Nasaruddin Umar: NU dan Muhammadiyah Mempunyai Kedekatan di Hati
Dua organisasi Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, selalu menunjukkan eksistensinya sebagai kekuatan moderat. Tak heran bila Prof. Nasaruddin Umar hadir di Tanwir Muhammadiyah di Kupang, memberikan pengakuan betapa NU dan Muhamamdiyah selalu dekat di hatinya.
Menteri Agama Republik Indonesia (Menag RI) ini justru minta masukan dari Muhammadiyah untuk membuat arah dan kebijakan Kemenag.
Permintaan itu disampaikan ketika hadir di arena Tanwir I Muhammadiyah periode Muktamar ke-48 pada (5 Desember 2024) yang diselenggarakan di Universitas Muhammadiyah Kupang (UMK).
Guru Besar Tafsir Al-Quran ini mengapresiasi agenda ini, terlebih diselenggarakan di Kota Kupang Nusa Tenggara Timur.
Menurutnya ini adalah kearifan Muhammadiyah yang jeli dan mampu menemukan keunikan dan berbagai perspektif.
1. Kedekatan di Hati NU dan Muhammadiyah
Tokoh kelahiran Bone ini mengaku tidak ada jarak dengan Muhammadiyah, meski saat ini dia menjabat Rais Syuriah Pimpinan Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
“Muhammadiyah tidak asing bagi saya karena kakek saya pendiri Muhammadiyah Sulawesi Selatan, Haji Muhammad Ali Umar,” ungkapnya.
Sementara keterkaitannya dengan NU didapatkannya dari jalur ayah. Di mana Andi Muhammad Umar, ayahnya, merupakan pendiri Gerakan Pemuda (GP) Ansor di Sulawesi Selatan.
“Saya besar dari keluarga Muhammadiyah. Tapi bapak saya adalah pendiri Ansor Sulsel,” katanya.
Oleh karena itu Prof. Nasar merasa ingin selalu berdekatan dengan Muhammadiyah dan NU. Sebab kedua organisasi ini memiliki tempat yang istimewa dalam hatinya.
Prof. Nasar menganggap Muhammadiyah sebagai ‘ayahanda’, maka kedatangannya ke arena Tanwir I ini tentu memosisikan diri sebagai anak yang meminta arahan dari Muhammadiyah dalam memimpin Kementerian Agama.
“Berilah masukan untuk kami atas apa yang kami lakukan, agar dapat memberikan kejayaan bangsa Indonesia,” tuturnya.
Muhammadiyah sebagai wadah ulama, kata Prof.Nasar, harus menjadi kesatuan dengan umara’. Melalui bersatunya ulama dan umara’ diharapkan negeri ini tidak hanya besar secara fisik, tapi juga jiwa atau ruhnya.
Sementara itu, rapinya administrasi yang dimiliki Muhammadiyah diharapkan Menag supaya dapat diberikan ke organisasi keagamaan Islam yang lain, sehingga tidak ada lagi organisasi keagamaan ‘papan nama’ saja.
Imam Besar kelima Masjid Besar Istiqlal Jakarta ini berharap, bersatunya ulama dan umara’ akan membuat Indonesia semakin berjaya dikancah dunia.
2. Visi-Misi Kemenag
Nasaruddin Umar menyampaikan berbagai tantangan yang dihadapi pihaknya dalam bidang keagamaan di Indonesia. Menurut dia, Kemenag RI di bawah pemerintahan Presiden Prabowo cenderung berfokus pada persoalan hubungan antarumat agama, bimbingan masyarakat (bimas) agama, dan pendidikan keagamaan.
Adapun persoalan, semisal haji dan umrah, telah menjadi fokus badan baru, Badan Penyelenggara (BP) Haji. Karena itu, lanjut Menag, pihaknya ingin banyak belajar dari Persyarikatan.
“Sementara, organisasi Muhammadiyah sangat profesional dalam mengelola pendidikan. Maka mohon kami sebagai murid meminta bantuan dan masukan kepada ‘ayahanda’ demi kejayaan bangsa kita, yakni melalui Kemenag,” sambung dia.
Imam besar Masjid Istiqlal ini mengungkapkan, Kemenag RI kini mendapat alokasi APBN sekira Rp 70 triliun. Dana sebesar itu, harapannya, dapat menguatkan peran Kemenag untuk kehidupan keagamaan di Tanah Air.
Tolok ukurnya, sambung dia, bukan hanya hal-hal yang bersifat normatif. Keberhasilan Kemenag sesungguhnya tecermin dalam kehidupan keagamaan yang lebih baik.
Sebagai gambaran, Menag mengatakan, visinya adalah masyarakat Indonesia yang semakin dekat dengan agama dan pada saat yang sama menghargai kemajemukan.
“Semakin berjarak umat dan agamanya, berarti Kemenag gagap. Semakin dekat umat dengan agama, berarti Kemenag berhasil,” tuturnya.
Advertisement