Presiden: Nasionalisme dan Internasionalisme Berjalan Berdampingan
Jakarta: Semua negara tentu akan memperjuangkan kepentingan negaranya masing-masing. Namun menurut Proklamator RI Soekarno, Internasionalisme tidak dapat hidup subur, kalau tidak berakar dalam bumi nasionalisme. Sebaliknya nasionalisme tidak dapat hidup subur, kalau tidak hidup dalam taman sari internasionalisme.
Hal ini disampaikan Presiden Joko Widodo pada pembukaan perhelatan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Asosiasi Negara Lingkar Samudra Hindia (Indian Ocean Rim Association/IORA) 2017 di Jakarta Convention Center, Selasa (7/3). Tapi saat ini teknologi menyebabkan globalisasi menjadi sesuatu yang tidak bisa dihindarkan. ", Dan justru karena globalisasi sudah tidak terelakkan lagi, kita menjadi semakin membutuhkan. Kita butuh internasionalisme, untuk menciptakan solusi-solusi atas hambatan, atas tantangan yang timbul akibat globalisasi," kata Presiden.
Namun, Presiden Jokowi mengingatkan sebagaimana yang diuraikan Presiden Sukarno bahwa internasionalisme bangsa Indonesia, harus berakar pada bumi nasionalisme, yakni nasionalisme yang sehat, yang bijaksana, yang menyampaikan kebenaran, menceritakan apa adanya kepada masyarakat kita masing-masing.
"Sebuah nasionalisme yang tulus yang berani melakukan yang terbaik untuk bangsa kita di jangka yang panjang, di jangka masa depan, bukan yang memancing atau terpancing emosi sesaat," tutur Presiden.
Di awal sambutannya, Presiden menyampaikan ucapan selamat datang kepada para peserta KTT IORA. "KTT ini, yang menandai dua dekade keberadaan IORA, terselenggara pada saat yang kritis bagi perekonomian dunia dan bahkan bagi umat manusia," ucap Presiden.
Presiden mengingatkan bahwa saat ini dunia berada di tengah-tengah sebuah revolusi global. Pertama, sebuah revolusi teknologi yang tanpa belas kasihan telah mem-penetrasi, dan melakukan perubahan ke depan.
Kedua, sebuah revolusi politik yang berpotensi menandai permulaan sebuah era populisme. "Dan di saat yang kedua revolusi ini menyatu itu seperti dua cairan yang eksplosif, yang mengalir bertabrakan," ujar Presiden.
Indonesia percaya bahwa kawasan Samudra Hindia memiliki potensi untuk menjadi sebuah kekuatan baru dunia.
"Kami percaya bahwa saat ini Samudra Hindia di ambang suatu keperkasaan dengan perkembangan masyarakat-masyarakat besar dan ekonomi-ekonomi yang semakin berperan di Afrika Timur, Timur Tengah, Asia Selatan, Asia Tenggara, dan di Australia," ujarnya.
Meski demikian, diakui bahwa untuk mewujudkan harapan tersebut bukanlah suatu pekerjaan ringan. Samudra Hindia sebagai sebuah kawasan yang menyimpan kekayaan alam dan sumber daya, juga masih menyimpan permasalahan terkait dengan kemiskinan.
"Komunitas IORA ini adalah komunitas yang unik. Sebuah kawasan yang kaya, tapi dengan masih adanya kantong-kantong kemiskinan. Harus kita akui, kita masih harus melakukan modernisasi di banyak aspek," Presiden menegaskan.
Menilik ke belakang, IORA sendiri sesungguhnya telah memulai upayanya dalam mewujudkan kemakmuran wilayah Samudra Hindia. Banyak prakarsa-prakarsa penting telah dilahirkan dalam berbagai bidang.
"Ditandai di tahun 2015 dengan kita menerbitkan Deklarasi Kerja Sama Maritim IORA di kota Padang di Indonesia. IORA juga telah memfasilitasi banyak kemajuan yang konkret di bidang penanggulangan bencana," ucapnya.
Selain itu, pemberdayaan dan kesetaraan bagi perempuan bahkan juga telah dibahas oleh negara-negara anggota IORA. Mereka percaya bahwa peranan perempuan dalam perkembangan suatu bangsa amatlah besar dan tidak dapat dipandang sebelah mata.
"Tahun lalu di pulau firdaus kita, Bali, Menteri Luar Negeri kita telah menerbitkan Deklarasi Kesetaraan Wanita dan Pemberdayaan Ekonomi Perempuan," ujar Kepala Negara.
