Muslim Menjaga dan Menghibur di Gereja, Ini Status Hukumnya
Setiap bulan Desember masalah yang dihadapi umat Islam di Indonesia berulang kembali. Di antaranya, soal ucapan selamat Natal. Selain itu, soal Banser yang menjaga gereja.
Nah, bagaimana status hukum mereka? Bolehkan penganut Islam terlibat dalam hal-hal berkait dengan umat agama lain?
KH Cep Herry Syarifuddin menjelaskan tentang "Status Hukum Muslim Menjaga dan Menghibur di Gereja". Berikut uraian Kiai Cep Herry Syarifuddin yang Pengasuh Pondok Pesantren Sabilurrahim Mekarsari Cileungsi Bogor dan Wakil Rais Syuriah PCNU Kabupaten.Bogor.
Ada hadits yang menjelaskan bahwa:
الأرض كلها مسجد الا المقبرة و الحمام
"Bumi itu seluruh bisa dijadikan tempat sujud kecuali kuburan dan kamar mandi."(H.R.Abu Dawud, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Dari hadits ini bisa diambil kesimpulan boleh hukumnya sholat di manapun asal bukan di kuburan dan kamar mandi, termasuk di gereja, pura, klenteng dan sebagainya. Karena semua itu masih buminya ALLAH, boleh dan sah untuk ditegakkan sholat di tempat tersebut.
Bahkan di luar negeri seperti di Amerika Serikat dan Jerman, banyak gereja yang dijadikan tempat sholat karena keterbatasan lahan untuk didirikan mesjid.
Kasus terkini, gereja Aya Shopia di Turki, sekarang pun dialih fungsikan sebagai mesjid. Kalau dianggap tidak sah sholat di gereja, kasihan sekali nasib minoritas umat Islam di Amerika dan Jerman tadi, yang akan sia-sia sholatnya.
Nah, kalau sholat di gereja saja boleh dan sah, apalagi Muslimin yang cuma menjaga gereja, marawisan atau rebanaan, mengumandangkan adzan atau memberikan sambutan di gereja. Jelas lebih boleh bukan? Sebab hal itu salah satu bentuk pengenalan syiar Islam kepada non- Muslim, semoga saja menjadi perantara terbukanya hidayah.
Sama sekali tidak melanggar ayat yang sering dijadikan dasar oleh mereka yang melarang demikian, yakni:
لكم دينكم ولي دين
"Untuk kalian, agama kalian dan untukku agamaku." (Q.S. al-Kaafirun :6).
Asbabun nuzul ayat ini adalah negoisasi perdamaian berupa penawaran dari orang kafir Mekkah penyembah berhala kepada Rasulullah Saw agar saling bertukar menyembah tuhan selama setahun.
Nabi Saw dan umat Islam menyembah berhala selama setahun, sebaliknya kafir Mekkah menyembah ALLAH selama setahun juga. Lalu turunlah surat al-Kaafirun yang menolak tawaran itu.
Sedangkan Muslimin yang menjaga gereja, memberi sambutan atau hiburan musik Islami itu bukanlah diartikan bertukar penyembahan Tuhan tadi. lagi pula di ayat 8 surat al-Mumtahanah dijelaskan bahwa ALLAH tidak melarang umat Islam berbuat baik kepada non-Muslim yang tidak memerangi mereka.
Terlebih lagi Banser atau satuan pengamanan Muslim lainnya yang menjaga gereja, bukanlah semata-mata menjaga gereja, melainkan hakekatnya menjaga keamanan, keutuhan dan persatuan bangsa Indonesia dari gangguan para teroris yang berniat mengadu domba antar sesama anak bangsa atas nama agama.
Dijaga saja masih ada pemboman gereja apalagi tidak dijaga. Sebagaimana peristiwa bom gereja Mojokerto yang merenggut jiwa Banser Riyanto tahun 2000.
Jika Indonesia dianggap tidak aman, otomatis akan merugikan semua rakyatnya. Karena investor-investor akan lari mencari Negera lain yang aman untuk berinvestasi, dan calon investor pun pasti akan mengurungkan diri berinvestasi di negara kita yang akan berakibat melonjaknya pengangguran, dan negara kita tidak bisa membangun.
Jadi itulah yang menjadi pertimbangan PBNU untuk menurunkan satuan Banser untuk menjaga gereja.
(KH Cep Herry Syarifuddin, Desember 2020)