Narasi Ratna dan Kabar Bohong yang Picu Perang Dunia
Ratna Sarumpaet, kini menjadi sorotan publik setelah drama kebohongannya hampir saja membuat elit negeri bertikai. Saling serang di media sosial hampir saja berujung penyerangan beneran.
Dengan penuh drama, Ibu dari Atiqah Hasiholan ini mampu meyakinkan para elit koleganya mulai Fadli Zon, Amin Rais hingga Prabowo Subianto mengikuti irama hoax yang dia ciptakan.
Drama besar kebohongan Ratna bermula ketika sebuah foto wajah penuh benjolan beredar luas dengan narasi, "Ratna habis dipukuli orang di bandara".
Kepada bebeberapa koleganya, ratna dengan sendu dan penuh air mata mengisahkan bahwa benjolan di mukanya akibat pemukulan sejumlah orang di Bandara Internasional Husein Sastranegara, Bandung, Jawa Barat pada 21 September 2018.
Drama yang penuh lubang ini, sebenarnya langsung dihujani banyak kritik. Dimulai dengan cuitan Tompi, penyanyi sekaligus dokter bedah plastik yang mampu dengan sederhana membantah skenario pemukulan, hingga polisi yang dengan cepat juga berhasil membongkar kejanggalan cerita mertua Rio Dewanto ini.
Narasi kebohongan Ratna, akhirnya ditutup dengan cerita baru yang diungkapkan di hadapan media pada 3 Oktober 2018. "Ternyata Saya adalah pencipta hoax terbaik, kebohongan saya telah menghebohkan negeri," ujar Ratna seraya tidak memberikan kesempatan jurnalis mengorek lebih lanjut pernyataanya.
Beruntung, kebohongan yang sangat berbahaya memasuki musim pemilu ini segera berakhir. Padahal, kebohongan elit yang belakangan marak terjadi, sejatinya sama berbahayanya dengan propaganda hitam yang disebar untuk memicu perang dan kebencian pada beberapa abad silam.
Kebohongan dan propaganda hitam, biasanya mengandalkan jumlah massa untuk membumikannya. Semakin banyak yang percaya, semakin nyata juga sebuah narasi kebohongannya.
Coba bayangkan jika polisi tidak segera mampu mengungkap kebohongan Ratna. Bayangkan juga jika Ratna tidak segera mengaku jika dirinya merupakan pencipta hoax terbaik?
Yang jelas, kabar bohong telah ikut menggerakkan sejarah panjang peradaban manusia. Sejarah mencatat pada tahun 1889, kebohongan besar sempat mengobarkan peperangan antara Amerika dan Spanyol.
Adalah pengusaha AS William Hearst yang memanfaatkan surat kabarnya, Morning Journal, untuk menyebar kabar bohong dan menyeret opini publik, tentang serdadu Spanyol yang menelanjangi perempuan AS. Hearst mengintip peluang bisnis, sejak perang berkecamuk, oplah Morning Journal berlipat ganda laku terjual.
Kebohongan juga pernah diungkapkan Adolf Hitler pada awal September 1939. Kala itu, Hitler mengabarkan kepada parlemen Jerman, militer Polandia telah "menembaki tentara Jerman pada pukul 05:45." Ia lalu bersumpah akan membalas dendam. Kebohongan yang memicu Perang Dunia II itu terungkap setelah ketahuan tentara Jerman sendirilah yang ternyata membunuh pasukannya di perbatasan Polandia.
Pada 19 Oktober 1990, seorang remaja putri Kuwait, Nariyah, juga pernah membuat narasi kebohongan hebat. Di depan kongres AS, dia mengisahkan kebiadaban prajurit Irak yang membunuh puluhan balita.
Kesaksian bohong inilah yang diyakini ikut menyulut Perang Teluk. Belakangan ketahuan Nariyah adalah putri duta besar Kuwait dan kesaksiannya merupakan bagian dari kampanye atas permintaan pemerintah Kuwait.
Invasi terhadap Irak juga dipicu pernyataan Menteri Luar Negeri AS Colin Powell yang mengklaim memiliki bukti kepemilikan senjata pemusnah massal Irak pada sebuah sidang Dewan Keamanan PBB.
Meski tak mendapat mandat PBB, Presiden AS George W. Bush, saat itu akhirnya tetap menginvasi Irak yang berujung pada jatuhnya rezim Saddam Hussein. Irak-pun hingga saat ini menjadi negara yang kacau, meski senjata biologi dan kimia yang diklaim dimiliki Irak hingga saat ini tidak pernah ditemukan.
Pada akhirnya, sepandai apapun kebohongan diproduksi, akhirnya terbongkar juga. Benar apa yang diungkapkan Presiden AS, Abraham Lincoln "Tidak ada manusia yang sanggup mengingat dengan baik untuk bisa menjadi pembohong yang sukses". (Rohman Taufik)