Muslim Israel Berhaji. Masya Allah! Ternyata Begini Faktanya
Perayaan Makkah. Demikian Snouck Hurgronje, penasihat pemerintah zaman Hindia Belanda menyebut, ritual naik haji umat Islam setiap tahun itu.
Kaum Muslim dari penjuru dunia, berdatangan memenuhi Kota Suci Makkah, tak terkecuali Muslim asal Israel. Sejak 2014, umat Muslim dari Israel untuk kali pertama bisa melaksanakan haji dengan menaiki pesawat terbang. Selama sebelumnya, mereka hanya bisa mengujungi Makkah lewat perjalanan darat via Yordania.
Ketika itu, kelompok awal yang bakal diterbangkan ini terdiri dari 766 penumpang. Perusahaan Milad Aviation of Ramle yang mengatur penerbangan para Muslim Israel itu telah mencarter pesawat dari Royal Jordanian Airlines dan anak perusahaannya, Royal Wings. Tarif untuk pulang pergi sekitar US$ 600.
Waktu bergulir, dan pelaksanaan ibadah haji berlangsung aman. Bagaimana umat Islam Israel yang menunaikan ibadah Rukun Islam kelima itu tahun ini?
Sebuah akun Twitter Israel dalam bahasa Arab @ArabicIsrael mengucapkan terima kasih atas kemudahan yang diberikan Arab Saudi bagi jemaah haji dari Israel.
"Puji Tuhan, Israel telah diberikan kemudahan oleh Arab Saudi bagi 4.000 lebih warganya yang Muslim untuk berziarah ke bumi Hijaz dalam rangka menunaikan ibadah haji," tulis akun resmi pemerintah Israel.
"Puji Tuhan, Israel telah diberikan kemudahan oleh Arab Saudi bagi 4.000 lebih warganya yang Muslim untuk berziarah ke bumi Hijaz dalam rangka menunaikan ibadah haji," tulis akun resmi pemerintah Israel.
Di bawah kicauan Israel tersebut, terdapat pernyataan Abdullatif bin Abdulaziz Al Syaikh, Menteri Urusan Islam, Dakwah, dan Bimbingan Arab Saudi, yang melontarkan pujian kepada Israel karena tidak melarang 4.000 lebih warganya yang Muslim untuk menunaikan ibadah haji.
"Sangat mengejutkan, Negara Israel tidak melarang warganya untuk datang ke Arab Saudi untuk melaksanakan ibadah haji.
Sedangkan ada beberapa negara yang justru melarang warganya untuk menunaikan ibadah haji," ujar Abdulaziz Al Syaikh, dikutip ngopibareng.id, Kamis 30 Agustus 2018, dari analisis Zuhairi Misrawi.
Sebagai intelektual muda Nahdlatul Ulama, Zuhairi Misrawi dikenal sebagai analis pemikiran dan politik Timur-Tengah di The Middle East Institute. Berikut ia memberikan komentarnya:
“Sontak, kedua pernyataan tersebut menimbulkan reaksi di Timur-Tengah. Setidaknya netizen memandang ada dua pemandangan yang unik dari apa yang dipertontonkan oleh Arab Saudi dan Israel kepada publik,” kata Zuhairi.
Dalam analisis Zuhairi Misrawi, yang aktivis di The Middle East Institute ini, ada indikasi yang menyebutkan:
Pertama, hubungan mesra antara Arab Saudi dan Israel. Pujian Arab Saudi terhadap Israel yang disampaikan secara terbuka terkait ibadah haji warga Israel yang Muslim terlihat ganjil, karena disertai dengan pernyataan sinis terhadap beberapa negara Arab yang dianggap melarang warganya menunaikan ibadah haji yang diwajibkan dalam Islam, khususnya bagi mereka yang mempunyai kemampuan.
Secara implisit, sindiran Arab Saudi tersebut ditujukan kepada Suriah yang dalam 7 tahun terakhir tidak mengirimkan warganya untuk menunaikan ibadah haji.
Sedangkan Qatar sudah 2 tahun tidak mengirimkan warganya untuk melaksanakan ibadah haji. Tahun lalu Iran juga memboikot pelaksanaan ibadah haji bagi warganya menyusul ketegangan politik antara kedua negara.
Hubungan antara Arab Saudi dengan Suriah dan Qatar terus memburuk dalam beberapa tahun terakhir akibat perselisihan yang tidak kunjung selesai. Sejak angin revolusi berembus di Suriah, Arab Saudi termasuk pihak terdepan yang menyerukan #GantiPresiden.
Sedangkan terhadap Qatar, Arab Saudi melakukan blokade udara, darat, dan laut, termasuk blokade ekonomi. Karenanya, kedua negara tersebut memutuskan untuk menyetop pengiriman jemaah haji, karena khawatir tidak ada jaminan keamanan dan pelayanan terbaik bagi warganya yang hendak menunaikan jemaah haji.
