Nadiem Hasyim, Sandungan Sejarah Kiai
Saya suka dengan cara Nadiem Makarim mengatasi krisis. Ia selalu tampil memberikan klarifikasi melalui video. Dengan bahasa yang teratur dan penuh rendah hati.
Demikian juga saat mencuat kisruh tentang hilangnya nama KH Hasyim Asy'ari dalam Kamus Sejarah Indonesia. Padahal, pendiri NU itu jelas-jelas menjadi bagian penting dari berdirinya negeri ini.
Melalui video yang dirilis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang dipimpinnya, ia memastikan tak ada niatan sedikitpun menghilangkan jejak sejarah. Termasuk sejarah perjuangan KH Hasyim Asyari.
Meski Kamus Sejarah Indonesia yang disusun sebelum ia menjabat sebagai Mendikbud, Nadiem langsung memerintahkan Dirjen Kebudayaan untuk menyelesaikan permasalahan dan melakukan koreksi. Ia tegaskan komitmennya dalam hal ini.
Tak hanya itu. Ia pun langsung mendatangi Kantor PBNU. Memberikan klarifikasi sekalian menunjukkan keseriusannya dalam menanggapi permasalahan yang menyangkut peran sejarah kiai panutan ratusan juta ummat Nahdliyin ini.
Ini bukan kali pertama Nadiem tersandung permasalahan yang menyangkut Ormas Islam di Indonesia. Beberapa waktu lalu, kementeriannya juga digoyang persoalan Program Organisasi Penggerak.
Saat itu, kementeriannya dikesankan mengabaikan peran besar NU dan Muhammadiyah dalam dunia pendidikan. Terhadap permasalahan ini, ia pun mengklarifikasi dengan cara yang sama. Memastikan instansinya mengkoreksi kebijakan yang dipersoalkan.
Tak cukup hanya membuat klarifikasi melalui video. Ia pun datangi pimpinan kedua Ormas itu untuk meyakinkan penghentian program tersebut, mengevaluasi dan mengkoreksinya. Persoalan pun selesai.
Persoalannya, mengapa menteri muda yang biasa dipanggil Mas Menteri ini beberapa kali tersandung persoalan yang menyangkut Ormas Islam? Adalah ini sebuah kesengajaan atau bagian dari upaya menggoyang jabatannya?
Sejarah Sendiri
Tampilnya Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan RI telah menorehkan sejarah sendiri. Ia telah menerobos sejumlah tradisi dalam kepemimpinan kementerian yang bertugas menangani pendidikan di negeri ini.
Pertama, ia menerobos tradisi kepemimpinan kementerian tersebut yang selama ini menjadi jatah Muhammadiyah. Organisasi keagamaan yang memang amat terkenal dalam amal usahanya di dunia pendidikan.
Sejak pemerintahan Soeharto puluhan tahun lalu, Kementerian Pendidikan selalu dipegang kader Muhammamdiyah. Tradisi itu pun berlangsung sampai paska reformasi politik yang ditandai kejatuhan Presiden yang telah memerintah selama 32 tahun itu.
Hatta saat negeri ini dipimpin Presiden KH Abdurrahman Wahid yang dikenal sebagai cucu KH Hasyim Asy'ari dan tokoh NU. Dalam kepemimpinannya yang singkat, ia mengangkat tokoh Muhammadiyah Prof Dr Yahya Muhaimin sebagai menteri pendidikan.
Seperti halnya Kementerian Agama, dalam beberapa era pemerintahan di Indonesia, kementerian pendidikan menjadi alat akomodasi kedua Ormas Islam terbesar di Indonesia. Menteri Agama untuk NU dan Menteri Pendidikan untuk Muhammadiyah.
Kedua, Nadiem Makarim menorehkan sejarah sebagai menteri pendidikan yang bukan berasal dari latar pendidik dan bukan guru besar alias profesor. Dia bukan orang dari kampus dan tidak memiliki gelar tertinggi di dunia pendidikan.
Biasanya, kementerian pendidikan selalu dipimpin oleh seorang profesor. Ia menjadi wadah jabatan politis bagi pimpinan kampus atau pendidik. Ini sebagai bagian dari tolok ukur kompetensi untuk memimpin kementerian tersebut.
Di zaman Presiden Soeharto, sejumlah Menteri Pendidikan selalu bergelar profesor. Mulai dari Prof Dr Daud Jusuf sampai dengan Prof Dr Fuad Hasan. Di zaman reformasi, kementerian itu pernah dipimpin Prof Dr Yahya Muhaimin, Prof Malik Fajar, Prof Dr Bambang Sudibyo dan Prof Dr Muhammad Nuh.
Nadiem memimpin kementerian itu tanpa latar belakang kiprah di dunia pendidikan. Ia mencuat namanya sebagai founder unicorn terbesar di Indonesia: Gojek. Sebuah unicorn transportasi online yang kini telah merambah ke sejumlah negara tetangga.
Dialah orang pertama di Kementerian Pendidikan yang tidak punya jejak sejarah kiprah di dunia pendidikan. Menteri yang dipilih dengan menerobos sejumlah tradisi di kementerian yang mempunyai anggaran terbesar ini.
Jejak Sejarah Kiai
Mengabaikan jejak sejarah KH Hasyim Asy'ari tentu bukan barang mudah. Kakek Gus Dur --KH Abdurrahman Wahid-- ini punya kiprah besar dalam sejarah perjuangan kemerdekaan RI.
Ia bukan sekadar kiai. Bukan hanya seorang yang alim 'alamah. Juga tidak sekadar pendiri Ormas Islam yang kini anggotanya terbesar di dunia: NU. Tapi dia adalah pejuang kemerdekaan.
Peran paling besar dan monumental KH Hasyim Asy'ari dalam sejarah adalah melahirkan Resolusi Jihad. Resolusi ini memicu perlawanan terhadap Tentara Sekutu yang ingin menguasai kembali Indonesia.
Resolusi Jihad yang dikeluarkan para kiai dengan pimpinan KH Hasyim Asy'ari ini memicu pertempuran di Surabaya yang tidak masuk akal. Santri dan rakyat bergabung dengan senjata seadanya dan menang melawan tentara sekutu yang dilengkapi senjata modern.
Pertempuran itu yang kemudian melahirkan Hari Pahlawan yang selalu diperingati setiap 10 Nopember. Pertempuran itu yang menggagalkan Indonesia tak lagi dalam genggaman penjajah paska Proklamasi Kemerdekaan RI, 17 Agustus 1945.
Hil yang mustahal mengabaikan nama KH Hasyim Asy'ari dalam Kamus Sejarah Indonesia. Belum lagi mengingat jejak sejarah lainnya terkait KH Hasyim Asy'ari. Pendiri NU yang berstatus pahlawan nasional yang melahirkan pahlawan Nasional KH Wahid Hasyim dan cucu seorang Presiden Gus Dur.
Lalu apa yang terjadi dengan persoalan hilangnya nama KH Hasyim Asy'ari dari Kamus Sejarah Indonesia ini? Jelas menghapus nama itu dari jejak sejarah bangsa Indonesia tidak akan mungkin. Apalagi jika hanya oleh seorang menteri bernama Nadiem.
Yang mungkin justru upaya menghapus jejak kesejarahan Nadiem dalam kementerian itu. Apalagi, persoalan itu mencuat ke permukaan bersamaan dengan isu reshuffle kabinet presiden Jokowi untuk kesekian kalinya.
Semoga dugaan ini salah!
Advertisement