Nahkoda Salah Arah, ABK Perikanan Resah
Oleh: Oki Lukito
Sektor perikanan Jawa Timur selama lima tahun terakhir ini tidak mengalami perubahan yang berarti. Kendati produktivitas setiap tahun naik kurang lebih sepuluh persen dan nilainya bertambah, akan tetapi secara nasional posisi Jawa Timur dari segi produksi stagnan, kalau tidak ingin dikatakan terpuruk, sebab masih berada di posisi urutan ke tiga jauh di bawah Provinsi Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Timur. Produksi perikanan Jawa Timur tahun 2020 dan 2021 nyaris sama sebesar 1,7 juta ton hanya selisih 200 ton dan didominasi oleh hasil perikanan budidaya sebesar 1,2 juta ton yang dihasilkan oleh 276.670 pembudidaya, perikanan tangkap 528 ribu ton yang diproduksi oleh 219.439 nelayan.
Jumlah produksi perikanan Jawa Timur boleh dikata tidak sebanding dengan potensi luas laut dan panjang garis pantai. Luas laut Jawa Timur 126.676 km2 meliputi Samudra Hindia di sebelah selatan, Selat Madura dan Laut Jawa di utara dan Selat Bali yang sangat potensial hasil tangkapan ikan pelagis termasuk tuna, tongkol dan cakalang. Panjang Garis Pantai 3.498,12 Km juga sangat potensial untuk pengembangan budidaya air payau seperti lobster, udang, garam, bandeng atau produk budidaya polikultur serta budidaya laut seperti kerapu, rumput laut, kekerangan, kakap putih. Dengan luas lahan laut, panjang garis pantai dan kolam budidaya ikan air tawar serta potensi perikanan budidaya di ratusan pulau kecil, produksi perikanan Jawa Timur sebagai provinsi Agro-Maritim sejatinya cukup besar jika dikelola dengan benar untuk mencukupi kebutuhan buffer stock dan berpotensi menjadi lumbung pangan nasional serta berkontribusi mensukseskan program ketahanan pangan.
Dibandingkan prestasi Jawa Timur dulu sebagain provinsi primadona perikanan nasional selalu menduduki rangking satu sekitar 10-15 tahun lalu, sejujurnya perikanan saat ini terpuruk. Kita lihat sekarang tidak ada kegiatan atau program yang menyentuh masyarakat kecil (petani ikan dan nelayan). Contoh keluhan nelayan soal solar sudah lama terjadi tetapi tidak ada tindakan kongkrit dari Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa dan jajarannya untuk mengatasinya. Produksi perikanan tangkap terpuruk, nelayan memilih tidak melaut karena biaya operasional mahal sulit memperoleh solar subsidi.
Kita prihatin, seharusnya ada bimbingan teknis berkelanjutan dan ada bantuan modal untuk usaha petani tambak atau nelayan. Saat ini dilihat fakta di lapangan, petani tambak atau nelayan, sudah jauh berhubungan dengan Dinas Kelautan dan Perikanan baik provinsi, daerah kabupaten maupun cabang dinas serta Unit Pelaksana Teknis, Instalasi Perikananan. Fasilitas yang 'istimewa' di lingkungan DKP seperti pelabuhan perikanan dan fasilitas TPI yang dibangun mewah nyaris sepi nelayan. Contoh di pelabuhan Paiton Probolinggo, Pelabuhan Muncar Banyuwangi dan Pelabuhan Tambakrejo Blitar sangat ironi sepi ikan. Selain itu implementasi atau kegiatan yang menyentuh petani/nelayan di lapangan hampir tidak ada selain riuhnya Bansos Politik dari wakil rakyat.
Sementara upaya yang dilakukan antara lain, pemberdayaan dan fasilitasi budidaya rumput laut hasil kultur jaringan, revitalisasi tambak tradisional, penyediaan benih bermutu, desiminasi tehnologi terapan, pelayanan pengujian baku mutu air, penerapan prinsip cara budidaya yang baik masih pola lama alias usang yang pernah dikembangkan 10-15 tahun lalu.
ABK Resah
"Perikanan Jawa Timur sedang tidak baik-baik saja,". itu salah satu pesan pendek yang diterima penulis beberapa hari lalu. Selain produktivitas stagnan, kebijakan dan komitmen Nakhoda Jatim memajukan sektor kelautan dan perikanan dianggap melenceng atau salah arah, ibarat jauh tiang dari layar. Selain tidak punya program strategis yang terarah yang mampu meningkatkan kesejahteraan nelayan dan petani dan pembudidaya ikan, kebijakan tersebut juga membingungkan.
Contoh kongkrit dalam menempatkan personil. Ketika beredar daftar pejabat DKP yang dimutasi tanggal 10 Mei lalu oleh Gubernur Jatim, penulis banyak menerima komentar miring yang menyesalkan sikap gubernur dalam memilih personil. Setidaknya ada tiga pejabat senior perikanan yang 'dibuang' diganti oleh personil yang diragukan kapabilitasnya. Dalam memutasi personil Khofifah Indar Parawansa yang konon mencalonkan kembali untuk menjadi Gubernur Jatim kedua kalinya itu mengabaikan senioritas, kapabilitas dan kompetensi.
