Nasib THR 2020 dan Gaji ke-13, Ini Opsi Yang Disiapkan Negara
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pemerintah sedang mengkaji beberapa pertimbangan terkait gaji ke-13 serta tunjangan hari raya (THR) bagi aparatur sipil negara (ASN) di tengah pandemik virus Corona, COVID-19.
Pemerintah memberikan beberapa opsi apakah THR dan gaji ke-13 akan dihapus, dipangkas atau ditunda penyalurannya. Saat ini belanja negara mengalami tekanan sebab pemerintah secara jor-joran menggelontorkan insentif bagi dunia usaha serta bantuan sosial untuk meredam dampak COVID-19.
Penerimaan keuangan negara diproyeksikan juga bakal mengalami kontraksi akibat penurunan kegiatan perekonomian di tengah pandemi Corona. Diperkirakan akan mengalami penurunan hingga 10 persen.
"Kami bersama Presiden Joko Widodo minta kajian untuk pembayaran THR dan gaji ke-13 apakah perlu dipertimbangkan lagi mengingat beban keuangan negara yang meningkat," ujar Sri Mulyani dalam video conference, Senin, 6 April 2020.
Sekadar diketahui, anggaran THR dan gaji ke-13 serta uang pensiun pada tahun 2019 mencapai Rp40 triliun. Anggaran itu digunakan untuk membayar THR pada Mei 2019 sebesar Rp20 triliun serta penyaluran gaji ke-13 bulan Juni sebesar Rp20 triliun.
Tahun ini, Sri Mulyani memperkirakan perekonomian hanya akan tumbuh 2,3 persen hingga akhir tahun sehingga penerimaan negara diperkirakan hanya mencapai Rp1.760,9 triliun atau 78,9 persen dari target APBN 2020 sebesar Rp2.233,2 triliun.
Sri Mulyani juga memaparkan bahwa penerimaan perpajakan baik itu pajak maupun bea cukai turun 5,4 persen dibandingkan tahun lalu. Penerimaan pajak yang dikelola Ditjen Pajak akan turun 5,9 persen sedangkan penerimaan bea cukai akan turun 2,2 persen di tahun ini.
Penurunan utama perpajakan disumbangkan dari adanya tekanan dan harga minyak dunia yang terus menurun. Selain itu, pemerintah juga mengguyur insentif pajak kepada dunia usaha yang turut menekan pendapatan perpajakan.
Untuk bea cukai, penurunan disebabkan adanya stimulus pembebasan bea masuk untuk 19 industri. Serta penerimaan negara bukan pajak (PNBP yang diperkirakan turun 26,5 persen dari tahun lalu.
Kejar Pajak Transaksi Elektronik
Di tengah lesunya pendapatan negara, Sri Mulyani juga berjanji akan mengejar pajak perusahaan di luar negeri yang mendapatkan keuntungan dari penggunaan transaksi elektronik selama mewabahnya virus Corona. Salah satu perusahaan yang akan dikejar pajaknya adalah perusahaan transaksi elektronik seperti Zoom dan Netflix.
"Kita harus menjaga basis pajak pemerintah terutama seperti hari ini menggunakan Zoom atau Netflix. Perusahaan-perusahaan tersebut tidak ada di Indonesia sehingga tidak memungkinkan dikenai pajak. Namun, pergerakan ekonomi sangat besar," ujar Sri Mulyani.
Untuk memungut pajak transaksi elektronik, setidaknya telah diatur dalam pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2020 tentang keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus.
Di pasal itu dinyatakan bahwa memungut pajak dari kegiatan perdagangan melalui sistem elektronik bisa dilakukan dari subyek pajak luar negeri yang memenuhi ketentuan kehadiran ekonomi signifikan.
Aturan mengenai pajak digital ini juga telah masuk ke Omnibus Law Perpajakan yang telah diserahkan pemerintah kepada DPR.
"Ini memberi basis kepada pajak untuk mampu melakukan pemungutan dan juga penyetopan PPN atas barang impor tidak berwujud dan untuk jasa platform luar negeri. Juga untuk subyek pajak luar negeri yang didefinisikan memiliki significant economic presence di Indonesia," ujar Sri Mulyani.
Sekadar diketahui, Zoom saat banyak digunakan di Indonesia untuk melakukan rapat virtual. Perusahaan Zoom tidak ada di Indonesia, namun mendapatkan banyak keuntungan dari kegiatan ini.
"Misalnya kita gunakan Zoom, perusahaannya tidak di Indonesia. Tapi kegiatan ekonominya besar. Itu basis pajak kita ke transaksi digital dan ekonomi," ujar Sri Mulyani.
Tak hanya Zoom, Sri Mulyani juga mencontohkan Netflix yang saat ini banyak ditonton masyarakat selama Work From Home.