Persoalan pelestarian lingkungan hidup, yang kini telah menjadi isu global, tak terlewatkan. Kepada sejumlah kepala negara atau pemerintahan dan delegasi yang hadir, Presiden Joko Widodo mengungkap upaya Indonesia terkait isu tersebut.
"Sejak saya menjabat di tahun 2014, pemerintahan saya menerapkan program penindakan yang tegas terhadap praktik-praktik perikanan ilegal," ucapnya.
Tak hanya itu, pemerintah Indonesia juga telah berupaya keras agar peristiwa terbakarnya lahan gambut tak menerus berulang. Inilah langkah serius dari Indonesia sebagai bentuk pelestarian lingkungan.
"Kami juga telah mengambil langkah-langkah konkret untuk mengurangi kebakaran lahan gambut yang setiap tahun mencemari udara dengan asap dan kabut," Kepala Negara menegaskan.
Namun, perlu diakui, masih banyak hal-hal mendesak lain terkait lingkungan yang harus diupayakan, baik oleh Indonesia sendiri, maupun dunia internasional. Oleh karenanya, Presiden Joko Widodo mengajak dunia internasional, khususnya negara-negara anggota IORA, untuk turut aktif dalam melahirkan solusi-solusi praktis terkait permasalahan tersebut.
"Saya mengimbau agar menteri-menteri kita, pejabat tinggi kita, dan para peserta KTT ini terus mendorong solusi-solusi praktis," tuturnya.
Mengakhiri sambutannya itu, Presiden Joko Widodo menyampaikan rasa terima kasihnya atas kehadiran negara-negara anggota IORA dalam KTT ini. Ia juga sekaligus mengajak para anggota untuk bersama-sama mewujudkan tujuan IORA melalui penyelenggaraan KTT IORA yang pertama ini.
"Mari kita selenggarakan konferensi secara konstruktif dan produktif menuju IORA Concord dan IORA Action Plan yang sudah kita canangkan. Terima kasih," tutupnya.
Setelah menyampaikan sambutan, Presiden didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla bersama beberapa Kepala Negara/Kepala Pemerintah di antaranya Presiden Afrika Selatan Jacob Zuma, Perdana Menteri Australia Malcolm Turnbull, Presiden Sri Lanka Maithripala Sirisena, Presiden Mozambik Filipe Nyusi, Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina, Perdana Menteri Malaysia Najib Razak memukul tifa secara bersamaan yang menandakan dimulainya KTT IORA secara resmi.
Sementara itu dalam laporannya, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan, pertemuan tingkat menteri negara anggota IORA beberapa waktu sebelumnya menghasilkan beberapa dokumen salah satunya adalah ‘Jakarta Concord’, yang hari ini akan ditandatangani oleh para pemimpin negara anggota IORA.
“Dokumen ini merupakan rencana aksi pertama sejak pertama kali berdirinya organisasi ini 20 tahun yang lalu. Dokumen penting ini berisikan tentang komitmen pentingnya mengimplementasikan rencana aksi bagi para anggota IORA,” kata Menlu Retno.
Menlu Retno juga mengatakan, dokumen lain yang akan ditandatangani adalah deklarasi pencegahan dan pemberantasan terorisme, kekerasan dan ektremisme.
“Deklarasi ini bertujuan untuk menciptakan perdamaian, stabilitas dan mempromosikan pesan positif dari toleransi dan keberagaman,” ujar Menlu Retno.
Retno berharap, dokumen tersebut dapat meningkatkan hubungan regional dan kerja sama antar negara-negara di Samudera Hindia, dan menjamin perdamaian dan stabilitas di kawasan di masa yang akan datang.
Di akhir sambutannya, Menlu Retno juga berkesempatan mempersembahkan sebuah buku berjudul “IORA at 20th: Learning from the Past and Charting the Future” yang merupakan kompilasi dari kertas kerja Simposium IORA di Yogyakarta pada September 2016 yang lalu.
“Buku ini merepresentasikan pandangan dari para negara anggota IORA terhadap perkembangan organisasi di masa depan. Saya berharap buku ini bisa berkontribusi terhadap masa depan IORA,” tutup Menteri Retno.
Perhelatan dengan tema "Penguatan Kerja Sama Maritim untuk Kawasan Samudra Hindia yang Damai, Stabil dan Sejahtera" ini berhasil membangkitkan partisipasi para anggotanya termasuk pada tingkat Kepala Negara atau Pemerintahan, menteri, dan juga delegasi bisnis serta mitra dialog. Tingkat partisipasi yang tinggi tersebut sekaligus menjadi bukti kesuksesan keketuaan Indonesia di IORA. (bey)