Naik Kapal Tenggelam, Tiga Humor Sufi Paling Menyentuh Jiwa
Nasruddin Hoja selalu melihat daratan. Meski dalam kondisi kapal tenggelam. Itulah obsesi untuk selamat sang tokoh legendaris dalam humor sufi.
Dalam humor sufi, imanisasi merupakan hal paling subtil. Seperti humor sufi tentang naik kapal yang mau tenggelam, termasuk di antara tiga humor sufi paling menyentuh jiwa.
1. Naik Kapal yang Mau Tenggelam
Kapal tampaknya mulai tenggelam. Para penumpang yang sebelumnya menertawakan peringatan Nasrudin yang meminta mereka agar bersiap-siap untuk kehidupan akhirat, mulai berlutut dan berteriak-teriak minta tolong. Mereka berdoa, mereka berjanji untuk berbuat sebanyak mungkin kebajikan jika mereka selamat.
"Teman-teman!" teriak Nasrudin. "Jangan boros dengan kata-kata bagus itu. Percayalah! Aku melihat daratan!"
"Hah?" semua penumpang membelalak.
"Apa? Apakah kalian tidak jadi meneruskan tobat dan berbuat baik?" tanya Nasrudin.
2. Membantu Orang Membayar Hutang
"Saudaraku," kata Nasrudin kepada seorang tetangga, "aku sedang mengumpulkan uang untuk membayar utang seorang laki-laki yang amat miskin, yang tidak mampu memenuhi tanggung jawabnya."
"Sikap yang amat terpuji," komentar tetangga itu, dan kemudian memberinya sekeping uang.
"Siapakah orang itu?"
"Aku," kata Nasrudin sambil bergegas pergi. Beberapa minggu kemudian Nasrudin muncul lagi di depan pintu tetangganya itu.
"Kupikir, kau mau membicarakan soal utang," kata sang tetangga yang sekarang tampak sinis.
"Betul demikian."
"Ada seseorang yang tidak bisa membayar utangnya dan engkau mengumpulkan sumbangan untuknya?"
"Ya. Memang demikian adanya."
"Lalu engkau sendiri yang meminjam uang itu?"
"Tidak untuk saat ini."
"Aku senang mendengarnya. Ini ambillah sumbangan ini."
"Terima kasih..."
"Satu hal, Nasrudin. Apa yang membuatmu begitu bersikap manusiawi terhardap masalah yang khusus ini?"
"Oh, rupanya kamu tahu... akulah yang memberi pinjaman."
3. Menuang Gandum yang Bukan Miliknya
Nasruddin kedapatan sedang menuang gandum milik tetangganya ke dalam karung gandumnya di toko koperasi. Akhirnya ia dibawa ke pengadilan.
"Saya memang bodoh. Saya tidak bisa membedakan antara gandum mereka dengan gandum saya," katanya. "Kalau begitu kenapa tidak kau tuangkan saja gandummu ke kantong orang lain?" tanya hakim.
"Tapi saya bisa membedakan yang mana gandum saya di antara milik orang lain. Saya kan tidak sebodoh itu!"
Advertisement