Nama Effendi Gazali Dicatut dalam Kasus Korupsi Ekspor Lobster
Pakar komunikasi politik Effendi Gazali dicatut namanya dalam kasus korupsi di Kementerian Kelautan dan Perikanan. Hal itu terjadi pada saat Pengadilan Tindak Pidana Korupsi melangsungkan sidang terhadap terdakwa mantan Dirjen Perikanan Tangkap Zulficar Mochtar, Rabu 3 Maret 2021 kemarin.
Dalam sidang itu, Zulficar menyebut penasihat Menteri KKP, Effendi Gazali juga terlibat dalam sejumlah rapat daring terkait ekspor Benih Bening Lobster (BBL) berdasarkan Peraturan Menteri KKP No 12 tahun 2020.
Atas keterangan itu, majelis hakim Albertus Usada mempertanyakan kapasitas Effendi Gazali sebagai penasihat Menteri Kelautan dan Perikanan. Effendi Gazali dikenal sebagai pakar komunikasi, dan bukan ahli di bidang kelautan atau perikanan.
Atas pertanyaan tersebut, Effendi Gazali memberikan keterangan tertulis. Effendi Gazali menyebut kapasitasnya sebagai penasihat Penasihat Kelautan dan Perikanan, karena di setiap bidang ada proses komunikasinya. Apalagi, menurut Effendi Gazzali, Presiden Joko Widodo memang meminta menteri untuk meningkatkan komunikasi dengan pemangku kepentingan kelautan dan perikanan.
Selain nama Effendi Ghazali, sebenarnya ada nama-nama lain yang terlibat menjadi penasihat menteri. Nama-nama itu antara lain, Hasjim Djalal (Bidang Hukum Laut dan Diplomasi Maritim), Hikmahanto Juwana (Bidang Hukum Internasional), Rokhmin Dahuri (Bidang Daya Saing SDM, Inovasi Teknologi dan Riset), Martani Huseini (Bidang Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan), Jamaluddin Jompa (Bidang Ekologi Kelautan), Nimmi Zulbainarni (Bidang Sosial-Ekonomi) dan lainnya
"Bachtiar Aly bersama saya pada bidang Komunikasi Publik. Presiden memang meminta Menteri untuk meningkatkan komunikasi dengan pemangku kepentingan kelautan dan perikanan," tambah Effendi.
Sementara, ihwal ekspor lobster, kata Effendi Gazzali, sebenarnya dia yang paling lantang untuk menentang ekspor lobster.
"Zulficar juga seharusnya tahu bagaimana ketika dia masih menjadi Dirjen Tangkap di KKP, dalam puluhan rapat, sepertinya hanya saya yang agak keras tidak sependapat dengan ekspor benih lobster yang belum memenuhi syarat budidaya yang sesungguhnya. Jadi saya mengomunikasikan fakta," ungkap Effendi.
Kata Effendi, di Vietnam, budidaya lobster pasir itu satu putaran memakan waktu satu tahun sedangkan untuk budi daya lobster mutiara satu siklus memakan waktu dua tahun. Effendi menyebutkan dirinya sejak kecil tinggal di daerah pantai dan tertarik dengan dunia kelautan dan perikanan.
Pada 2010, ia mendukung Herdy Gemawan melakukan budidaya karapu dengan sistem Keramba Jaring Apung, plasma yang mereka ajak bersama antara lain di Kabupaten Malili, Sulawesi Selatan.
Pada 2011, Effendi juga aktif dalam kepengurusan beberapa asosiasi dan budi daya koi antara lain sebagai Ketua Panitia Kontes Koi "Pray For Japan" (2011), dan membantu Panitia Asia Young Koi Show 2012.
Selanjutnya aktif dalam asosiasi sidat bersama Profesor Martani Huseini juga bersama Chalid Muhammad dan Chandra Motik saat ada pertemuan nelayan nasional.
Kemudian sejak 2019, Effendi mulai tertarik meneliti lobster dan pada Agustus 2019, ia sudah melakukan penelitian pangsa pasar sesungguhnya lobster di China serta melakukan penelitian semacam batu ozon alam untuk hatchery di Fukuoka Jepang (12-16 November 2019).
Berlanjut dengan penelitian benih lobster dan budi daya di Vietnam (22-26 November 2019), meneliti pelet lobster yang mulai diproduksi di Philipina dan Februari 2020 melakukan penelitian hatchery lobster di Australia (mengenai kadar ozonisasi, lokasi, dan stocking density) serta sudah berkeliling ke berbagai balai riset perikanan di Indonesia.
"Saya terus berkomunikasi dengan para ahli lobster dunia, serta hampir tiap hari berdiskusi dengan dua doktor lobster Indonesia, Bayu Priyambodo dan Ilham Alimin," ungkap Effendi.