Ironisnya, Arab Saudi justru memuji pemerintah Israel yang selama ini dikenal sebagai musuh bebuyutan dunia Arab dan menyindir kedua negara tetangganya dalam hal pengiriman jemaah haji. Hal tersebut telah menimbulkan kegemparan di Timur-Tengah, karena Arab Saudi secara terang-terangan menunjukkan kemesraan terhadap Israel. Sebaliknya, secara terbuka bersikap kasar terhadap Suriah dan Qatar.
Mereka sebenarnya dapat digunakan sebagai juru runding perdamaian antara Israel dan Palestina, bahkan juru runding perdamaian di Timur-Tengah,” kata Zuhairi Misrawi.
Kedua, frase yang banyak dipersoalkan oleh netizen yaitu pengakuan atas "Negara Israel". Abdulaziz Al Syaikh secara eksplisit menyebut Israel dengan "negara" yang juga dapat menjelaskan semakin mesranya hubungan Arab Saudi dan Israel. Frase tersebut masih sangat kontroversial di Timur-Tengah, bahkan bagi dunia Islam. Meski Israel sudah resmi berdiri dan diakui sebagai negara oleh PBB sejak 1948, tetapi kehadiran Israel di bumi Palestina masih menjadi "petaka" (nakba), karena Israel lebih tepat dianggap sebagai "penjajah".
Terlepas dari kontroversi pernyataan Menteri Urusan Islam, Dakwah, dan Bimbingan Arab Saudi tersebut, sebenarnya yang harus mendapatkan perhatian adalah perihal eksistensi warga Muslim di Israel.
Di tengah mayoritas warga Yahudi di Israel, rupanya terdapat minoritas warga Muslim yang jumlahnya terus bertambah, sekitar 1,4 juta warga. Secara prosentase, jumlah warga Muslim di Israel sekitar 17%, yang sebagian besar berbahasa Arab.
Pada 1948, ketika Israel berdiri, jumlah warga Muslim sekitar 200.000. Jumlah tersebut terus bertambah hingga 1,4 juta pada 2016. Secara mazhab, di antara mereka ada yang Sunni, Syiah, Alawiyah, Ahmadiyah, Sufi, dan Tarekat Syadziliyah. Ada sekitar 500 masjid dengan 300 lebih imam yang dibiayai oleh Israel. Ada sekitar 26.000 pelajar Muslim yang tersebar di berbagai lembaga pendidikan, dan 1.700 warga Muslim yang menjadi militer.
Menurut statistik yang dikeluarkan kementerian Luar Negeri Israel, pertumbuhan populasi warga Muslim di Israel sejak 1948 sekitar 10 kali lipat. Anggaran yang dikeluarkan per tahun bagi warga Arab Muslim sekitar 4 miliar dolar AS untuk pembangunan bagi mereka.
Warga Muslim di Israel mempunyai kebebasan untuk menunaikan ibadah, termasuk puasa Ramadan dan ibadah haji. Di samping itu, mereka mempunyai museum kesenian Islam di Jerusalem yang disokong sepenuhnya oleh pemerintah Israel.
Meskipun mayoritas warga Israel adalah penganut Yahudi, yang konon mencapai 75%, tetapi tidak bisa dimungkiri ada 17% warga Muslim di Israel yang menjadi warga negara. Mereka mempunyai hak yang setara dengan warga negara Yahudi lainnya, termasuk dalam hal membela negara.
Sebagai minoritas di Israel, warga Arab Muslim membutuhkan perhatian dari kita semua. Nasib mereka tidak selalu mujur. Ketegangan politik yang kerap berkecamuk dengan Palestina sangat berpengaruh terhadap nasib warga Muslim di Israel.
Mereka kerap mendapatkan ketidakadilan, termasuk hak mereka untuk memilih dan untuk dipilih dalam parlemen kerap mendapatkan ketidakadilan.
Apalagi setelah terbitnya undang-undang baru yang secara resmi menyebut Israel sebagai negara-bangsa bagi warga Yahudi, hal tersebut telah menimbulkan protes dari warga Arab Muslim di Israel. Mereka mempertanyakan undang-undang yang secara eksplisit bertentangan dengan konstitusi Israel yang telah menjamin kesetaraan bagi setiap warganya, apapun agama, warna kulit, suka, dan bahasanya.
“Selamat bagi warga Muslim Israel yang baru saja menunaikan ibadah haji. Semoga nasib mereka di masa-masa mendatang semakin baik, tidak didiskriminasi oleh kelompok mayoritas. Mereka sebenarnya dapat digunakan sebagai juru runding perdamaian antara Israel dan Palestina, bahkan juru runding perdamaian di Timur-Tengah,” kata Zuhairi Misrawi. (adi)