Nasib Pedagang Oleh-Oleh di Ampel, Haji Batal Lengkapi Kerugian
Pembatalan pemberangkatan calon jemaah haji (CJH) oleh pemerintah, menambah panjang penderitaan pedagang di kawasan wisata religi Ampel Surabaya. Kerugian tak bisa dihindari.
Para pedagang khusus oleh-oleh haji dan umrah serta masakan khas Timur Tengah semula ingin memanfaatkan momen musim haji tahun 2020 untuk menutup kerugian yang mereka alami akibat pandemi Covid-19. Ternyata, harapannya itu meleset, menyusul dibatalkannya Pemberangkatan CJH Indonesia ke tanah suci pada musim haji 2020 ini.
Lalu apa korelasinya antara pedagang di kawasan wisata religi Ampel dangan pembatalan pemberangkatan CJH ? Ini penuturan beberapa pedagang di lorong jalan menuju Masjid Agung Ampel.
Kawasan ini ada yang menyebut suasananya mirip Pasar Seng di kota Makkah, yang dipenuhi barang dagangan bernuansa islami. Tapi Pasar Seng itu tinggal nama, karena sudah dibongkar oleh penguasa kota Makkah.
Salah seorang pedagang Hasan Aljufri menuturkan, setiap menjelang musim haji, banyak CJH yang datang ke Ampel berbelanja oleh oleh khas Timur Tengah.
Cindera mata atau oleh-oleh berupa kurma, kacang Arab, kismis sajadah, kopyah haji, minyak wangi Hajar Aswad, air zamzam dan pernik-pernik sepeti tasbih, gelang, celak dan pewarna kuku (pacar) tersebut, untuk dibagikan kepada keluarga atau tetangga setelah pulang dari menunaikan ibadah haji atau umrah.
"Kalau dulu oleh-oleh tetsebut dibawa jamaah haji langsung dari Tanah Suci. Tapi setelah ada peraturan penerbangan yang membatasi barang bawaan maksimum 20 kg/orang, akhirnya banyak CJH atau keluarganya yang belanja di Ampel.
"Barangnya tidak ada perbedaan, sama dengan yang ada di kota Makkah maupun Madinah," kata Hasan.
Hasan menuturkan, pedagang di Ampel ini sebagian sudah pesan barang untuk persiapan musim haji, yang tinggal beberapa bulan lagi. "Sudah terlanjur nyetok barang, tiba-tiba dibatalkan apa ndak pusing? Padahal modalnya ana (saya) pinjam di bank," kata Hasan Aljufri tanpa senyum.
Keramahan dan senyum pedagang di kawasan Masjid Ampel kini menjadi kering. Tidak terdengar sapaan kepada pengunjung: "Pak Haji Bu Hajjah silakan mampir".
Senyap seakan terbawa kesedihan akibat kerugian yang mereka alami setidaknya dalam rentang dua bulan terakhir. Sejak pandemi Covid-19 dan diberlakukannya physical distancing kemudian diperluas dengan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Kemudian diikuti dengan larangan shalat berjamah di masdjid. Termasuk Masdjid Ampel Surabaya yang mempunyai kharisma tersendiri. Selain sebagai cagar budaya peninggalan Walisongo, di belakang masjid yang pernah direnovasi oleh pengusaha Probosutejo, almarhum, juga terdapat makam salah satu wali besar, yakni Raden Rahmad, yang bergelar Kanjeng Sunan Ampel.
"Sejak Makam Sunan Ampel di-lockdown tidak ada peziarah yang datang," kata seorang pedagang di Jl Ampel Suci, bernama Salim Assegaf.
Menurut Salim, dua bulan pengunjung sepi. "Wallahi, ana nggak mbojok. Kalau sampean tidak percaya tanya satu persatu pedagang di kawasan Ampel ini, ndak onok sing beli," kata Salim.
Akibat sepinya pembeli Salim terpaksa merumahkan tiga orang karyawan. Alasannya normatif. "Tidak ada uang untuk membayar", ujarnya.
Salim kemudian memanggil pedagang lain. Ia ingin membuktikan bahwa ucapannya itu betul bukan karangan untuk mencari perhatian.
Tidak ada satu pun pedagang di kawasan Ampel yang diuntungkan akibat pandemi Covid-19. "Buntung iya," ujarnya.
Pedagang berikutnya yang ditemui Ngopibareng.id adalah Samir. Pedagang yang tinggal di Kalimas Hilir ini langsung mengungkapkan kejengkelannya akibat dampak Covid-19 yang menimpa usahanya. Menghentak-hentak meluapkan emosinya.
Dulu waktu makam Sunan Ampel idibuka, Ampel tidak pernah sepi. Peziarah berdatangan dari berbagai kota. Dan uni berpengaruh pada omset pedagang di daerah Ampel .
Apalagi kalau bulan puasa merupakan hari yang ditunggu bagi para pedagang. Ampel penuh dengan peziarah.
"Kalau pulang mesti belanja dulu untuk oleh-oleh yang di rumah maupun untuk dipakai sendiri. Entah itu sajadah, peci, tasbih minyak wangi maupun kurma" kata Samir.
Tapi adanya Covid-19, wisata religi Ampel menjadi mati. Masjid Ampel melompong dan jalan menuju makam Sunan Ampel dipagari. Tidak ada yang boleh masuk. Tidak terdengar alunan bacaan surat yasin maupun kumandang tahlil yang menjadi ciri di makam para wali.
Yang terdengar hanya kicau burung tekukur dan prenjak bersahut-sahutan di atas pepohonan di sekitar makam Sunan Ampel yang senyap.