Untuk jabatan Kepala Bidang Budidaya DKP, gubernur impor pejabat dari Dinas PU Sumber Daya Air yang tidak memiliki kompentensi di sektor perikanan. Sebelumnya Kepala Bidang Perikanan Tangkap juga diimpor dari Tulungagung yang disiplin ilmunya pemerintahan (APDN). "Kurang lazim dan tidak mempertimbangkan dampaknya," komentar pesan singkat yang dikirim salah seorang dosen yang bergabung dalam Himpunan Ahli Pengelola Pesisir (HAPPI) dan anggota Konsorsium Mitra Bahari (KMB).
Alasannya, bidang budidaya dan bidang perikanan tangkap adalah jantung perikanan Jawa Timur dan jika dipimpin oleh personil yang tidak memiliki kompetensi di bidang perikanan tinggal menunggu kehancuran. Nah, dengan demikian empat dari enam jabatan sategis di DKP termasuk kepala dinas dipandegani oleh personil yang tidak berlatar belakang ilmu perikanan dan kelautan.
Di tengah serunya isu lingkungan dan ruang laut, gubernur juga tidak jeli menempatkan personil yang dilantik di Gedung Grahadi bersama ratusan ASN lainnya. Kepala Bidang Kelautan Pesisir dan Pengawasan. Pejabat yang ahli di bidangnya dimutasi ke Umbulan, Pasuruan ngurusi mutu air dan lingkungan. Penggantinya dipercayakan kepada Kepala Bidang Budidaya sebelumnya. Dua pejabat golongan empat senior lainnya yang sarat prestasi juga 'disingkirkan' dari tlatah kantor pusat Ahmad yani.
Keduanya sangat berjasa di bidangnya masing masing antara lain ikut membidani dan mengawal lahirnya Perda No 1 tahun 2018 Tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau Kecil (RZWP3K) termasuk berperan besar disetujuinya Materi Teknis Perairan Pesisir (Matek PP) oleh Menteri Kelautan dan Perikanan akhir Oktober 2022 lalu yang akan diintegarasikan dengan Tata Ruang Darat menjadi Tata Ruang Provinsi Jawa Timur. Salah seorang diantaranya berpangkat Golongan 4 senior ikut merumuskan lahirnya tiga pelabuhan Badan Layanan Usaha Daerah (BLUD) Pondokdadap Malang, Tamperan Pacitan dan Mayangan Probolinggo. Penempatan keduanyapun di tempat yang baru perlu dipertanyakan urgensinya.
Indikasi siapa yang mempunya beking bisa dengan mudah menjadi pejabat eselon tampaknya mudah terdeteksi dan bukan menjadi rahasia umum. Prestasi tidak menjadi jaminan yang penting ada hubungan atau kedekatan walaupun ngeri ngeri sedap menyalahi aturan. Personil yang menjadi perbincangan ABK Perikanan yang menimbulkan keresahan adalah Kepala Bidang Pengolahan dan Pemasaran Produk Kelautan dan Perikanan yang masih berpangkat golongan 3D. Salah satu anak emas mantan Kadis Perikanan tersebut harus memimpin tiga Kepala Seksi di bawahnya yang pangkatnya golongan empat senior. "Tidak ada lagi pertimbangan senioritas, kapabilitas apalagi kompentensi yang ada hanya bagi-bagi jabatan saja," tulis pesan pendek yang dikirim oleh mantan ASN Perikanan yang sekarang menekuni usaha budidaya.
Like and dislike dalam proses mutasi juga menyentuh kepala pelabuhan (Kalabuh). Kalabuh Tamperan, Pacitan yang berdomisili di Sawojajar, Kabupaten malang dipindah ke Pondokdadap, Sendang Biru setelah dua tahun bertugas di Pacitan dengan salah satu pertimbangan agar dekat keluarga. Penggantinya mantan Kalabuh Tuban yang berdomisili di Sidoarjo. Sementara Kalabuh Pasongsongan, Sumenep yang berdomisili di Tulungagung sudah lima tahun lebih pulang pergi Pasongsongan- Tulungagung seminggu sekali. Hal serupa juga dialami Kalabuh Popoh, Tulungagung yang berdomisili di Lekok, Pasuruan. Sementara Kalabuh Mayangan yang baru juga dipertanyakan jam terbang dan kapabilitasnya. Menejemen kepegawaian DKP dianggap belum obyektif dan cenderung pilih kasih kepada Kalabuh Grajagan dan Pancer, Banyuwangi. Kedua Kalabuh yang hampir sepuluh tahun menjabat itu, dijuluki sejawatnya sebagai Kalabuh 'sakti' alias untouchable, bebas mutasi.
*Oki Lukito, Ketua Forum Masyarakat Kelautan, Maritim, Perikanan serta Anggota HAPPI Jawa Timur