dengan dunia luar,” tegas Mu’ti.
Diyah berharap kerjasama dengan Muhammadiyah dapat terealisasi.
“Jika kerjasama ini dapat menurunkan 1-2 persen saja permasalahan Stunting dari 7,8 juta balita yang menderita Stunting di Indonesia, itu sudah sangat membantu,” pungkasnya.(adi)
Advertisement