Nabi Muhammad SAW, Ini Pesona Kepribadiannya
Nabi Muhammad shallahu 'alaihi wassalam (s.a.w) adalah sosok panutan. Akhlaknya yang mulia selalu mengundang pesona.
Kisah berikut ini, dipetik satu tulisan dari buku karya Habib Novel bin Muhammad Alaydrus berjudul "Kangen".
Suatu hari seorang sahabat yang bernama Nu'aiman menemui Kanjeng Nabi, “Ya Rasulullah, saya ini memang bukan orang baik. Saya seorang pemabuk, tapi saya sangat cinta dengan panjenengan. Kalau tak ketemu, saya sangat rindu kepada panjenengan.”
Setiap kali ketahuan mabuk, Nu'aiman juga selalu dihukum cambuk oleh Kanjeng Nabi. Dan itu terjadi berulang kali. Tetapi ia seperti tidak pernah kapok. Sampai suatu saat bukan Kanjeng Nabi yang menghukum. Dia dicambuk oleh sahabat dan diolok-olok oleh para sahabat. “Kamu ini katanya cinta Kanjeng Nabi, tapi kok masih hobi mabuk. Mudah-mudahan laknat Allah segera datang kepadamu!”
Kanjeng Nabi yang mendengar doa buruk sahabat kepada Nu'aiman langsung menegur sahabat yang mengoloknya, “Janganlah kamu melaknat dia. Meski dia masih suka bermabuk-mabukan, tetapi dia sangat cinta kepada Allah dan Rasul-Nya.”
Sahabat pun tak lagi melaknat Nu'aiman yang suka mabuk itu. Dan setiap kali Nu'aiman mabuk, dia tetap dihukum. Hingga lama-lama dia mengurangi mabuknya, sampai hilang sama sekali kebiasaanya.
Di samping hobinya minum, Nu'aiman juga juga punya watak periang dan suka iseng. Di saat hobinya sudah berakhir, kesukaan isengnya masih tetap berlanjut. Gawan bayi kalee.
Pernah suatu ketika Nu'aiman datang sowan kepada Kanjeng Nabi sambil membawa oleh-oleh, “Bayarlah oleh-oleh ini, Kanjeng Nabi!”
“Bukankah ini kau hadiahkan untukku?” tanya Kanjeng Nabi.
“Betul, saya ingin memberikan hadiah ini untukmu. Tapi saya tidak punya uang untuk membelinya,” jawab Nu'aiman dengan santainya. (Ati karep modal cupet, begitu istilah Jawanya...) Kanjeng Nabi hanya tersenyum dan membayar hadiah utangan yang diberikan untuknya.
Kisah tentang Nu’aiman menyegarkan ingatan kita bahwa Kanjeng Nabi bukanlah pribadi yang tegang dan kaku, tetapi beliau adalah pribadi yang ceria dan biasa bersenda gurau dengan para sahabat.
Sebagai umat Nabi, kita acapkali berhasrat meneladaninya secara penuh. Meninggalkan sesuatu yang dibenci Nabi dan berusaha menyukai apa saja yang beliau senangi, mulai warna pakaian, jenis makanan, cara makan, cara berobat, berjalan, hingga posisi tidur. Tapi kita sering melupakan sikap lapang dada dan humorisnya Kanjeng Nabi. Jadilah kita sedikit-sedikit merasa dihina, dilecehkan, lalu marah dan teriak-teriak.
Padahal jika Kanjeng Nabi bersikap demikian, tentu seorang Nu'aiman akan segan bertingkah konyol kepada beliau. Seperti ketika suatu hari Nu’aiman dikabarkan sakit mata, Kanjeng Nabi membezuknya. Ternyata Nu’aiman sedang asyik makan kurma. “Apa boleh makan kurma, bukankan matamu sedang sakit?” tanya Nabi. Dengan santai Nu’aiman menjawab, “Saya mengunyah dari arah mata yang tidak sakit, Kanjeng Nabi.” Konon, jawaban tersebut membuat Nabi tertawa sampai terlihat gigi gerahamnya.
Dalam kisah lain, pernah suatu saat Nu'aiman berangkat bersama Abu Bakar ke Basrah untuk berniaga. Bersama mereka ikut pula Suwaibith, yang bertugas membawa perbekalan. Di tengah perjalanan Nuaiman meminta kepada Suwaibith agar diberi makanan, tapi permintaannya tak dipenuhi karena pemimpin rombongan mereka sedang tidak di tempat. “Tunggulah sampai Abu Bakar datang,” katanya. Nu’aiman jengkel, lalu mengeluarkan ‘ancaman’, “Tunggu pembalasanku!”
Nu’aiman lantas menemui beberapa orang, menawarkan budaknya dengan harga sangat murah, sambil membocorkan kelemahannya, yaitu budaknya sering mengaku dirinya seorang merdeka. Yang ditawari setuju, lalu bersama Nu’aiman mereka menuju ke tempat Suwaibith duduk. Nu’aiman menunjuk kepadanya. Tentu saja Suwaibith berontak sambil mengatakan dirinya bukan budak. Tapi si pembeli berkeras mengikatnya dan berkata, “Kami sudah paham sifatmu.” Beruntung Abu Bakar segera datang dan urusan jadi clear....
Ketika peristiwa tersebut diceritakan kepada Kanjeng Nabi, beliau tertawa.
Kita juga mungkin pernah mendengar kisah Sahabat Ali yang dalam sebuah pertemuan dengan para sahabat "menjahili" Kanjeng Nabi. Beliau memindahkan biji-biji kurma yang telah dimakannya ke hadapan mertuanya, hingga seolah-olah Kanjeng Nabi telah memakan lebih banyak kurma ketimbang dirinya. Melihat itu dengan enteng Kanjeng Nabi berkomentar, “Tampaknya Ali begitu amat lapar, sampai-sampai ia makan kurma beserta bijinya.”
Mungkin kita membayangkan bahwa komentar Kanjeng Nabi itu disambut gerrr oleh para sahabat yang hadir...
Kanjeng Nabi dijuluki ‘al bassam’, orang yang wajahnya selalu tersenyum, bukan hanya bibirnya. Beliau tidak pernah terlihat merengut apalagi bersungut-sungut. Tidak menyukai pertengkaran apalagi menantang orang bermubahalah untuk meyakinkan tentang keunggulan argumennya.
Kanjeng Nabi menyebut bahwa tersenyum dan menampakkan wajah ceria kepada orang lain adalah sebentuk sedekah. Dalam hadis lain, diriwayatkan Kanjeng Nabi pernah juga dawuh, “Orang yang tidak bergembira dan tidak membuat orang lain gembira adalah orang yang tidak memiliki kebaikan.”
Shallu 'alan Nabi Muhammad!